NovelToon NovelToon
Mahar Pengganti Hati

Mahar Pengganti Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Pengganti / Bercocok tanam / CEO / Dijodohkan Orang Tua / Ibu Pengganti
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Husna, putri bungsu kesayangan pasangan Kanada-Indonesia, dipaksa oleh orang tuanya untuk menerima permintaan sahabat ayahnya yang bernama Burak, agar menikah dengan putranya, Jovan. Jovan baru saja menduda setelah istrinya meninggal saat melahirkan. Husna terpaksa menyetujui pernikahan ini meskipun ia sudah memiliki kekasih bernama Arkan, yang ia rahasiakan karena orang tua Husan tidak menyukai Arkan yang hanya penyanyi jalanan.
Apakah pernikahan ini akan bertahan lama atau Husna akan kembali lagi kepada Arkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Burak telah sampai di villa dan ia melihat istrinya yang sedang menemani Husna.

"Ma, ada apa ini? Kenapa Husna terluka seperti itu?" tanya Burak.

Mama mendengus kesal saat mendengar perkataan dari suaminya.

"Ini semua ulah anak yang Papa manja dari dulu. Dan sekarang Papa bisa melihat bagaimana ia memperlakukan Husna seperti itu?!"

Burak meminta istrinya untuk tenang dan menceritakan pelan-pelan.

Mama Riana menghela nafas panjang dan duduk disamping suaminya.

Setelah itu Mama menceritakan bagaimana Jovan memperlakukan Husna semena-mena.

“Jovan, anakku. Bagaimana bisa bersikap seperti itu pada istrinya sendiri?!” ucap Burak sambil memukul meja kecil di depan mereka, suara dentangnya menggetarkan ruangan.

Burak menatap Husna yang masih duduk lemah di sofa, wajahnya memucat dan pipinya masih memerah bekas tamparan.

Rasa kecewa dan marah bercampur menjadi satu, membuat dadanya terasa sesak.

Husna membuka matanya perlahan-lahan saat mendengar amarah Burak.

"Husna, syukurlah kamu sudah sadar, Nak." ucap Burak.

Husna menatap wajah Ayah Burak dan Mama Riana yang ada disampingnya.

"A-ayah. Mama. Kenapa aku disini?" tanya Husna sambil memegang kepalanya yang diperban.

Burak memegang tangannya dengan hati-hati, takut menyakitinya.

"Tenanglah dulu, Nak. Kamu sudah aman di sini. Tidak perlu takut lagi," ujarnya lembut.

Mama Riana menatap Husna dengan mata yang masih sembab karena menangis.

"Husna, Mama minta maaf atas sikap Jovan. Seharusnya Mama bisa menghentikannya sebelum semua ini terjadi," ucapnya lirih, menahan air matanya.

Husna yang mendengarnya langsung menggenggam tangan Mama Riana.

"Ma, ini bukan salah Mama." ucap Husna.

Ia berusaha tersenyum, tapi senyumnya lebih mirip luka yang dipaksakan untuk sembuh.

Mama Riana menghela nafas panjang sambil menatap wajah Husna.

"Resepsi malam ini mama batalkan saja. Mama tidak akan biarkan acara pura-pura itu berlangsung setelah apa yang dia lakukan padamu. Dunia tidak perlu melihat senyum palsu dari menantuku yang baru saja disakiti!" ucap Mama Riana penuh emosi.

"Benar kata Mama. Resepsi itu tidak penting dibandingkan keselamatan dan harga dirimu, Husna. Biar Papa yang urus semuanya nanti." ucap Burak yang mendukung Mama Riana.

Namun, Husna tiba-tiba menggelengkan kepalanya.

"Tidak, Ma. Ayah.Jangan batalkan resepsinya." pinta Husna.

Keduanya menatap Husna dengan bingung dengan perkataan Husna.

"Husna, kamu baru saja terluka. Kamu tidak perlu memaksakan diri," ucap Mama.

Husna menarik napas panjang, lalu menatap mereka dengan mata yang kini tampak berbeda

"Aku tidak ingin orang-orang melihatku sebagai korban, Ma. Aku tidak ingin mereka berbisik di belakangku, bilang bahwa istri Jovan lemah dan hanya hidup di bawah bayangan mendiang Aisyah."

Ia menegakkan tubuhnya perlahan, meski kepalanya masih sedikit pusing.

"Malam ini, aku akan datang ke resepsi. Aku akan berdiri di sana sebagai Nyonya Jovan, bukan sebagai pengganti siapa pun. Aku ingin Jovan tahu, dan semua orang tahu kalau aku berbeda. Aku kuat. Aku tidak akan kalah hanya karena luka dan air mata."

Mama Riana dan Ayah Burak saling pandang saat mendengar perkataan dari Husna.

"Ayah, Mama. Tolong antarkan aku kembali ke rumah. Ava pasti menangis mencariku." pinta Husna.

Burak menganggukkan kepalanya dan langsung membopong tubuh menantunya.

Mama Riana sudah masuk ke dalam mobil dan ia meminta Debby untuk mengantar mereka kembali ke rumah.

Sementara itu di tempat lain dimana Jovan baru saja pulang setelah mendapatkan telepon dari Bi Marta yang mengatakan kalau Ava menangis terus-menerus.

"Buka pintu kamar belakang dan minta Husna untuk menenangkan Ava."

Bi Marta hanya diam saat Jovan memintanya untuk memanggil Husna.

"Kenapa kamu hanya diam? CEPAT!"

Husna yang baru saja sampai rumah, mendengar suara suaminya yang sedang membentak Bi Marta.

"Jangan bentak Bi Marta, Van,”

Jovan langsung terkejut ketika melihat istrinya yang datang dari pintu utama.

Tidak hanya itu saja yang membuat Jovan terkejut.

Ia melihat Burak yang sudah berada di Kanada bersama dengan Husna.

Husna langsung menggendong Ava yang masih menangis.

Husna berjalan mendekat, lalu mengambil Ava dari pelukan Bi Marta.

“Sayang, sudah ya, Ava. Mama di sini sekarang,” bisiknya sambil mengusap punggung kecil putrinya.

Ava yang masih terisak perlahan tenang dalam pelukan Husna.

Suara tangisannya sudah mereda, berganti dengan gumaman kecil, seolah mengenali sentuhan lembut yang menenangkannya.

Mama Riana memandang pemandangan itu dengan mata berkaca-kaca.

Ia menghampiri, lalu mengulurkan tangan pada Husna.

“Biar Ava sama Mama dulu, Nak. Kamu istirahat, ya. Tubuhmu belum pulih.”

Burak menatap putranya tajam setelah melihat bagaimana Husna memeluk Ava dengan penuh kasih sayang.

“Jovan, ajak istrimu ke kamar utama. Biarkan dia beristirahat di tempat yang seharusnya menjadi rumahnya.”

Jovan yang sejak tadi berdiri langsung menggelengkan kepalanya.

“Husna sudah punya kamar sendiri, Yah. Dia lebih nyaman di sana.”

Burak mengeraskan rahangnya, lalu menatap putranya dengan tatapan seorang ayah yang tidak ingin mendengar pembelaan lagi.

Suasana ruang tamu mendadak hening. Hanya terdengar napas kecil Ava yang tertidur di pelukan Husna.

“Anak ini belum belajar arti kepemimpinan dan tanggung jawab. Jovan, kamu tidak hanya memalukan keluargamu, tapi juga melukai wanita yang sudah bersumpah menjadi istrimu. Kalau kamu masih ingin menyebut dirimu laki-laki, buktikan dengan sikap. Ajak istrimu ke kamar utama sekarang.”

Tatapan Burak menajam, membuat Jovan tak punya pilihan lain selain menunduk lebih dalam.

Sementara Mama Riana hanya bisa menatap keduanya dengan tatapan sendu.

“Pergilah, Van. Husna butuh istirahat, bukan perdebatan.”

Jovan menarik napas panjang, lalu melangkah mendekati Husna.

“Ayo,” ucapnya singkat, suaranya terdengar menahan gengsi.

Husna tidak menjawab, hanya mengangguk pelan.

Ia menyerahkan Ava ke pelukan Mama Riana, lalu berjalan pelan di samping suaminya menuju kamar utama di lantai atas.

Langkah mereka menyisakan keheningan yang menekan.

Burak memandang punggung putranya dengan tatapan berat, sementara Mama Riana menatap Husna yang perlahan menghilang di balik tangga, membawa luka dan keberanian di waktu yang sama.

Setelah pintu kamar mereka tertutup, Mama Riana menghembuskan napas panjang dan berbalik ke arah suaminya.

“Nanti malam acaranya jam tujuh,” ucap Mama Riana pelan, suaranya sedikit serak karena menahan emosi.

“Entah apa yang akan terjadi, tapi aku ingin malam ini dunia melihat siapa sebenarnya Husna. Bukan bayangan siapa pun, tapi dirinya sendiri.”

Burak menatap istrinya dan mengangguk perlahan.

“Ya, Ma. Malam ini, biar semua orang tahu perbedaan antara kelemahan dan keteguhan hati.”

Burak mengajak istrinya untuk masuk kedalam kamar.

Sementara itu dikamar utama dimana Jovan menatap wajah Husna dengan penuh kebencian.

“Bagus sekali, Husna. Kamu benar-benar tahu caranya membuat orang percaya kalau kau korban.”

Husna menoleh perlahan, matanya memerah tapi tatapannya tetap tenang.

“Apa maksudmu, Van?”

“Maksudku? Jangan pura-pura tidak tahu. Kamu pikir aku tidak mengerti permainanmu? Kamu buat dirimu seolah-olah disiksa, agar Papa dan Mama membelaku seperti anak kecil yang tak punya hati.”

“Permainan? Van, aku berdarah karena kamu. Aku jatuh karena kamu kunci aku di kamar itu.”

Jovan melangkah maju, wajahnya kini hanya sejengkal dari wajah Husna.

“Sudahlah, Husna. Kamu bahkan sempat berdandan sebelum datang ke rumah, kan? Luka di kepalamu itu kecil, tapi kamu biarkan diperban agar terlihat dramatis. Agar mereka simpati.”

Perkataan Jovan membuat dada Husna kembali sakit.

Tangannya yang masih gemetar perlahan mengepal di sisi tubuhnya.

“Aku tidak butuh simpati siapa pun, Van. Kalau aku ingin menarik perhatian orang tuamu, aku sudah melakukannya sejak awal. Tapi aku memilih diam, menanggung semuanya sendiri.”

Jovan tersenyum miring, seolah mengejek keberanian istrinya.

“Diam? Kau bahkan membuat Papa datang dari Kanada hanya untuk melihatmu terbaring lemah di sofa. Itu bukan diam, Husna. Itu rencana yang sangat rapi.”

Husna menatapnya lurus-lurus, air matanya menetes tanpa bisa ditahan.

“Kalau kamu pikir aku berpura-pura sakit hanya untuk mencari perhatian, berarti kamu tidak pernah mengenalku sedikit pun, Jovan.”

Suasana di kamar mendadak sunyi dan untuk pertama kalinya, nada suara Husna mengandung kekecewaan yang lebih dalam daripada rasa takut.

“Selama ini aku bertahan bukan karena ingin dikasihani, Van. Aku bertahan karena aku mencintai anakmu. Karena aku janji akan melindungi Ava, meski ayahnya sendiri tidak bisa mengendalikan amarahnya.”

Wajah Jovan menegang, rahangnya mengeras.

Namun Husna tidak berhenti.

“Kamu boleh hina aku sesukamu, Van. Kamu boleh sebut aku pengganti, bayangan, bahkan pembohong. Tapi satu hal yang tidak bisa kamu ubah kalau aku tidak pernah berpura-pura. Aku hanya terluka.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!