NovelToon NovelToon
TRANSMIGRASI : AKU JADI NYAI

TRANSMIGRASI : AKU JADI NYAI

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Transmigrasi / Era Kolonial / Nyai
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Dhanvi Hrieya

Sekar tak pernah menyangka, pertengkaran di hutan demi meneliti tanaman langka berakhir petaka. Ia terpeleset dan kepala belakangnya terbentur batu, tubuhnya terperosok jatuh ke dalam sumur tua yang gelap dan berlumut. Saat membuka mata, ia bukan lagi berada di zamannya—melainkan di tengah era kolonial Belanda. Namun, nasibnya jauh dari kata baik. Sekar justru terbangun sebagai Nyai—gundik seorang petinggi Belanda kejam—yang memiliki nama sama persis dengan dirinya di dunia nyata. Dalam novel yang pernah ia baca, tokoh ini hanya punya satu takdir: disiksa, dipermalukan, dan akhirnya dibunuh oleh istri sah. Panik dan ketakutan mencekik pikirannya. Setiap detik terasa seperti hitungan mundur menuju kematian. Bagaimana caranya Sekar mengubah alur cerita? Apakah ia akan selamat dari kematian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhanvi Hrieya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 10. POSESIF

Kedua kelopak mata Sekar berkedip dua kali, ia pulang dari rumah sakit lebih awal. Tanpa memberi kabar pada Johan, baginya kembali ke batalyon tidaklah sulit. Apalagi ada ajudan Johan yang mengawasi serta mengantarnya pulang dengan mobil, Sekar memaksakan senyum. Johan mengayunkan kedua tungkai kaki panjangnya memasuki rumah, berdiri berhadapan dengan Sekar.

"Kapan Jendral pulang?" tanya Sekar kembali mengulang pertanyaan yang sama.

Alis mata Johan terangkat tinggi ke atas, ia pulang bersama dua orang lainya. Johan lebih dahulu turun dari mobil, saat ia sampai di teras rumah Johan melihat Sekar keluar dari dalam kamar melangkah pelan-pelan menuju jendela. Mengintip gubenur jendral dan gadis yang ia bawa dengan tatapan mata penasaran, Johan memilih memperhatikan gelagat aneh sang gundik.

"Sudah dari tadi," jawab Johan jujur, "dari awal kamu keluar dari kamar dan diam-diam mengawasi bawahanku."

Sekar terkekeh dibuat-buat, dan mengangguk sekilas. "A—aku memperhatikan mereka karena ini pertama kalinya aku melihat gadis seanggun itu, dia seperti Tuan putri bangsawan," sahut Sekar tergagap, dan kembali memaksakan senyum.

Alis mata tebal yang ditarik tinggi ke atas diturunkan, Johan melangkah menuju kursi kayu jati dengan ukiran rumit. Duduk menyandarkan punggung belakangnya, Sekar menggaruk leher belakangnya.

'Apakah aku menanyakan pertanyaan yang tidak seharusnya aku tanya dan aku ketahui?' Sekar berdiri kaku, otot wajahnya mendadak tegang.

Johan mengeluarkan cerutu dari tas yang ia bawa, dinyalakan dengan santai saat jari jemari panjangnya mengapit batang ramping cerutu. Asap putih mengepul di udara, manik mata biru dingin itu kini berpindah dari cerutu di tangannya ke arah Sekar yang masih berdiri kaku.

"Duduklah," titah Johan setelah ia mengembuskan asap keluar dari mulutnya.

Kelopak mata Sekar berkedip dua kali, ia melirik ke arah gumpalan asap yang melayang-layang di udara. Dari sekian banyak hal yang tidak ia sukai dari seorang lelaki, ini adalah salah satunya. Sekar meringis kecil, melirik ke arah asap rokok.

"Aku berdiri di sini saja, aku tidak bisa terpapar asap rokok. Asapnya membuat pernapasanku terganggu," tolak Sekar ia mengulum bibirnya yang mendadak kering.

Alis mata tebal Johan mengerut, ia menunduk meletakkan cerutu di atas asbak. Sekar memperhatikan pergerakan Johan, pria berdarah dingin itu melepaskan cerutu yang baru ia nikmati begitu saja.

"Ayo duduk di sini!" Johan menepuk permukaan pahanya dengan tatapan mata yang jauh lebih lembut dari sebelumnya.

Sekar meneguk kasar air liur di kerongkongannya, selama beberapa hari belakangan ia berinteraksi dengan pria berambut pirang ini. Ia masih belum terbiasa dengan sentuhan Johan namun, terlalu takut untuk menolak jendral berdarah dingin satu ini.

Sekar mengepalkan kedua tangannya, menekan perasaan tak suka yang bergelayut di hatinya. Sekarang ia harus main aman, ia tak ingin dicurigai oleh Johan. Apalagi setelah kesalahan yang ia perbuat, sebagai wanita dari abad ke-21. Sekar paham betul pria ini adalah tipikal lelaki yang otoriter, pria positif, dan memiliki ego yang tinggi. Demi keselamatan nyawanya, Sekar mengayunkan kedua tungkai kakinya duduk perlahan di atas pangkuan Johan.

Kedua tangannya melingkar pinggang Sekar, sekilas garis bibir Johan terangkat naik. Tangan kanannya bergerak menyentuh kebaya Sekar, tangan Sekar sigap mengentikan telapak tangan Johan. Atensi Johan bergerak dari perut Sekar ke arah wajah Sekar, ekspresi wajah Sekar tampak jelas ia dilanda kecemasan. Ia kehilangan ketenangannya menghadapi Johan, dahi putih Johan berlipat.

"Jangan sentuh itu," kata Sekar mencicit karena cemas, "sakit."

Ia tak ingin Johan melihat luka yang sengaja ia torehkan, takut sekali jika pria ini tahu sandiwara yang tengah ia lakoni. Johan mengulum bibirnya dengan gerakan slow motion, dengan mata menatap lurus ke arah wajah Sekar.

"Aku akan mencari tau siapa pria sialan yang sudah melukaimu, Nyai. Kamu tenang saja, dia tidak akan pernah memiliki nasib baik karena telah berani menyentuh Nyai-ku. Mulai sekarang, aku akan menepati penjaga di sini dan kemana pun kamu pergi," tutur deep voice berat seksi Johan, sentuhan di pinggang Sekar terasa jauh lebih erat dari sebelumnya.

Air liur yang Sekar teguk terasa seperti sekam, ia tak menyangka jika Johan terlalu protektif pada Sekar yang hanya seorang gundik. Pria ini tidak benar-benar jatuh hati padanya bukan, Sekar tak ingin seumur hidup berada di sisi Johan. Pria ini seperti dua mata pisau untuk Sekar, jika ia menggunakannya dengan baik Johan bisa menjadi pelindungnya. Namun, jika ia salah langkah Johan bisa menjadi malaikat maut untuk Sekar.

"..., itu rasanya tidak diperlukan," tukas Sekar lirih, "aku sekarang baik-baik saja. Yang terjadi padaku itu tak akan terjadi kedepannya."

Johan mencondongkan tubuhnya ke arah Sekar, saat puncak hidungnya bersentuhan dengan kulit leher Sekar. Wanita berparas ayu itu menahan napas, semburan napas hangat mengenai kulit lehernya. Johan memejamkan kedua kelopak matanya, menghirup aroma tubuh Sekar dalam-dalam.

Jari jemari kaki Sekar ditekuk, wajah putihnya memerah karena perlakuan Johan. Tangan yang berada di atas bahu Johan meremas permukaan pakaian dinas Johan, jujur saja ia merasa sering bergidik ngeri saat berada di sisi Johan. Pria yang kini memeluk punggungnya posesif sudah seperti hewan buas yang bertemu mangsa empuk, Sekar menggelepar turun dengan paksa dari pangkuan Johan.

"Ak—aku tidak bisa! Aku terluka Jendral," ujar Sekar yang merasa terancam bahaya.

Tanpa mendengar jawaban Johan, Sekar terburu-buru kembali ke kamarnya mengunci pintu dari dalam. Pria itu gila, dan Sekar tak ingin disentuh lebih jauh lagi. Ia bukanlah sosok Sekar yang ada di buku novel, ia merasa tidak nyaman dan tidak aman.

"Gila! Aku harus apa? Aku tidak mau menjadi wanita yang harus melayani pria seperti itu," monolog Sekar lirih.

Ketukan di daun pintu membuat Sekar tersentak dari pemikiran rumitnya, Sekar menoleh ke belakang.

"Nyai! Air hangat untuk Nyai sudah aku siapkan, aku akan membantu Nyai membersihkan badan!" seruan Ratna di balik pintu terdengar nyaring.

Sekar mengusap dadanya yang berdebar keras saat ini, bohong kalau ia tak merasa ketakutan. Takut jika yang mengetuk pintu adalah Johan, pria yang setengah mati ingin ia hindari. Sekar membuka pintu, kepalanya menyembul di balik celah pintu yang terbuka. Ratna mengerutkan dahinya tak paham dengan tingkah aneh sang majikan, Ratna melongok ke arah ruang tamu depan.

"Kenapa Nyai?" tanya Ratna mengerutkan dahinya.

"Ssstt! Pelan-pelan bicarakan." Sekar menempelkan jari telunjuknya pada permukaan bibirnya meminta Ratna untuk tindak berbicara keras-keras.

Ranta mengangguk, "Air hangat sudah aku siapkan, Nyai harus bersiap-siap sekarang. Katanya malam ini Jendral akan makan malam dengan orang penting."

Ratna berbicara sepelan mungkin, suaranya masih terdengar jelas di indera pendengaran Sekar.

"Orang penting," ulang Sekar berbisik, "siapa mereka?"

Ratna menggeleng, "Tidak tau, aku tidak berani bertanya pada Jendral."

Sekar mendesah berat, dan mengangguk. Ia keluar dari kamar kembali melangkah menuju kamar mandi, mengikuti Ratna dari belakang. Menjadi nyai sangat melelahkan, meskipun statusnya hanya sebagai seorang gundik. Ia diseret ke sana dan ke sini sesuka Johan, tak bisa menolak meskipun ia keberatan dengan perintah Johan.

Bersambung..

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!