Di dunia Eldoria, sihir adalah fondasi peradaban. Setiap penyihir dilahirkan dengan elemen—api, air, tanah, angin, cahaya, atau bayangan. Namun, sihir bayangan dianggap kutukan: kekuatan yang hanya membawa kehancuran.
Kael, seorang anak yatim piatu, tiba di Akademi Sihir Eldoria tanpa ingatan jelas tentang masa lalunya. Sejak awal, ia dicap berbeda. Bayangan selalu mengikuti langkahnya, dan bisikan aneh terus bergema di dalam kepalanya. Murid lain menghindarinya, bahkan beberapa guru curiga bahwa ia adalah pertanda bencana.
Satu-satunya yang percaya padanya hanyalah Lyra, gadis dengan sihir cahaya. Bersama-sama, mereka berusaha menyingkap misteri kekuatan Kael. Namun ketika Gong Eldur berdentum dari utara—suara kuno yang konon membuka gerbang antara dunia manusia dan dunia kegelapan—hidup Kael berubah selamanya.
Dikirim ke Pegunungan Drakthar bersama tiga rekannya, Kael menemukan bahwa dentuman itu membangkitkan Voidspawn, makhluk-makhluk kegelapan yang seharusnya telah lenyap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 – Kota Ardyn
Kota Ardyn berdiri megah di kaki pegunungan, dikelilingi tembok batu putih menjulang yang memantulkan sinar matahari sore. Dari kejauhan, kota itu tampak seperti permata bercahaya—namun di balik kemegahannya, Kael merasakan hawa dingin yang tak kalah menusuk dibanding kabut lembah.
Mereka memasuki gerbang utama dengan surat jalan dari Akademi yang dibawa Elira. Pasukan penjaga berzirah perak memandang mereka dengan penuh curiga, terutama ketika tatapan mereka berhenti pada Kael. Tatapan itu—tak perlu kata—sudah cukup untuk mengatakan: kau bukan bagian dari kami.
“Lihat itu,” bisik Soren dengan suara rendah. “Bahkan sebelum kita bicara, mereka sudah menilai.”
Elira menarik napas panjang. “Itulah Ardyn. Tempat penuh aturan, penuh mata yang selalu mengawasi.”
Di dalam kota, jalanan dipenuhi pedagang, pengrajin, dan rakyat jelata yang sibuk dengan urusan mereka. Namun sesekali, bisikan-bisikan terdengar ketika mereka melihat rombongan Kael. Beberapa menunjuk ke arah Kael, lalu berbisik takut, seolah mengenali sesuatu dalam sorot matanya.
Lyra meraih tangan Kael sebentar. “Abaikan mereka. Kita di sini untuk tujuan yang lebih besar.”
Mereka akhirnya tiba di Istana Ardyn, tempat para petinggi kerajaan dan dewan sihir berkumpul. Ruang sidang luas dipenuhi ukiran emas dan pilar marmer. Di ujung ruangan, duduklah para anggota Dewan Arcanum, sekumpulan penyihir tertinggi Eldoria.
Seorang lelaki tua berjanggut putih, Archmage Deylon, membuka pertemuan dengan suara berat. “Kalian dipanggil ke sini bukan tanpa alasan. Kami sudah mendengar laporan tentang serangan Voidspawn. Namun…” tatapannya menajam ke arah Kael, “…ada satu hal yang lebih mencemaskan. Anak ini.”
Kael menegang.
“Dia membawa bayangan dalam dirinya,” lanjut Deylon. “Kita tahu tanda-tanda itu. Leluhur kita sudah memperingatkan bahwa warisan kegelapan tidak boleh dibiarkan berkeliaran bebas. Bayangan tidak pernah setia pada cahaya.”
Ruangan bergemuruh dengan bisikan. Beberapa anggota dewan mengangguk, yang lain menatap dengan ngeri.
Soren maju selangkah, menahan amarah. “Kalau bukan karena dia, lembah itu sudah jatuh ke tangan Voidspawn. Kael menyelamatkan kami!”
“Dengan kekuatan yang sama yang bisa menghancurkan kita semua,” sahut seorang penyihir wanita berkerudung biru. “Kalian membawa bencana ke dalam tembok kota ini.”
Kael mengepalkan tinjunya, namun Lyra berdiri di depannya. “Dia bukan bencana. Dia teman kami. Dan kalau Eldoria ingin selamat, kalian harus mendengarkan apa yang kami temukan.”
Elira mengangkat gulungan berisi salinan ukiran dari lembah kabut. “Kami menemukan catatan kuno. Gerbang Bayangan ada di Drakthar. Jika tidak ditutup, Eldoria akan tenggelam dalam kegelapan. Dan satu-satunya yang bisa melakukannya… adalah dia.” Ia menatap Kael.
Ruangan kembali gaduh. Beberapa penyihir berbisik dengan wajah pucat. Archmage Deylon mengetuk tongkatnya, suara logam menggema, menenangkan ruangan.
“Jadi, kalian ingin kami percaya bahwa keselamatan Eldoria terletak pada seorang anak bayangan?”
Lyra menjawab tegas, “Ya. Karena tanpa dia, tidak ada harapan.”
Keheningan panjang. Lalu Deylon berkata, “Kalau begitu, kita akan menguji kebenaran kata-kata kalian. Kael, kau akan diuji di Arena Arcanum. Kalau kau bisa membuktikan bahwa kau bisa mengendalikan bayanganmu, kami akan mendengar. Jika tidak…”
Tatapannya tajam, seolah pedang. “…kau akan dimurnikan. Dengan cara apa pun.”
Kael menelan ludah. Kata “dimurnikan” jelas berarti satu hal: mereka akan memusnahkannya jika ia gagal.
Soren mendengus. “Ujian atau jebakan, Kael?”
Kael menatap lantai marmer putih di bawah kakinya. Ia tahu tidak ada pilihan lain. “Kalau itu satu-satunya cara membuat mereka percaya, aku akan melakukannya.”
Lyra memegang tangannya erat. “Apapun yang terjadi, aku akan ada di sisimu.”
Dari sudut ruangan, Elira menatap gelisah, sedangkan Soren menghunus pedang setengah, seakan siap melawan siapa pun yang menyakiti Kael.
Archmage Deylon mengangguk. “Besok, saat matahari terbit, Arena Arcanum akan menjadi saksi. Mari kita lihat apakah kau penyelamat… atau sekadar bayangan lain yang harus dihapus.”
---