Di tengah derasnya hujan di sebuah taman kota, Alana berteduh di bawah sebuah gazebo tua. Hujan bukanlah hal yang asing baginya—setiap tetesnya seolah membawa kenangan akan masa lalunya yang pahit. Namun, hari itu, hujan membawa seseorang yang tak terduga.
Arka, pria dengan senyum hangat dan mata yang teduh, kebetulan berteduh di tempat yang sama. Percakapan ringan di antara derai hujan perlahan membuka kisah hidup mereka. Nayla yang masih terjebak dalam bayang-bayang cinta lamanya, dan Arka yang ternyata juga menyimpan luka hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rindi Tati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 10
Cinta di Bawah Hujan
Keesokan harinya, langit cerah. Untuk pertama kali setelah berhari-hari, kota itu disinari cahaya matahari yang hangat. Jalanan masih basah, dedaunan masih meneteskan sisa air, tapi udara pagi membawa rasa segar yang berbeda. Nayla berdiri di depan jendela rumahnya, menatap birunya langit dengan perasaan campur aduk.
Malam sebelumnya terus terngiang di kepalanya—tatapan mata Arka, genggaman tangannya, dan kata-kata sederhana yang terasa begitu tulus. Nayla menghela napas panjang. Ia sadar, hatinya yang selama ini ia kunci rapat mulai goyah.
Siang itu, ponselnya bergetar. Sebuah pesan singkat masuk dari Arka:
“Aku di taman. Tempat biasa. Kalau kamu mau datang, aku tunggu.”
Nayla menatap layar ponselnya cukup lama sebelum akhirnya mengambil tas kecil dan melangkah keluar. Hatinya masih penuh tanya, tapi ada dorongan kuat yang membawanya ke sana.
Sesampainya di taman, ia melihat Arka duduk di bangku yang kemarin basah oleh hujan. Kali ini bangku itu kering, disinari matahari, namun kehadiran Arka tetap membawa rasa yang sama—hangat sekaligus menegangkan.
“Kamu datang,” sambut Arka dengan senyum lega.
Nayla hanya mengangguk, lalu duduk di sampingnya. Mereka berdua terdiam, menikmati angin sepoi dan suara anak-anak yang bermain di kejauhan.
“Aku nggak nyangka hari ini cerah,” kata Nayla akhirnya.
Arka menoleh, matanya lembut. “Hujan nggak turun setiap hari. Tapi kalau pun nanti hujan datang lagi, aku pengen kita hadapin sama-sama.”
Kalimat itu membuat dada Nayla terasa hangat. Ia menunduk, meremas ujung roknya, lalu berkata pelan, “Aku masih takut, Ark. Tapi… aku juga nggak bisa bohong. Aku bahagia kamu ada di sini lagi.”
Arka meraih tangannya, kali ini lebih mantap dari sebelumnya. “Nay, kita nggak perlu buru-buru. Kita nggak harus langsung punya semua jawaban. Yang penting, kita mau jalanin ini bareng.”
Mata Nayla berkaca-kaca. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa siap membuka hatinya kembali. Ia mengangguk pelan, lalu tersenyum. “Baiklah. Kita coba lagi. Tapi kali ini… jangan tinggalkan aku saat hujan turun.”
Arka tertawa kecil, menatapnya penuh janji. “Aku janji. Kalau hujan turun lagi, aku akan selalu ada di sampingmu.”
Mereka terdiam, membiarkan kata-kata itu mengalir dan meresap. Angin bertiup lembut, membawa aroma tanah yang masih basah. Dan meskipun hari itu hujan tak turun, keduanya tahu bahwa hujan akan selalu menjadi saksi perjalanan cinta mereka—cinta yang pernah retak, namun kini berusaha disatukan kembali.
Di bawah sinar matahari yang hangat, hati mereka perlahan menemukan jalannya pulang. Dan di dalam hati Nayla, kalimat itu terpatri kuat:
Cinta di bawah hujan ini tidak pernah benar-benar berakhir. Ia hanya menunggu waktu untuk tumbuh kembali.
Nayla hanya mampu menelan ludah. Ia bimbang. Bagaimana untuk hasilnya kedepan?
Memang ini menjadi cinta pertama bagi Nayla. Namun, dalam hati kecilnya ia masih ragu akan keseriusan Arka.
Nayla melanjutkan kegiatannya di sela-sela kebingungannya. Ia terlihat santai saat melakukan kegiatannya.
Setelah kembali memasuki kamar indah nan sederhana itu, ia kembali merajut pertanyaan yang telah diucapkan Arka.
Hari indah bagaikan musim semi yang telah melanda hati Nayla. Dimana bunga didalam hatinya telah mekar menunjukkan bahwa ia telah merasakan cinta lama yang telah bersemi kembali.