NovelToon NovelToon
Detektif Dunia Arwah

Detektif Dunia Arwah

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP / Hantu
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Nadinachomilk

Seorang detektif muda tiba-tiba bisa melihat arwah dan diminta mereka untuk menyelesaikan misteri kematian yang janggal.

Darrenka Wijaya, detektif muda yang cerdas namun ceroboh, hampir kehilangan nyawanya saat menangani kasus pembunuh berantai. Saat sadar dari koma, ia mendapati dirinya memiliki kemampuan melihat arwah—arwah yang memohon bantuannya untuk mengungkap kebenaran kematian mereka. Kini, bersama dua rekannya di tim detektif, Darrenka harus memecahkan kasus pembunuhan yang menghubungkan dua dunia: dunia manusia dan dunia arwah.

Namun, bagaimana jika musuh yang mereka hadapi adalah manusia keji yang sanggup menyeret mereka ke dalam bahaya mematikan? Akankah mereka tetap membantu para arwah, atau memilih mundur demi keselamatan mereka sendiri?

Update setiap hari,jangan lupa like dan komen

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadinachomilk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 10 PANTI KASIH 2

Gavin dan Darren akhirnya tiba di ruang administrasi,Bu Lina membukakan pintu lalu mereka berdua masuk. Di ruangan itu terlihat foto foto para donatur.

Di mobil Selina san Jena masi fokus menatap layar melihat apa yang terjadi disana.

"Lin,buru cari itu siapa aja yang donasi"

"Iya jen,gue cari"

Selina menggerakan jarinya di keyboard laptopnya,lalu data orang orang yang donasi muncul. Di balik kamera Darren masi bergerak gerak mendekat untuk membantu Selina lebih mudah mendapat informasi.

"Mari duduk pak"ajak Bu Lina.

Darren dan Gavin pun duduk. Bu Lina pun ikutan duduk tepat di kursi depan Gavin dan Darren.

Bu lina membuka percakapan "Jadi bapak ini mau donasi di panti ini ya?kalau boleh tau bapak dari perusahaan apa?"

Gavin dan Darren nampak bingung sebentar,lalu terdengar suara Jena dari balik speaker earpiecenya.

"Perusaan Neona corp"kata Jena.

"Oh kami dari perusahaan Neona corp"kata Darren dengan senyum datarnya.

"Oh ya bu,biasanya yang pada donasi disini sekitar berapa?"tanya Gavin dengan penasaran.

"Biasanya, minimal donasi di sini lima juta. Tapi kalau mau lebih, kami tentu sangat berterima kasih” jawab Bu Lina dengan senyum ramahnya.

Darren hanya mengangguk, lalu meletakkan koper hitam di samping kursinya. Gavin yang sejak tadi memperhatikan ruangan itu dindingnya penuh foto para donatur. Dan melihat foto anak anak yang sedang dipantai.

"Kalau boleh tahu, Bu berapa jumlah anak-anak di sini sekarang? Dan biasanya ada program apa saja untuk mereka?" tanya Gavin mencoba memperpanjang pembicaraan.

Bu Lina menghela napas kecil, seperti sedang menghafal jawaban.

"Sekarang ada sekitar tiga puluh anak. Kami ada program belajar sore, juga kegiatan keagamaan. Donasi-donasi itu biasanya kami gunakan untuk makan, seragam, dan kegiatan anak-anak"

Gavin dengan nada bercanda berkata,"emang udang donasinya ga cukup buat perbaikan panti ini kah bu?"

Bu lina gelagapan mau menjawab,"ehh..iiiyaa,donasinya ga cukup buat perbaikan bangunan ini"

"Oh kalau gitu kami mau donasi buat perbaikan"kata Darren sambil menatap bu Lina yang kelihatan gugup.

"iii....yaa terimakasih pak"

Gavin mencondongkan badan, matanya menyapu deretan pigura di dinding. Ia menunjuk salah satunya seorang pria dengan jas mahal tersenyum lebar di depan spanduk “Donasi Besar Panti Kasih”.

"Wah ini salah satu donatur besar ya, Bu? Siapa beliau?" Gavin berpura pura kagum.

Bu Lina sempat terdiam sepersekian detik sebelum tersenyum tipis.

"Oh itu Pak Andre. Beliau sudah lama menjadi donatur tetap kami. Beliau sangat peduli dengan anak-anak di sini"

"Beliau donatur saja atau pemilik panti ini?"tanya Darren.

"Beliau hanya donatur saja,pemiliknya bu Liora. Nanti kalau bu Lio kesini saya akan beritahu bapak kalau bapak mau bertemu langsung" kata Bu Lina menjelaskan.

"Boleh bu,nomor saya ada di dalam koper ini"Darren menepuk nepuk koper itu.

"Oh ya bu kami berdua mau lihat lihat kondisi panti ini sama anak anak disini" Gavin berkata sambil mengajak Darren berdiri.

"Baik pak mari saya antar"

Mereka bertiga pun keluar dari ruang administrasi terlihat anak anak berlari lari ada juga yang cuman duduk diam. Mari pak kita mulai dari taman belakang.

Mereka bertiga berjalan melewati lorong panjang dengan cat dinding yang mulai terkelupas. Bau lembap dan apek tercium menusuk hidung Darren, membuat langkahnya terasa semakin berat. Gavin menatap sekeliling dengan alis berkerut, mencoba tetap menjaga ekspresi ramah di depan Bu Lina.

Sesampainya di taman belakang, beberapa anak tampak berlari tanpa alas kaki di tanah berdebu, sebagian lain hanya duduk diam di sudut, memeluk lutut, menatap kosong seolah sudah kehilangan semangat bermain.

"Ini, pak taman belakang. Anak-anak biasanya main di sini. Memang sederhana,beluk sempat direnovasi" Bu Lina berusaha tersenyum, meski nada suaranya terdengar canggung.

Gavin menoleh ke arah sebuah ayunan besi yang sudah berkarat, talinya hampir putus.

"Sederhana sih iya, bu tapi ini kayaknya berbahaya kalau dipakai terus. Kalau bisa diperbarui nanti malah membahayakan anak anak"

Darren menahan diri untuk tidak langsung bereaksi. Matanya menangkap seorang anak perempuan berambut kusut duduk di pojok, memeluk boneka tanpa mata yang sudah sobek. Sekilas, Darren merasa anak itu menoleh padanya dengan tatapan sendu tatapan yang sama dengan yang ia lihat di dunia arwah. Dadanya mendadak sesak.

Mereka lalu diarahkan masuk ke ruang tidur anak-anak. Begitu pintu dibuka, bau pengap langsung menyeruak. Tempat tidur susun kayu reyot memenuhi ruangan, masing-masing kasur tipis itu dijejali hingga sepuluh anak dalam satu kamar. Bantal compang-camping, selimut lusuh penuh bercak, dan hanya ada satu kipas tua yang berputar lemah di langit-langit.

"Ya Tuhan" kata Gavin lirih, menutup hidungnya dengan punggung tangan.

Bu Lina menoleh, wajahnya agak kikuk.

"Maklum, pak donasi memang ada, tapi kami harus bagi rata untuk semua kebutuhan"

Darren memperhatikan detail ruangan itu dengan seksama. Buku-buku yang ada di rak hanya setumpuk lusuh, sebagian halaman sobek, dan catatan kecil anak-anak yang seharusnya penuh warna malah terlihat monoton.

Jena dan Selina yang melihat itu dari balik kamera merasa kesal.

"Gila tampat apaan,terus uang yang donasi itu masuk ke mana?"kata Jena.

"Ga layak huni setia tahun 1milyar,kalau di buat ngurusin panti kecil ini aja bisa jadi rumah mewah kayak di film" Kata Selina.

"Jadi gimana Lin,ada berapa data yang bisa lo temuin tentang sekolah ini dari hal hal yang ada dipanti"

"Dari foto di ruang administrasi ada sekitar 10 orang yang selalu donasi di tempat ini yang gue curigain 5 diantarnya keluarga andre kalau 5 lainnya yang 3 itu orang terkenal,kalau yang dua kayaknya emang pure mau donasi.

Kembali ke keadaan di dalam panti. Gavin dan Darren masi syok melihat lebih jelas keadaan panti itu sedangkan Bu Lina hanya tersenyum kaku. Sampai akhirnya.

"Bu saya mau ke toilet dulu,dimana ya toiletnya?"

"Disana pak nanti bapak lurus terus belok kanan disana ya" Bu Lina mengarahkan sambil menunjuk salah satu lorong.

Darren mengangguk lalu berjalan ke arah itu,sebenernya Darren hanya mau menyelidiki tanpa ada Bu Lina.

Darren berjalan perlahan menyusuri lorong sempit itu. Suara langkah sepatunya sengaja dipelankan, hampir tak terdengar. Cahaya lampu neon redup di atas kepalanya berkelap-kelip, membuat suasana semakin menegangkan.

Ia berhenti di depan salah satu kamar. Dari balik jendela kecil, Darren melihat beberapa anak terbaring di ranjang ada yang tidur, ada yang hanya menatap kosong ke langit-langit.

Namun matanya membelalak ketika dari ujung lorong, tampak dua pria berbadan besar menyeret seorang anak kecil. Anak itu pingsan, tubuh mungilnya lunglai, hanya sesekali terdengar suara napas beratnya.

"Anjir,apa itu?" Darren bergumam, nadanya penuh amarah tertahan.

Ia segera menempelkan tubuhnya ke dinding, mengintai dengan hati-hati. Kedua pria itu melangkah cepat menuju ke sebuah ruangan besar yang dindingnya dihiasi beberapa lukisan tua.

Darren mengikuti mereka, setiap langkahnya penuh perhitungan. Saat ia mendekat, salah satu pria mendorong sebuah lukisan besar bergambar pemandangan. Tiba-tiba terdengar suara.

Klik

Lalu lantai bergetar pelan dan terbuka ke bawah, menampakkan sebuah pintu rahasia berbentuk persegi yang langsung menurun seperti lift manual atau tangga tersembunyi.

"Oh shit ada pintu rahasia di sini?" Darren berbisik, wajahnya tegang.

Ia menunggu beberapa detik, memastikan para pria itu sudah turun lebih dulu sambil membawa anak malang tadi. Begitu yakin, Darren merunduk, lalu melangkah perlahan mendekati lukisan itu. Tangannya menyentuh bingkai kayu dingin, mendorongnya pelan.

Kreeek!

Bunyi engsel membuat bulu kuduknya merinding.

Darren menatap ke dalam sebuah tangga besi spiral menurun ke bawah tanah, remang-remang diterangi lampu kuning redup. Dari bawah samar-samar terdengar suara logam beradu, seperti pintu besi yang ditutup rapat.

Darren menelan ludah, lalu menyentuh earpiece di telinganya.

"Gue nemu sesuatu ada ruangan bawah tanah. Mereka bawa anak kecil ke sini. Gue ikutin dulu, jangan ada yang nyusul, bisa ketahuan"

Jantungnya berdetak kencang. Dengan napas ditahan, Darren melangkah menuruni tangga itu, menyusup lebih dalam ke rahasia kelam panti tersebut.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!