NovelToon NovelToon
Penghakiman Diruang Dosa

Penghakiman Diruang Dosa

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Spiritual / Iblis / Menyembunyikan Identitas / Barat
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: R.H.

⚠️ *Peringatan Konten:* Cerita ini mengandung tema kekerasan, trauma psikologis, dan pelecehan.

Keadilan atau kegilaan? Lion menghukum para pendosa dengan caranya sendiri. Tapi siapa yang berhak menentukan siapa yang bersalah dan pantas dihukum?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.H., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

10. Sebuah Amplop

Pagi itu aku menyiapkan roti panggang untuk sarapan. Aku yang ingin bergegas pergi bekerja mendapati Rafael masih terlelap di kamarnya.

"Bukannya anak itu harusnya udah ke sekolah," gumamku. Sebuah ide nakal muncul di kepalaku. Aku ke dapur, mengambil ember berisi air, lalu tanpa ragu menyiramkannya ke tubuhnya.

Rafael terlonjak kaget dan berdiri spontan. "Banjir! Banjir!" teriaknya. Aku hanya terkekeh kecil.

"Udah jam berapa ini? Bukannya berangkat sekolah, malah molor!" tegurku sambil melipat tangan di dada.

"Paman bikin kaget aja… aku kira beneran banjir. Lagian aku malas ke sekolah. Absen sehari nggak papa kan?" jawabnya, tersenyum lebar memperlihatkan gigi-giginya.

Aku menghela napas jengkel, lalu melempar ember sembarangan dan berjalan keluar. Baru saja sampai di pintu, Rafael memanggil lagi.

"Paman… aku ikut paman kerja."

Aku membanting pintu. Bocah ini benar-benar menguji kesabaran.

***

Siang itu aku duduk di warung mie ayam Pak Bruto, menatap langit kelabu lewat jendela. Hari ini terasa membosankan—tidak ada pelanggan, tidak ada pekerjaan berarti. Pak Bruto yang sudah tua memilih beristirahat, jadi aku yang menjaga warung.

Tiba-tiba pintu terbuka. Seorang wanita masuk bersama anak lelakinya. Mereka duduk di meja dekatku. Aku berdiri dan menghampiri.

"Permisi, mau pesan apa?" tanyaku ramah.

Begitu mataku bertemu dengan wajahnya, tubuhku menegang. Aku buru-buru menunduk, berharap dia tidak mengenaliku.

"Mie ayam dua," katanya pelan.

Aku hanya mengangguk, lalu kembali ke dapur. Namun, pandanganku terus melirik ke arah mereka. Ada sesuatu yang membuatku merasa canggung.

Saat pesanan selesai, aku membawanya ke meja. Ketika kuletakkan mangkuk di hadapan wanita itu, ia tersenyum.

"Bagaimana? Apa dia sudah kau bunuh?" bisiknya.

Aku terpaku. Jantungku berdetak cepat. Ternyata… dia mengenalku. Tama. Istri dari Aaron.

Aku mendekat sedikit, membalas bisikan dengan nada dingin. "Bagaimana kau tahu saya?"

Dia tertawa kecil, lalu menatap mataku lama. "Dari matamu, anak muda."

Aku membeku, tidak menjawab. Saat berbalik, ia tiba-tiba meraih tanganku. Aku menoleh cepat lalu mengerutkan kening.

"Terima kasih," ucapnya sambil tersenyum tipis.

Aku hanya berdehem, lalu kembali ke tempat duduk, membelakangi mereka. Namun, tatapannya terasa masih menempel di punggungku.

***

Tama menghabiskan suapan terakhir mie ayamnya dengan tenang, seakan tak pernah mengucapkan kata-kata yang barusan menusuk pikiranku. Ia mengeluarkan dompet, membayar pesanan, lalu… gerakannya sedikit berubah. Tangan kirinya menyelipkan sesuatu ke bawah nota pembayaran.

Sebuah amplop cokelat tipis.

Tatapan matanya singkat tapi penuh maksud. Aku mengangguk kecil, pura-pura tak peduli, lalu menyelipkan amplop itu ke bawah telapak tanganku.

Dia berdiri, menggandeng anaknya menuju pintu. Namun sebelum keluar, Tama menoleh sebentar, tersenyum samar. Ada sesuatu di senyuman itu lebih seperti, terima kasih.

Begitu mereka menghilang di balik pintu, aku segera duduk kembali. Tanganku sedikit gemetar saat menarik amplop itu dari bawah meja. Apa isinya? Uang? Foto? Atau… pesan ancaman?

Baru saja ujung amplop akan terkoyak, suara familiar memotong pikiranku.

"Paman."

Aku terkejut, spontan menyelipkan amplop itu ke saku celana. Menoleh cepat, mataku bertemu wajah Rafael. Bocah itu berdiri di sana, masih basah oleh gerimis di luar, tersenyum lebar sambil memperlihatkan gigi-giginya.

Aku menatapnya dengan emosi yang sudah di ambang batas. "Ngapain kamu di sini?" suaraku rendah, hampir menggeram.

Rafael hanya mengangkat bahu, matanya menyapu meja di depanku seolah mencoba menebak apa yang barusan kulakukan.

"Aku hanya ingin membantu paman." kata Rafael dengan nada polos yang—entah kenapa—terdengar mencurigakan di telingaku.

Aku malas menanggapi ocehan bocah itu. "Kalau mau bantu, sapu lantai. Habis itu, cuci semua piring kotor."

"Siap, paman!" jawabnya sambil memberi hormat berlebihan, senyum lebarnya nyaris membuatku ingin melempar sendok.

Aku memutar bola mata, menghela napas panjang. Rafael segera mengambil sapu di pojok warung, lalu mulai menyapu. Gerakannya seenaknya—lebih banyak menggeser debu ke sudut daripada benar-benar membersihkannya. Sesekali, dia melirik ke arahku.

Aku pura-pura tak peduli, tapi jemariku terus merasakan amplop di saku celana. Dingin dan tipis, seperti sedang berdenyut memanggilku untuk segera membukanya.

...*...

...*...

...Kalau suka sama cerita ini jangan lupa laik dan komen😊 biat author makin semangat tulis kelanjutannya. Terimakasih 😅...

1
dhsja
🙀/Scowl/
Halima Ismawarni
Ngeri au/Skull//Gosh/
R.H.: ngeri sedap-sedap au/Silent//Facepalm/
total 1 replies
Halima Ismawarni
seru
R.H.
Slamat datang di cerita pertama ku/Smile/ Penghakiman Diruang Dosa, semoga teman-teman suka sama ceritanya/Smile/ jangan lupa beri ulasan yang menarik untuk menyemangati author untuk terus berkarya/Facepalm/ terimakasih /Hey/
an
lanjut Thor /Drool/
an
lanjut Thor
an
malaikat penolong❌
iblis✔️
dhsja
keren /Hey/
dhsja
keren /Hey/
dhsja
Lanjut /Smile/
dhsja
Keren😖 lanjut Thor 😘
diylaa.novel
Haloo kak,cerita nya menarik
mampir juga yuk ke cerita ku "Misteri Pohon Manggis Berdarah"
R.H.: terima kasih, bak kak😘
total 1 replies
Desi Natalia
Ngangenin
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!