Queensa tak menyukai pernikahannya dengan Anjasmara. Meskipun pria itu dipilih sendiri oleh sang ayah.
Dijodohkan dengan pria yang dibencinya dengan sifat dingin, pendiam dan tegas bukanlah keinginannya. Sayang ia tak diberi pilihan.
Menikah dengan Anjasmara adalah permintaan terakhir sang ayah sebelum tutup usia.
Anjasmara yang protektif, perhatian, diam, dan selalu berusaha melindunginya tak membuat hati Queensa terbuka untuk suaminya.
Queensa terus mencari cara agar Anjasmara mau menceraikannya. Hingga suatu hari ia mengetahui satu rahasia tentang masa lalu mereka yang Anjasmara simpan rapat selama ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Paginya Queensa sudah tidak menemukan keberadaan suaminya. Kata Bu Ririn, orang yang selama ini Anjasmara gaji untuk melayaninya. Anjasmara pergi setelah pulang dari masjid usai sholat subuh.
"Saya diminta Bapak datang lebih awal, katanya Mba Queensa lagi nggak enak badan." ujar paruh baya itu sembari meletakkan sup ayam kampung kuah bening untuk Queensa.
"Lagi nggak pengen makan, Bu." tolak Queensa sembari mendorong mangkuk dihadapannya. tiba-tiba nafsu makan perempuan itu hilang pagi ini, padahal biasanya asal itu sup ayam kampung Queensa begitu lahap menikmatinya.
Ada marah yang tak bisa dijelaskan, hatinya juga menolak mengakui jika itu karena ketidak beradaan suaminya pagi ini.
"Apaan sih?" Queensa menepis pikirannya.
Queensa merasa kesal dengan dirinya sendiri, ia bad mood tanpa sebab. Ia juga skeptis jika perubahan moodnya karena ketidak beradaan Anjasmara pagi ini.
Lagipula selama ini antara dia dan Anjasmara sama sekali tidak ada kemisti. Mereka memang tidak cocok satu sama lain.
Waktu begitu terasa lambat untuk Queensa, tapi hingga pukul dua siang, belum ada sebutir nasi pun yang masuk kedalam perutnya.
Hingga jam dinding menunjukkan pukul tiga sore seorang pria datang dengan langkah terburu-buru.
"Kenapa nggak mau makan?" Suara tegas dari arah pintu itu mengusik rungu Queensa yang asik berbaring dengan segala ketidaknyamanannya hari ini.
Bibirnya mengeluarkan suara dengusan keras mendengar pertanyaan pria itu. Ini sangat tidak adil menurutnya, perempuan yang ceria seperti dirinya harus mendapat pasangan yang dingin dan sangat membosankan.
Dari tempatnya berbaring Queensa bisa merasakan Anjasmara menyorotnya tajam, penuh ketegasan dan...kedewasaan.
Queensa kaget saat tangannya di raih oleh Anjasmara di dudukan di bibir ranjang. "Saya tidak perduli sekalipun kamu tidak mencintai saya bahkan berharap bisa segera cerai secepatnya. Namun satu yang harus kamu tahu, Queensa. Kamu harus jaga anak ini. Suka atau tidak suka! Kamu ingin menyakitinya dengan mogok makan seperti ini? Begini caramu menyakiti saya?"
Queensa menatap wajah Anjasmara penuh benci. Sama sekali tidak perduli dengan ucapannya. Queensa berdecak, "Ya, aku memang tidak mencintaimu. Bahkan aku berharap mati saja agar bisa jauh darimu. Namun aku tidak senista itu! Ini juga anakku dan kamu tidak perlu menitahku seakan aku adalah budakmu! Aku punya otak, aku tidak mungkin menyakiti darah dagingku sendiri!" Bulir air mata menurun deras seirama dengan isak yang keluar dari bibir Queensa.
Perempuan itu tidak menyukai Anjasmara ingin pria itu pergi jauh dari hidupnya, tapi tidak berarti Anjasmara bisa menilainya begitu nista!
Anjasmara menatap Queensa dalam. Pria itu diam, tak menjawab atau membalas ucapan Queensa sama sekali. Dan Queensa semakin membenci sikap Anjasmara saat ia justru ditinggalkan seorang diri lagi. Queensa mendengar suara pintu tertutup dan Anjasmara menghilang dari pandangannya. Bukan lagi isak, Queensa bahkan meraung menangis mendapati nasibnya seperti ini.
*******
Seorang pria bertopi mendatangi kediaman yang begitu asri, sebuah bangunan sederhana yang dikelilingi berbagai macam sayur dan pohon buah-buahan yang berjajar di sekeliling bangunan.
Langkahnya pasti menuju seseorang yang duduk di pekarangan rumah.
"Anjas, kamu meninggalkan obatmu!" pria yang tengah duduk termenung di dekat pohon mangga itu terperanjat. Pria yang tak lain adalah Anjasmara itu buru-buru mengambil kantong yang berada di tangan pria bertopi itu.
"Man, makasih. Harusnya cukup kirim pesan aja, biar nanti saya yang mengambilnya sendiri, tidak perlu kamu antarkan sejauh ini."
"Santai aja, aku tahu kamu kaget dengan hasil kesehatanmu belakangan ini, tapi jangan khawatir semua akan membaik kalau kamu rutin berobat." Anjasmara mengangguk pelan.
"Jangan terlalu lelah dalam waktu dekat, Njas. Ingat kamu hanya punya...., "
"Ada tamu?" Suara langkah kaki terdengar. Anjasmara tak perlu menoleh untuk mengetahui siapa yang bertanya. Tangannya memasukkan obat yang dibawa Norman kedalam kantong celana dengan cepat.
Norman melihat Anjasmara yang diam, dia paham Anjasmara tidak mau jika sang istri tahu soal kondisinya sekarang. Maka yang bisa Norman lakukan adalah segera pamit pulang.
"Kok sudah pergi?" gumam Queensa saat sudah berdiri di samping Anjasmara.
"Kenapa keluar?" Anjasmara balik bertanya.
"Aku lapar," suara itu lirih tapi masih mampu di dengar oleh Anjasmara.
"Ayo masuk!" Anjasmara segera menuntun Queensa ke meja makan yang sudah terhidang berbagai macam menu.
Anjasmara menyodorkan menu di atas meja di hadapan istrinya.
"Kenapa diam? Apa kamu mau memakannya jika saya suapin?" Anjasmara menatap istrinya penuh tanya dan ibu jarinya perlahan mengusap pipi yang terlihat lebih berisi sejak pertemuan terakhir mereka.
"Aku bisa makan sendiri," Queensa berujar lirih mengalihkan risih yang dirasa.
Anjasmara tersenyum segaris dan sepintas namun Queensa sempat menangkap rona bahagia yang berusaha Anjasmara sembunyikan.
"Aku mau dagingnya aja." Queensa menyodorkan mangkuk dan Anjasmara dengan telaten mengambilkan apa yang istrinya minta. "Aku nggak mau sayur! Sejak jadi istrimu aku sudah seperti kambing yang memakan daun-daunan sepanjang waktu!" Keluh Queensa yang mendapati mangkuknya di isi sayur dan jamur alih-alih daging seperti harapannya.
"Itu bagus untuk kesehatan kandunganmu, Queensa. Makanlah!"
Dengan berat hati perempuan itu mengunyah dan menelan apa yang suaminya berikan dalam mangkuknya. Untungnya moodnya siang ini beranjak normal jadi Queensa tidak banyak membantah suaminya.
"Aku kenyang."
Anjasmara menoleh padanya dan mengangguk memahami keluhan Queensa.
"Mau apa?"
"Gendong kamu, masuk kamar." dengan gesit Anjasmara membawa Queensa kembali ke kamar. Queensa hanya bisa menahan keterkejutannya saat Anjasmara akan langsung pergi setelah membaringkan tubuhnya di atas ranjang dengan hati-hati.
"Kamu mau kembali ke kebun?" Queensa menegur kala Anjasmara hampir menutup pintu.
"Saya hanya berusaha mematuhi keinginan istri, agar tak sering muncul, karena kehadiran saya membuat seseorang muak"
Queensa mencebik mendengar sindiran yang Anjasmara keluarkan.
"Dasar nggak peka, apa jika aku sekarat kamu juga lebih mementingkan pekerjaan?" marahnya.
Tak ada jawaban. Anjasmara mulai berjalan mendekati istrinya yang menatapnya jengkel. Anjasmara berlutut memandangi perut istrinya dan mendaratkan kecupan panjang disana. Queensa memejamkan matanya saat merasakan desiran hangat yang tiba-tiba datang memenuhi lubuk hatinya. Reflek Queensa mendaratkan jemarinya di rambut Anjasmara dan meremasnya pelan.
"Apapun yang saya lakukan, adalah bentuk cinta dan sayang saya padamu. Saya harap, suatu hari nanti kamu dapat membalas rasa itu."
Dan jantung Queensa seketika berdegup kencang, tapi ini bukan karena emosi, apalagi marah.
#######
Jangan lupa jejak cintanya untuk author ya..semangatnya lancar. Nanti updatenya juga lancar.
like nya.
komennya.
Votenya.
Jamgan lupa ⭐🌟🌟🌟⭐ limanya..
Happy Reading..
makanya gak usah sooook...
untung gak dicere
semoga Anjas menemukan perempuan yang tepat dalam hidupnya...
queensa ini gak kapok kapok lho ya ...
haddeuh 🤦♀️