Ariana Rosita Putri Prakasa (17th) adalah anak seorang pengusaha dari kota Malang. Terkenal dengan sikap nakal, usil dan keras kepala di sekolahnya. Membuat edua orang tuanya memutuskan memindah Riana ke pesantren.
Di pesantren Riana tetap berulah, bahkan memusuhi ustadz dan ustadzah yang mengajarinya, terutama ustadz Daffa anak bungsu kyai yang paling sering berseteru dengannya. Bahkan, Kyai dan istrinya juga ikut menasehati Riana, namun tetap tidak ada perubahan. Kyai pun angkat tangan dan memanggil ayah Riana, namun ayah Riana malah meminta Kyai mencarikan jodoh saja untuk anak semata wayangnya. Tanpa sepengetahuan siapapun, Riana diam-diam memiliki perasaan cinta terhadap salah satu putra Kyai, yaitu Ustadz Zaki. Siapa yang akan di jodohkan Kyai dengan Riana? salah satu santrinya atau dengan putranya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CumaHalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kangen Riana
"Tidak, maksudku belum punya, Mas," ucap Aira gugup. Dadanya serasa bergetar dan matanya tidak berani menatap lelaki tampan dan gagah di hadapannya.
"Aku boleh melamarmu, Aira?"
"Apa? T-tapi kita belum saling kenal."
"Aku sudah mengenalmu, sebelumnya aku sudah bertanya ke teman-temanmu sekamar dan sekelasmu. Termasuk Riana, hehe."
"Loh, padahal kita baru aja ketemu, Mas." Aira mengerutkan dahinya.
"Aira, kamu kan tinggal disini. Jadi mudah bagiku mencari info tentangmu," ujar Ali.
"Kalau mas serius denganku, bisa melamarku ke rumah orang tuaku," kata Aira yang tertunduk malu, ia segera membalik badan mengejar dua sahabatnya yang sudah hampir masuk gerbang pondok.
"RIANA, AISYAH!!" teriak Aira dengan berlari.
"Kamu tadi ngapain berduaan sama mas Ali?" tanya Riana.
"Dia melamarmu ya?" sambung Riana tersenyum sambil menyenggol lengan Aira.
"Apasih Riana, udah ayo kita mandi!"
Ketiganya ke kamar sambil bersenda gurau, sesekali Riana menyindir Aira yang akan segera menikah. Aira yang sudah hafal dengan watak temannya itu hanya menggelengkan kepala dan tersenyum. Sampai di kamar, mereka mengambil baju ganti, sabun, sikat dan pasta gigi. Lalu, lanjut ke kamar mandi.
Selesai mandi mereka ke masjid menunggu waktu Maghrib tiba dengan mengaji bersama santri dan santriwati lainnya. Dan Riana mulai belajar mengaji dengan ustadzah Hanifah. Hingga waktu maghrib tiba, semua berhenti mengaji dan menunggu imam shalat.
Setelah sholat Maghrib selesai, Riana dan lainnya melanjutkan mengaji yang tadinya mereka tunda untuk sholat Maghrib. Hingga waktu isya' tiba, mereka baru menghentikan mengaji dan sholat isya' berjamaah. Selesai sholat, Riana melihat Ali yang berdiri bersama ustadz Arman dan ustadz Azka di depan masjid segera meraih tangan Aira dan mengajak mendekati Ali.
"Mas, tadi lamaranmu di terima nggak sama Aira?"
Ali tersenyum simpul dan menjawab, "Belum, besok aku mau ke rumah orang tuanya, Ri."
"Wah, semoga sama orang tuanya Aira di terima mas," ujar Riana semangat.
"Aamiin," jawab Ali dan ustadz Arman.
"Maaf ustadz, pihak catering yang biasanya langganan hanya sanggup lima ratus paket untuk Jum'at berkah besok. Apakah ustadz ada rekomendasi catering yang lainnya?" ucap ustadz Azka.
"Memangnya mau berbagi berapa paket, tadz?" tanya Riana.
"Biasanya seribu paket, tapi kendalanya catering yang biasanya mampu menyediakan seribu paket sudah ada pesanan dari orang lain."
"Aku bantuin tadz, bunda juga punya langganan catering untuk acara kantor ayah dan buat acaranya sendiri. Kalau mau, aku pesankan, jadi dua ribu paket ya, tadz?"
"Manggilnya jangan di singkat dong Riana, hehe," ucap ustadz Azka.
"Hehe, ya maaf." Riana tertawa sambil menggaruk kepalanya yang berbalut atasan mukena.
"Tapi Riana, kita pesannya cuma seribu, jangan kamu pesankan dua ribu," ujar ustadz Arman menautkan dua alisnya.
"Iya aku tau, ustadz cancel aja yang cuma lima ratus itu. Trus yang seribu dari aku."
"Wah, makasih ya Riana, tapi seribu paket itu uangnya ga sedikit loh Riana." Ustadz Arman merasa sungkan dengan Riana.
"Halah, cuma sedikit aja kog, tadz. Hehe."
Riana meminjam hp ustadz Arman untuk menghubungi catering langganan orang tuanya. Lalu, ia minta ijin keluar untuk membayar pesanannya. Ustadz Arman menemani Riana sampai di depan ATM yang tidak jauh dari pondok. setelah membayar, Riana memberikan bukti transfer ke ustadz Arman.
"Riana, ini banyak banget. Lima puluh juta lebih?" ustadz Arman membelalakkan matanya.
"Gapapa ustadz, itu tabunganku yang aku kumpulkan dari uang jajanku perbulan dari ayah, aku masih pegang uang skincare dari bunda."
"Hehe, iya deh, nanti setengahnya aku kirim ke rekeningmu aja ya," ucap ustadz Arman.
"Nggak usah, kata ayah kalau niat ngasih ga boleh berharap kembali."
Ustadz Arman ber-Oh panjang, mereka berjalan beriringan. Sampai pondok Riana segera ke kamarnya untuk istirahat. Setelah melepas jilbab dan mengganti pakaiannya, Riana segera merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya.
Suara adzan tengah malam berkumandang tanda untuk menunaikan sholat tahajud, Aisyah dan Aira terbangun. Namun Riana masih sangat pulas, dengan lembut Aisyah membangunkannya. Karena waktu terus bergulir dan Riana tak kunjung bangun, malah semakin mendengkur, Aisyah dan Aira memutuskan pergi ke masjid berdua.
Sampai sholat selesai dan waktu subuh hampir tiba, Riana belum juga menampakkan batang hidungnya. Aira pergi ke kamar untuk membangunkan Riana untuk sholat subuh. Sampai di kamar, ternyata Riana sudah bangun dan membaca buku pelajarannya.
"Riana, kog ga ke masjid. Ayo sholat!"
"Aku berhalangan Aira," jawab Riana tanpa mengangkat wajahnya.
"Ya sudah, aku kembali ke masjid ya," ucap Aira sambil berlalu meninggalkan Riana di kamarnya sendirian.
Selesai sholat subuh dan mengaji hingga fajar menyingsing. Aira dan Aisyah baru keluar dari masjid. Keduanya melihat ustadz Zaki celingukan di depan masjid seorang diri. Lalu, menghampirinya dan menyapanya, "ustadz mencari siapa?" tanya Aira.
"Eh, tidak ... Aku cuma ingin berdiri disini saja, kalian tumben cuma berdua." ucap ustadz Zaki tersenyum lebar.
"Riana lagi berhalangan, makanya dia ga sholat. Ustadz kangen ya sama dia?" tanya Aira sambil tersenyum.
"Nggak, aku kan cuma nanya Aira."
"Oh, kita pergi dulu ya ustadz, assalamualaikum," ucap Aira.
"Waalaikumsalam," jawab ustadz Zaki.
"Kenapa aku mencari Riana? Apa mungkin aku beneran kangen sama dia, kemarin aku emang sibuk banget setelah ashar keluar pondok dan ga ketemu sama dia sampai malam, masa iya aku kangen sama tuh bocil," batin ustadz Zaki sambil tersenyum.
Lamunan ustadz Zaki buyar ketika ustadz Arman memintanya membantu persiapan pemberian Jum'at berkah. Pikirannya pun teralihkan ke kegiatannya hari itu bersama para santri. Hingga menjelang sholat Jum'at, ustadz Zaki masih saja mengedarkan pandangan ke sekeliling pondok berharap bertemu sekelebat bayangan Riana.
Selesai sholat jum'at, santri dan santriwati membagikan paket makan siang untuk para jamaah dan warga sekitar pondok. Lainnya membagikan ke pengendara jalan raya. Disaat membagikan ke warga sekitar, ustadz Zaki melihat Riana sedang berbagi dengan dua sahabatnya.
"Riana," tegur ustadz Zaki. Riana segera menoleh dan tersenyum manis di hadapan pujaan hatinya.
"Riana, makanannya habis. Kita lupa ga nyimpen tiga tadi," ujar Aisyah tergopoh-gopoh menghampiri Riana.
"Kalau gitu kita makan siang saja di warung sebelah sana," ucap ustadz Zaki menunjuk salah satu warung ayam bakar favoritnya.
"Boleh, sama siapa aja?" tanya Riana.
"Berdua aja," jawab ustadz Zaki. Mata Riana seketika terbelalak, jantungnya serasa copot mendengar perkataan ustadz Zaki.
"Haha, ya nggak lah, kita kesana sama siapa saja yang ga kebagian makanannya," sambung ustadz Zaki sambil terkekeh melihat ekspresi Riana.
Riana sangat bahagia saat berjalan menuju warung, seperti biasanya ia berjalan menoleh ke kanan dan kiri. Hingga kakinya tersandung batu dan terhuyung ke depan, namun Rafly yang berada di dekatnya segera menangkapnya. Ustadz Zaki melihatnya dan segera menghampiri Riana dan Rafly.