Virginia Fernandes mencintai Armando Mendoza dengan begitu tulus. Akan tetapi kesalah pahaman yang diciptakan Veronica, adik tirinya membuatnya justru dibenci oleh Armando.
Lima tahun pernikahan, Virginia selalu berusaha menjadi istri yang baik. Namum, semua tak terlihat oleh Armando. Armando selalu bersikap dingin dan memperlakukannya dengan buruk.
Satu insiden terjadi di hari ulang tahun pernikahan mereka yang kelima. Bukannya membawa Virginia ke rumah sakit, Armando justru membawa Vero yang pura-pura sakit.
Terlambat ditangani, Virginia kehilangan bayi yang tengah dikandungnya. Namun, Armando tetap tak peduli.
Cukup sudah. Kesabaran Virginia sudah berada di ambang batasnya. Ia memilih pergi, tak lagi ingin mengejar cinta Armando.
Armando baru merasa kehilangan setelah Virginia tak lagi berada di sisinya. Pria itu melakukan berbagai upaya agar Virginia kembali.
Apakah itu mungkin?
Apakah Virginia akan kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Pengorbanan Virginia
“Veronica, dulu saat bicara padamu tentang kebutaanku. Kenapa kamu berkata bahwa yang menemaniku adalah kamu?” Armando bertanya dengan raut penuh kekecewaan.
“Kak Armando, aku… Itu karena aku cemburu pada Kak Virginia. Dia lah yang merebutmu dariku. Atas dasar apa aku yang mencintaimu, tapi dia yang bersamamu?” Veronica mencari pembelaan diri dengan melempar kesalahan pada orang lain.
Ha ha ha ha
Sergio tertawa terbahak mendengar jawaban Veronica. Bahkan saking merasa lucu, sampai air matanya merembes keluar. Lebih tidak masuk akal lagi melihat Armando yang sepertinya hanya percaya saja.
"Cemburu?" Sergio menatap Veronica tajam lalu beralih pada Armando.
"Dan kao percaya? Tolol!!"
"Sergio! Jaga ucapanmu! Jangan lupa aku adalah kakak iparmu!" Armando merasa sangat geram karena Sergio menghinanya berkali-kali.
"Kenapa marah? Bukankah itu kenyataan? Kau memang tolol. Aku bahkan malu punya kakak ipar sepertimu!" balas Sergio tajam, tak peduli dengan tangan Armando yang telah terkepal.
Menghela napas kasar. Sergio sudah lelah. Sergio meletakkan sebelah Tangannya di atas pundak Armando.
"Armando terserah kau merasa atau tidak. Di dunia ini, tidak mungkin ada yang lebih mencintaimu daripada kak Virginia.” Sergio menepuk-nepuk pundak Armando kemudian meninggalkan mereka berdua dengan pasrah. Terserah.
Armando menatap datar ke arah Veronika setelah kepergian Sergio. Menggeleng dengan rasa tidak percaya. Ternyata selama ini Veronica telah membohonginya.
“Aku paling benci penipuan,” ucap Armando. Tatapannya kepada Veronica tak lagi menyiratkan kasih sayang. Yang terlihat hanya dingin dan datar. Mungkin kebenaran yang baru saja dia dengar dari Sergio sedikit memberinya syok terapi.
“Kak Armando, aku…”
Belum sempat Veronica mengeluarkan pembelaan diri dua orang petugas kepolisian mendatangi mereka berdua. Armando dan Veronica menoleh bersamaan.
" Selamat malam, Tuan Mendoza.” ucap salah seorang polisi sambil meletakkan telapak tangan di depan wajah, memberikan sikap hormat.
“Iya, ada apa?” tanya Armando.
“Apakah benar, Virginia Fernandez adalah istri anda?” tanya petugas itu lagi.
Mendengar nama Virginia disebut Armando sontak menegakkan badannya menyimpan dua tangan di saku celana menatap kesal ke arah dua petugas.
“Itu benar. Kesalahan apalagi yang kali ini dia lakukan? Apa dia baru saja membuat onar?” tanya Armando sarkas. “Apakah dia menyuap atau membunuh?”
Dua petugas kepolisian saling pandang, mengambil nafas dalam. Tidak mengerti dengan maksud pertanyaan Armando.
"Tuan Mendoza, dengan berat hati kami memberitahu. Istri Anda, nyonya Virginia Fernandez beberapa hari lalu ditemukan meninggal di pantai. Mohon ikut kami untuk mengidentifikasi jenazah.”
Wajah Armando yang tadinya sarkas berubah menjadi pias. “Meninggal? pria itu terhenyak.
“Tuan Mendoza.” Salah seorang petugas kepolisian menepuk pundak Armando. “Mohon Kuatkan hati.”
Akan tetapi reaksi Armando benar-benar di luar dugaan. Pria itu tertawa terbahak bahak.
"Meninggal?"
"Ada beberapa orang sempat melihat beliau. Sepertinya beliau sengaja menenggelamkan diri." petugas memberikan keterangan.
"Bunuh diri?"
Dengan dua jari Armando menyentuh papan nama yang ada di dada petugas polisi tersebut, memperhatikannya dengan teliti seakan meremehkan. “Seragam palsu yang bagus. Beli di mana?” tanya Armando.
“Apa maksud Anda?” Polisi merasa tersinggung dengan ucapan Armando.
Akan tetapi Armando tampak tak peduli. Bahkan dia menepuk-nepuk pundaknya.
“Virginia benar-benar semakin keterlaluan." gumamnya. "Apa kalian tidak tahu memalsukan identitas orang itu perbuatan melanggar hukum?”
Petugas polisi mengambil napas dalam, mengurai kesabaran. Mereka berpikir barangkali Armando sedang tertekan mendengar berita itu.
“Saya paham perasaan Anda, Tuan Mendoza. Tapi harap perhatikan kata-kata Anda!”
“Virginia tidak mungkin bunuh diri!” teriak Armando memotong kata-kata polisi. “Bahkan jika semua orang di dunia ini bunuh diri, dia tidak akan melakukan hal seperti itu!"
"Menyewa kalian sekelompok orang untuk main sandiwara, untuk apa? Bilang padanya itu tidak akan berpengaruh bagiku. Selain itu, berapa bayaran untuk main sandiwara? Seratus juta? Dua ratus juta?”
“Tuan Mendoza! Mohon untuk menjaga ucapan! Kami datang untuk menjalankan tugas. Bukan untuk main-main dan mendengar hinaan Anda!” Petugas satunya lagi tampak tidak bisa menahan diri mendengar kata-kata Armando.
Armando berdecak kesal, mengambil sebuah kartu dari sakunya lalu memasukkannya ke dalam saku baju salah satu petugas.
“Ini ambil!” ucapnya. “Dalam kartu ini ada dua ratus juta. Bilang pada Virginia, kalau dia tidak pulang sekarang, selamanya tidak usah pulang!” Armando meninggalkan kedua polisi itu setelah berkata demikian. Membawa kemarahan yang ia tak tahu apa sebabnya.
Petugas menggelengkan kepala sambil mengambil napas dalam. Mengambil kartu itu dari sakunya. Menatap ke arah temannya. "Sepertinya tuan Mendoza benar-benar terpukul!" temannya mengangguk.
“Kak Armando,” teriak Veronica, lalu mengejarnya setelah menyambar kartu dari tangan petugas. Uang sebanyak dua ratus juta diberikan cuma-cuma pada petugas polisi? Enak saja! Lebih baik buat dia.
*
*
*
Sementara itu di sebuah ruang lain yang berdekatan dengan ruang tempat Armando dan Veronica makan…
Beberapa kelompok pengusaha sedang berkumpul.
“Kalian tahu tidak? Aku tadi seperti melihat Tuan Armando Mendoza,” ucap satu dari mereka.
“Oh ya? Di mana kamu melihatnya?” tanya salah satu temannya.
“Jangan-jangan kamu salah lihat. Itu mungkin bukan dia.”
“Aku benar-benar melihatnya. Dia bersama dengan seorang wanita, tapi itu bukan istrinya.”
“Benarkah? Apa kamu mengenal istrinya?”
“Tentu saja aku mengenalnya. Lima tahun yang lalu saham grup Mendoza anjlok karena kehabisan dana. Istrinya datang memohon padaku. Istrinya bernama Virginia Fernandes.”
Armando yang melewati ruangan tempat beberapa pengusaha sedang berkumpul menajamkan telinga mendengar nama Virginia disebut. Laki-laki itu seketika menghentikan langkah.
“Kak Armando, tunggu!” Veronica yang baru saja berhasil mengejar mencekal lengan Armando, tapi seketika itu juga Armando menghempaskannya. Dia berjalan ke dekat pintu di mana ia mendengar beberapa pria tengah bergunjing tentang Virginia.
“Waktu itu grup Mendoza bermasalah. Armando buta dan lumpuh. Depresi di rumah sakit, tidak mau bertemu orang. Nona Virginia kebingungan mencari investor. Menghubungi semua orang sampai menggadaikan perusahaan sendiri yang merupakan warisan ibunya.” Terdengar seorang pria berbicara menggebu-gebu.
“Itu adalah hal yang benar-benar mengejutkan semua orang. Grup Morantes adalah peninggalan ibunya. Pernah bangkrut, lalu berkembang pesat atas usahanya sendiri. Tapi hanya karena ingin menyelamatkan nama baik suami, dia rela menggadaikannya.”
Armando mengeraskan rahang mendengar itu. Sesuatu yang tak ia ketahui selama ini. Kenapa ia baru mengetahui fakta ini sekarang?
“Wah ada kejadian seperti itu? Apakah kamu benar-benar yakin itu istri tuan Mendoza?”
“Tentu saja itu benar-benar dia. Saat itu aku penasaran sejauh apa wanita itu berjuang untuk suaminya? Aku sengaja memaksanya untuk minum bersamaku. Apa kalian tahu? Dia minum menghabiskan beberapa botol dengan terpaksa. Akhirnya dia sampai muntah darah. Ha ha ha…” tampaknya pria itu benar-benar senang.
“Tapi ternyata wanita itu tak menyerah. Setelah cuci muka langsung kembali untuk minum lagi. Aku suka sekali dengan gayanya yang keras kepala, lalu mencoba menggodanya, tapi dia tetap menolak. Padahal sudah kuberi obat tapi dia berhasil kabur. Dasar sial.”
“Wahh, sangat disayangkan. Kalau dia tidak kabur, kamu bisa mencicipi wanita milik Mendoza.”
Brakkk
Pintu terbuka secara tiba-tiba membuat mereka semua menoleh, begitu terkejut melihat yang masuk ke dalam ruangan mereka adalah Armando Mendoza.
“Tuan Armando Mendoza?” seru mereka tak percaya. Gugup, takut. Seketika wajah mereka menjadi pucat.
“Tuan Mendoza?” Orang yang sejak tadi membicarakan Virginia menjadi gemetar. Siapa yang tidak pernah mendengar kekejaman seorang Armando Mendoza?
Armando berjalan dengan langkah pelan, tenang. Rautnya yang datar tidak bisa ditebak. Sama sekali tak ada riak di wajahnya. Armando mengambil sebuah botol wiski di atas meja. Berjalan mendekat ke arah pria yang sejak tadi berbicara buruk tentang Virginia.
“Tuan Mendoza…” Pria itu mundur ketakutan.
Armando bergerak semakin mendekat. Langkahnya pelan, tapi penuh ancaman. Sorot mata tajam seolah bisa menembus jantung lawan.
“Tuan, Anda jangan salah paham.” Tubuh pria itu semakin bergetar.
Diam. Armando tak mengeluarkan sepatah kata pun. Dia hanya terus mendekat, dan…
Pyarrr…
kl ga mh dia mti jg bkln sia2,mna yg jhat msh hdp enk pula.....bls mreka dong buat bkti cnta sm istrimu,biar sma2 mraskn gmna skitnya...