NovelToon NovelToon
Object Of Desires

Object Of Desires

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / Pengganti / Crazy Rich/Konglomerat / Pengantin Pengganti / Romansa / Kaya Raya
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Elin Rhenore

Takdir kejam menuntutnya menjadi pengantin pengganti demi menebus sebuah kesalahan keluarga. Dan yang lebih menyakitkan, ia harus menikah dengan musuh bebuyutannya sendiri: Rendra Adiatmaharaja, pengacara ambisius yang berkali-kali menjadi lawannya di meja hijau. Terjebak dalam pernikahan yang tak pernah ia inginkan, Vanya dipaksa menyerahkan kebebasan yang selama ini ia perjuangkan. Bisakah ia menemukan jalan keluar dari sangkar emas Rendra? Ataukah kebencian yang tumbuh di antara mereka perlahan berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih berbahaya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elin Rhenore, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Win or Lose

Tepukan tangan dan sorakan selamat menggema di seluruh ruang kantor tepat saat Vanya membuka pintu ruangan kantornya, sebuah kantor LBH yang kecil. Vanya merupakan seorang pengacara junior di LBH tersebut, karena ia pintar saat berkuliah Vanya lulus hanya tiga tahun dan melanjutkan PKPA, setelah itu bekerja di LBH yang dinaungi oleh yayasan yang memberinya beasiswa sebagai pengacara publik yang masih junior.

Vanya terkejut mendapatkan sorakan selamat, ia tidak terbiasa, meski begitu matanya berbinar setelahnya. Seorang wanita memeluk Vanya erat. Julia. Pengacara senior dan bisa dikatakan Julia adalah teman Vanya yang mendukungnya selama bekerja.

"Selamat, Vanya!"

Vanya agak bingung, tapi ia membalas pelukan itu. Beberapa staff lain mendekat dan memberikan ucapan selamat mereka kepada Vanya.

"Wow, apakah ada sesuatu yang harus dirayakan?" tanyanya, gadis itu benar-benar clueless. Masalahnya dia baru saja kembali dari persidangan. Dan sebelumnya, Vanya tidak pernah mendapatkan kejutan atas apapun selama bekerja.

Julia melepaskan pelukannya, menatap Vanya tak percaya. Bagaimana gadis itu tidak merasakan apapun setelah persidangan sengitnya melawan salah satu pengacara yang terkenal tak pernah kalah—Rendra Adiatmaharaja.

"Bukankah hari ini kamu sidang dengan Rendra Adiatmaharaja?" seorang staff menimpali. Vanya mengangguk, membenarkan. Sidang terakhirnya hari ini melawan Rendra Adiatmaharaja tentang kasus pelecehan seksual yang dialami oleh seorang pelajar SMA.

"Kami melihat siaran TV, selamat ya ... kamu bisa memenangkan kasusnya," imbuh Henggar, ia memberikan sebuah buket bunga pada Vanya. Matanya terlihat penuka suka cita saat menyodorkan bunga.

"Selamat, akhirnya kamu menang melawan Pengacara angkuh itu," balas Julia.

"Ohhh, Wow! Terima kasih!! Terima kasih!" Vanya meraih bunga dari Henggar, menciumnya sesaat. "Aku sangat senang karena Anisa mendapatkan keadilan. Jika hakim tidak memberikan hukuman pada orang itu sepertinya aku sendiri yang akan menghukumnya." Vanya tampak bersemangat, jelas sekali ia terlihat bangga dengan hasil kerja kerasnya untuk memberikan keadilan bagi Anisa.

"Tentu, kami juga senang karena kamu menang!"

"Bagaimana kalau kita merayakannya, setelah pulang kerja?" Julia memberikan usul.

"Maaf kalau hari ini tidak bisa," ucap Vanya, sebenarnya dia tidak jika harus menolaknya. Akan tetapi ada hal lain yang harus dia lakukan setelah pulang bekerja.

"Kenapa?" Julia penasaran. "Apa kamu ada janji kencan? Dengan siapa? Henggar?" tanya Julia bertubi-tubi.

"Tidak."

"Tidak."

Henggar dan Vanya menjawab bersamaan.

Bukan rahasia lagi jika Henggar menyukai Vanya, seisi kantor mengetahuinya. Hanya Vanya saja selalu berkilah. Berkali-kali, Julia selalu berusaha untuk mendekatkan Vanya dan Henggar agar hubungan mereka bisa berkembang lebih dari teman kerja, tapi Vanya selalu menghindar. Setiap kali ditanya tentang pacar pun, Vanya selalu memberikan jawaban yang negatif.

"Duh, Nggar, kamu tu ya harusnya lebih proaktif." Julia menyudutkan Henggar.

Henggar hanya tersenyum simpul.

"Sudah-sudah, begini saja ... bagaimana kalau aku traktir makannya setelah gajian?" Vanya berusaha menyelamatkan wajah Henggar yang sudah memerah hampir serupa kepiting rebus.

"Setuju!" Julia langsung menyepakati. Disusul suara staff-staff yang lainnya.

"Oke! Terima kasih atas pengertiannya semua." Vanya memberikan senyum terbaiknya setelah membuat rencana untuk menghabiskan honornya dalam satu malam. Sebagai pengacara junior yang baru bekerja setahun belakangan ini, gajinya masih tidak seberapa, kadang honornya pun tidak seberapa karena menjadi pengacara publik.

"Sekali lagi, selamat, aku turut senang." Henggar memberikan selamat lagi pada Vanya.

"Baiklah kalau begitu, aku harus kembali bekerja." Julia melangkah pergi sembari melambaikan tangan pada Vanya sebagai tanda perpisahan kepada kesenangan sesaat atas kejutan yang dia berikan untuk pengacara Junior itu.

Setelah mereka kembali ke meja masing-masing, Vanya pun kembali memeriksa dokumen-dokumen klien di mejanya. Begitu serius Vanya meneliti semua dokumen itu hingga alisnya yang melengkung sempurna seperti bulan sabit itu saling bertautan.

Vanya Anantari, bila sudah bekerja maka fokusnya pun tidak akan teralihkan. Hingga ia tak menyadari jika matahari sudah mulai tergelincir. Konsentrasi Vanya pecah saat alarm ponselnya berbunyi nyaring. Segera Vanya melihat layar ponselnya, tertulis di sana.

16.30

Janji Temu Dengan Balawa

Saat itu juga, Vanya menutup sebuah dokumen, ia langsung mematikan layar komputernya dan bersiap untuk pulang dan pergi menemui Balawa.

Keluar dari kantornya, Vanya menggunakan mobil bekas pemberian ayah angkatnya untuk menemui Bondan. Seperti biasa jalan dari kantornya yang berada di Nusantara menuju ke Mariango cukup padat. Tak butuh waktu lama bagi Vanya, tiga puluh menit cukup sampai menuju ke Mariango, ke tempat tinggal Balawa.

Vanya menyisir jalanan, memperhatikan kiri dan kanan yang masih rumpun dengan pepohonan sawit. Daerah ini memang merupakan perkebunan sawit, lahannya banyak dimiliki warga sekitar dan juga perusahaan-perusahaan pengolah sawit. Sehingga di sini tak banyak yang bermukim dan itu membuat rumah warga pun saling berjauhan. Vanya masih ingat alamat yang diberikan oleh Balawa, rumah yang paling ujung dengan lampu jalan paling terang.

Setelah beberapa saat, Vanya pun menemukan rumah itu. Bukan hanya paling terang, sepertinya rumah Balawa-lah satu-satunya yang memiliki penerang jalan. Vanya segera memarkir mobilnya di pelataran rumah sederhana itu. Ada seorang pria paruh baya yang sudah menunggunya di teras rumah.

Vanya turun dari mobilnya, langkahnya elegan mendekat pada Balawa.

"Malam, Pak Balawa. Maaf saya sedikit terlambat."

"Tidak apa-apa, Nak Vanya. Saya malah cemas kalau sampai tersesat."

"Meski sedikit susah tapi shareloc yang bapak kasih ke saya akurat kok, apalagi ini rumahnya paling terang sendiri," ungkap Vanya. Baginya menyisir jalanan mudah saja, dia memiliki kecerdasaan spasial yang baik sehingga dengan mudah membaca maps dengan sangat baik.

"Mari-mari, masuk dulu, istri saya lagi siapin makanan untuk nona."

"Waduh, saya jadi ngerepotin ini."

Balawa menepuk lengan atas Vanya. "Tidak apa-apa, silakan masuk."

Keduanya pun memasuki rumah sederhana itu. Vanya dipersilakan untuk duduk di kursi kayu dan Balawa di sebrangnya. Baru saja duduk Vanya langsung membuka tasnya dan mengeluarkan dokumen-dokumen dari tasnya.

"Saya sudah pelajari dokumen – dokumennya, Pak Balawa."

"Jadi bagaimana, Nak?"

"Kita bisa ajukan ini ke pengadilan. Saya yakin bisa mengembalikan tanah keluarga kalian kembali."

Terlihat binar cerah dari kedua mata Balawa. Ada harapan yang tertoreh di sana, selama puluhan tahun dari jaman leluhurnya dulu mereka selalu mengolah tanah perkebunan sawit yang memiliki luas sepuluh hektar. Namun, tiba-tiba saja tiga perempat tanah tersebut mendadak diberi pagar oleh oknum perusahaan pengelola sawit. Balawa yang merasa keluarganya memiliki tanah tersebut merasa haknya sedang diambil. Hingga temannya memberikan alamat LBH tempat Vanya bekerja dan ia meminta bantuan kepada Vanya untuk menangani kasusnya.

"Apa benar, Nak?"

"Saya tidak memberikan janji, Pak. Saya akan buktikan di pengadilan nanti. Jika dilihat dari dokumen yang ada, surat-surat kepemilikan tanah ini sah milik ayah Pak Balawa, saya sudah memeriksa catatan jual beli ke kantor walikota, tapi tidak menemukan ada catatan jual beli tentang tanah milik bapak dengan perusahaan."

Balawa mengangguk.

"Persidangan pasti akan memakan waktu, pihak perusahaan pasti akan berupaya untuk melakukan mediasi dengan kita. Kita harus bersiap untuk kemungkinan yang paling buruk." Vanya melanjutkan.

"Saya percaya dengan, Nak Vanya."

Percakapan itu berlanjut membicarakan strategi yang akan mereka gunakan nanti, Vanya juga menerima makanan yang telah disiapkan oleh istri Balawa. Seperti biasa ketika ia bekerja maka semua pikirannya akan larut ke dalam pekerjaannya. Sampai Vanya memeriksa ponselnya dan mendapatkan sebuah pesan yang cukup membuatnya terkejut.

Pandangan mata cokelat gelap Vanya tak bisa lepas dari layar monitor ponselnya. Dia menatap lekat-lekat pada pesan yang berisi sebuah foto itu.

Alessia

Ibu bilang aku akan menikahinya besok. Lihatlah, apakah dia pantas untukku.

Photo

Seketika itu pula Vanya tak bisa berpikir. Bagaimana mungkin, mengapa ia baru mengetahuinya? Dan dengan laki-laki ini? kenapa? Kenapa ayah angkatnya berbuat sekeji ini pada Alessia. Dari foto yang dikirimkan oleh Alessia, ia tahu betul jika laki-laki itu bukan pacar Alessia yang pernah dikenalkan Alessia padanya dulu. Dan Alessia masih sangat muda, usianya baru dua puluh satu tahun. Mustahil memutuskan untuk menikah muda. Sepertinya ada hal yang dilewatkannya.

^^^Vanya^^^

^^^Don't worry, I'll get home soon to make sure everything is fine.^^^

"Nak, ada apa? Kamu sepertinya ada masalah?" tanya istri Balawa.

"Sepertinya pertemuan kita cukup di sini dulu ya, Pak, Bu, saya ada urusan mendadak. Saya akan ajukan surat gugatannya melalui LBH kami. Saya pamit dulu." Vanya bergegas pergi.

Dia membuka kembali ponselnya, membuka aplikasi tiket pesawat dan memesan penerbangan pesawat yang paling awal untuk besok, tapi kalau malam ini ada, dia akan pergi malam ini juga.

...***...

"Ya Tuhan! Akhirnya lo balik juga!"

Tidak ada yang lebih nyaring daripada suara Galih, bahkan wanita dengan suara falsetto yang tinggi pun sepertinya kalah nyaring. Sayang sekali, selain Rendra tidak ada yang bisa tahan dekat-dekat dengan Galih jika laki-laki itu sudah meninggikan suaranya.

Rendra melangkah acuh tak acuh melewati Galih, berjalan menuju ke ruangannya sendiri.

"Kenapa tidak ada satupun panggilan telfon gue yang lo angkat, Rendra?" tanya Galih dengan mengangkat tangannya dramatis.

Rendra berhenti di depan kubikel Bianca, sekertaris pribadinya.

"Wow, apakah suasana hatimu baik, Ren?" tanya Bianca dengan nada mengejek.

"Apa jadwal di sisa hari ini?" Rendra benar-benar mengabaikan pertanyaan-pertanyaan dari Galih partnernya dan Bianca sekertarisnya.

"Sepertinya buruk, ya?" bisik Galih pada Bianca.

"Tentu saja, dia kalah oleh bocah ingusan daaaan ... beritanya masuk TV nasional! Mengerikan." Bianca menyahut sambil menunjukkan ponselnya yang memperlihatkan berita di saluran TVPlus.

"Gue nggak ngerti, kenapa dia buang-buang waktu dengan kasus remeh itu dan kalah! Demi apapun ini merusak citra firma kita." Galih bersungut-sungut. Sebagai seorang rekanan dia tidak tahu alasan Rendra mengambil kasus yang harusnya bisa dia menangkan tapi nyatanya tidak.

"It was not about win or lose, it's about how to having fun." Rendra menjawab santai, baginya tak jadi soal tentang kekalahannya melawan Vanya. Karena mengambil kasus ini dan rela menjadi pengacara publik untuk pelaku hanyalah kedok. Rendra ingin melihat perkembangan Vanya dalam persidangan yang mana itu menjadi kesenangan tersendiri untuknya. That's all.

"Bianca, jadwal?"

"Having Fu—" perkataan Galih terpotong begitu saja dengan suara lembut Bianca.

"Jam tiga siang meeting dengan Pak Arjun Wilaga, jam tujuh malam meeting di rumah Pak Harun Murya," jelas Bianca lalu ia menyeringai ke arah Galih.

Rendra mengangguk samar lalu melangkah memasuki ruangannya, Galih mengekor di belakangnya. Pria itu masih tidak mengerti, dia butuh penjelasan dari Rendra tentang tindakannya yang bisa saja merusak citra firma mereka.

"Ren, serius lah dikit. Kenapa lo ini tiba-tiba ambil kasus itu tapi tak bisa memenangkannya?" Galih masih saja membeo.

"Padahal kalau memang mau ambil kasus itu, lo bisa kirim pengacara intern, atau cukup kirim Souta aja."

"Saya sudah bilang ke Pak Rendra," sebuah suara menyahut, Galih menoleh ke arah pintu dan mendapati Souta melangkah masuk. Souta adalah asisstant pribadi Rendra. Seorang pengacara junior yang mengabdikan dirinya untuk melayani Rendra, keturunan Jepang-Indo.

"Berisik. Keluarlah." Rendra menghempaskan dirinya ke kursi kerjanya, ia membuka kancing jasnya.

"Just be serious, Ren."

"I am just having fun," balas Rendra sekenanya.

"Masa having fun sampe kalah dan masuk TV nasional sih, nggak masuk akal banget."

Souta mengangguk tanda setuju dengan ucapan Galih. Bahkan saat persidangan berlangsung, Souta terheran-heran dengan penampilan Rendra. Orang lain mungkin tidak akan menyadarinya, akan tetapi selama persidangan berlangsung secara kasat mata Rendra hampir tidak memberikan pembelaan yang maksimal untuk kliennya.

"He deserve it. Dia pantas dipenjara."

"Kalau lo pengen dia dipenjara, kenapa lo harus jadi pengacaranya dia kemaren?" Galih sungguh tidak menyerah dengan perdebatan ini. Dia tidak terima karena Rendra kalah dalam persidangannya. Itu benar-benar melukai citra firma mereka.

"Galih, dia klien gue, dan itu persidangan gue, menang atau kalah permainan tetap berjalan sesuai keinginan gue." Suara Rendra terdengar rendah lebih seperti geraman hewan buas yang siap menerkam mangsanya. Sorot matanya pun tajam langsung tertuju ke iris gelap Galih, membuatnya kikuk.

"Oke Oke, terserah lo aja deh. Tapi lain kali jangan buang-buang waktu dan berusaha merusak citra firma kita." Galih memberi nasehat seperti layaknya seorang ibu. "Oke kalau begitu, gue nggak akan ganggu lo lagi, bye!" Serta merta Galih pergi dari ruangan Rendra, ia berhenti di depan kubikel Bianca, sepertinya bergosip lagi.

Rendra menghela nafasnya, menyandarkan punggungnya ke kursi kerjanya, ia merogoh saku jas dan mengambil ponselnya. Mencari saluran yang menampilkan berita tentang kasusnya. Setelah menemukan satu saluran, ia memutarnya. Fokus Rendra hanya ada pada sosok pengacara yang menerangkan dengan lugas jawaban untuk wartawan.

"Saya sangat puas dengan vonnis yang dijatuhkan oleh hakim, karena saya menilai keputusan tersebut adil dan sesuai dengan fakta serta bukti yang telah dipertimbangkan di persidangan. Kasus ini dapat menjadi contoh bagi teman-teman yang mengalami hal serupa, ingat kalian tidak sendiri, kalian bisa speak up dan mendapatkan keadilan."

Berulang kali Rendra memutar bagian yang sama, di sampingnya Souta terheran, mengapa Rendra terus mengulang-ulang bagian tersebut. Ia mengetahui jawabannya saat bibir Rendra yang pelit senyuman itu mendadak melengkung sedikit ke atas.

"Apa itu alasannya, Bang Rendra ambil kasusnya?" tanya Souta.

"Jangan sembarang bicara." Rendra seperti sedang tertangkap basah melakukan kesalahan, ia langsung mematikan ponsel.

"Saya kan Cuma nanya, Bang."

"Daripada lo mikir aneh-aneh, lebih baik lo cek lagi persiapan untuk akad besok sudah fixed atau belum."

"Baik, Bang."

Souta sangat patuh, ia segera melakukan apa yang diperintahkan oleh Rendra.

...*bersambung*...

...Object Of Desires | DUA - WIN OR LOSE | 2625 ...

1
👣Sandaria🦋
baca satu bab, Kakak. asik nih cerita pengacara saling bakutikam di ruang sidang, kemudian saling bakugoyang di ranjang👍😆
Elin Rhenore: terima kasih kakak /Hey/
total 1 replies
d_midah
selain cantik, yang aku bayangin pipinya yang gemoy☺️☺️🤭
Tulisan_nic
sidangnya siaran langsung apa gimana Thor?
Elin Rhenore: sidangnya siaran langsung, karena sifatnya terbuka untuk umum.
total 1 replies
Tulisan_nic
Baca bab 1 udah keren banget,aku paling suka cerita lawyer² begini.Lanjut ah
Elin Rhenore: terima kasih yaaa, semoga sukaa
total 1 replies
Ayleen Davina
😍
Sweet Moon |ig:@sweet.moon2025
Hallo Kak. Semangat berkarya ya 🫶
Sweet Moon |ig:@sweet.moon2025: seru ceritanya 🫶
total 2 replies
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
"istri saya" kulanjutin dah😂
Mei Saroha
ayooo kakak othorr lanjutkaann... yukkk bisa yuukkk
Elin Rhenore: sabar yaaaa hehehehe
total 1 replies
Mei Saroha
rendra bertekad untuk lindungi Vanya..
Mei Saroha
alurnya keren thorr
semangat nulisnyaa yaaaa
Mei Saroha
hareudangg euyyy
Mei Saroha
morning wood itu apa kak 😃😀😁
Mei Saroha
apakah keluarga rendra membunuh orangtua Vanya?
Siti Nina
Lanjut thor jgn di gantung cerita nya
Siti Nina
Nah lho perang akan segera di mulai
Siti Nina
Oke ceritanya 👍👍👍
Siti Nina
Meleleh gak tuh mendengar ucapan Renrda manis banget
Mei Saroha
wahh.. ini masuk KDRT bukan sih
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
good
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
nah, sumber masalah nya harus diusut nih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!