Kisah sepasang CEO yang merintis bisnis mereka dari nol dan pernah berkecimpung di dunia bawah, keduanya memiliki masalah dengan keluarga dan hubungan toxic mereka masing masing sehingga mereka sulit untuk mempercayai orang orang di sekitar mereka.
Mereka menggunakan dua nama, nama untuk di dunia bisnis sebagai CEO dan nama untuk kehidupan pribadi mereka. Mereka juga memilih hidup sederhana dan mengerjakan pekerjaan yang menjadi hobi mereka. Namun keduanya ternyata tinggal di sebuah apartemen dan unit mereka persis bersebelahan.
Tanpa mereka sadari, mereka ternyata klik dan saling jatuh cinta, namun mereka memakai identitas kehidupan pribadi mereka, tanpa mengetahui sisi kehidupan bisnis mereka satu sama lain walau perusahaan mereka bekerja sama. Walau saling mencintai, keduanya menyimpan rahasia terhadap satu sama lain sampai terbongkar suatu hari nanti.
Akankah mereka bahagia atau malah sebaliknya ?
Genre : Urban, fiksi, komedi, drama, sedikit action, psikologi
100% dewasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
Malam harinya, selesai makan malam bersama di unit apartemen milik Elena dan selesai mencuci seluruh piring yang mereka pakai, keduanya kembali ke unit milik Ethan untuk bersantai di balkon sambil menikmati secangkir kopi, Elena menoleh melihat Ethan yang duduk dengan santai sambil membaca buku dan memakai kacamata di sebelahnya,
“Um...Ethan,” panggil Elena.
Ethan menurunkan bukunya kemudian menoleh melihat Elena yang duduk di kursi tepat di sebelah meja dan sedang melihat dirinya,
“Ada apa Elena ?” tanya Ethan.
“Gini, hari sabtu besok kita kan mau lihat lihat properti, malam nya kamu temani aku bisa tidak ?” tanya Elena.
“Temani kemana ?” tanya Ethan.
“Hari sabtu ada pesta karyawan rumah sakit di dalam aula rumah sakit untuk merayakan ulang tahun nama rumah sakit tempat ku bekerja, kamu bisa temani aku kan,” jawab Elena.
“Hmm ? pesta ? bukannya khusus karyawan ya ?” tanya Ethan bingung.
“Iya, kamu datang sebagai pasangan ku, bolehkah ?” tanya Elena.
“Aku ? jadi pasangan kamu ?” Ethan balik bertanya.
Elena tidak menjawab, dia mengangguk beberapa kali dan matanya yang penuh harap terus menatap Ethan yang terlihat berpikir.
“Hmm....ok,” ujar Ethan sambil memegang gagang kacamata nya.
“Benarkah ?” tanya Elena ceria.
“Iya, tidak masalah,” jawab Ethan tersenyum.
Elena langsung berdiri kemudian “blugh,” dia duduk di pangkuan Ethan dan merangkul leher Ethan dengan kedua tangannya.
“Makasih ya,” ujarnya sambil mengecup kening Ethan.
“He...hei,” balas Ethan yang kaget sampai kacamata yang dipakai nya miring.
“Oh maaf hehe,” ujar Elena sambil melepaskan rangkulannya dan berdiri setelah itu kembali lagi ke tempat duduk nya.
Keduanya kembali terdiam dan menatap indahnya kota di malam hari sambil menikmati kopi mereka, namun wajah mereka merona merah dan tersenyum tipis. “Dling,” tiba tiba suara smartphone Ethan yang terletak di meja memecah keheningan, Ethan langsung melihat layarnya, sebuah notifikasi yang mengatakan ada email yang masuk ke dalam inbox nya. Dia langsung mengambil smartphone nya dan membuka emailnya. Ethan tersenyum tipis ketika melihat seseorang bernama Sofia Malcolm mengirim permohonan untuk membunuh orang bernama Lily Chen dan tunangan nya Brady Herrison.
“Ikan sudah terpancing, anggap saja tugas selesai,” gumam nya dalam hati.
Ethan langsung mengetik membalas email nya dan memberikan alamat juga waktu pertemuan mereka. Setelah itu, dia mengirim pesan kepada Brad agar bersiap siap, tidak lama kemudian Brad membalas pesannya dengan emoticon ibu jari yang naik ke atas dan mengatakan kalau akan mengatur “panggung” nya. Ethan membalas nya dengan emoticon ibu jari yang naik ke atas. Setelah itu, Ethan menaruh kembali smartphone nya di meja dan melihat Elena yang sedang menatap nya,
“Um...apa ?” tanya Ethan sambil tersenyum.
“Hehe enggak,” jawab Elena sambil tersenyum.
Kemudian Ethan menggeser meja nya ke samping dan menempelkan kursinya ke sebelah Elena, setelah itu dia kembali meneruskan membaca. Elena langsung merebahkan kepalanya di pundak Ethan dan ikut membaca buku yang sedang di baca Ethan. Kemudian Elena membuka smartphone nya dan memperlihatkan layarnya kepada Ethan. Setelah melihat layar smartphone Elena,
“Huh ? kamu mau lihat rumah ini ?” tanya Ethan kaget.
“Um...iya, bagus kan,” jawab Elena sambil menggeser gambarnya.
“Tapi....harganya $ 580.000,- kan ? apa ga kemahalan ? ambil kredit gitu ? (lah, dia tahu aku punya uang ya, rumah besar seperti ini hanya bisa di miliki orang sekelas ku kan, aduh gawat dong nih, aku sih yakin dia tidak seperti Katie....dia perawat yang bekerja keras menolong orang lain, tapi apa aku bisa percaya sama dia),” tanya Ethan.
“Oh...kemahalan ya, bener juga, berat cicilan nya, penghasilan ku kurang, maaf hehehe (waduh, aku lupa dia montir, ini rumah yang aku lihat lihat di rumah sakit tadi dan kebetulan suka....tanpa memperhatikan harga, gawat, jangan sampai ketahuan kalau aku sanggup beli rumah ini ga pake kredit, besok cari yang kecilan dikit),” jawab Elena.
Elena menurunkan smartphone nya dan kembali merebahkan kepalanya di pundak Ethan yang otomatis merangkul dirinya. Mereka tidak bicara apa apa lagi dan kembali membaca buku bersama sama, namun pikiran mereka terus berjalan saling menilai satu sama lain. Akhirnya setelah beberapa saat, keduanya menghela nafas,
“Sudahlah, dia Elena, bukan Katie yang egois dan mata duitan, ga usah di pikirin,” ujar Ethan dalam hati.
“Dia Ethan, bukan Oliver karena Oliver sudah ga ada di dunia ini, jangan mikir macem macem,” ujar Elena dalam hati.
Ethan mempererat rangkulannya dan “grek,” Elena menggeser kursinya agar lebih menempel lagi dan lengannya melingkar merangkul tubuh Ethan.
*******
Keesokan siang nya, di garasi bengkel, “blum,” Ethan menutup kap mobil mewah yang sudah selesai di kerjakan nya kemudian menoleh melihat seorang pria paruh baya berpakaian sederhana yang merupakan klien nya,
“Silahkan coba di hidupkan mobil nya, pak,” ujar Ethan.
“Baiklah, sebentar,” balas sang klien.
Sang klien membuka pintunya dan menyalakan mobil nya, suara mesin yang semula kasar dan berdengung kencang, sekarang menjadi halus hampir tidak terdengar, wajah sang klien berubah menjadi ceria, dia menatap Eric dan keluar dari mobil, dia langsung menjabat tangan Eric walau kotor.
“Terima kasih Ethan, sudah seminggu saya mencoba mencari bengkel yang bisa memperbaikinya, mereka selalu minta harga tinggi karena harus mengangkat mesin dan menawarkan servis full sama saya, terima kasih sekali lagi ya,” ujar sang klien dengan tawa yang lebar.
“Sama sama pak (cuma fan belt nya aja perlu di ganti karena sudah usang dan gesekan nya yang membuat mesin jadi berbunyi kasar, untung dia kemari dan tidak ke tempat lain, dia ga ngerti soal mobil soalnya dan bengkel bengkel lain biasanya memeras orang seperti dia dengan harga mahal),” balas Ethan tersenyum dan mengelap tangannya yang penuh oli menggunakan kain lap.
Setelah itu, sang klien berjalan ke meja kasih di ujung garasi bersama Ethan untuk menuliskan bon nya. Setelah membayar dan di berikan kuitansi sebagai bukti bayarnya, sang klien langsung kembali masuk ke dalam mobil nya, Ethan membantu mengarahkan mobilnya yang mundur keluar dari garasi. Setelah sang klien pergi, Ethan melihat jam nya, waktu sudah menunjukkan pukul 13.00 siang.
“Ok sudah waktu nya,” ujar Ethan dalam hati.
Dia langsung menutup pintu garasinya dan menempelkan tanda “makan siang” di pintu nya. Setelah itu, dia menyebrangi jalan untuk menuju ke restoran sederhana yang berada di seberang bengkel nya. “Cklung,” Ethan membuka pintunya, dia melihat seluruh kursi di naikkan ke meja, hanya menyisakan satu meja kosong di ujung restoran. Seorang pelayan wanita paruh baya berambut pirang bergelombang dan mengulum tusuk gigi, menghampiri dirinya,
“Duduk di ujung dulu honey, sebentar lagi ada inspektur dari dinas kesehatan mau meninjau restoran ini,” ujarnya.
“Oh ok,” balas Ethan singkat dengan wajah tanpa ekspresi.
Ethan berjalan ke arah kursi di ujung restoran yang kosong sesuai dengan yang di tunjuk sang pelayan. Sambil berjalan dia mengelap tubuhnya menggunakan handuk yang di kalungkan di lehernya. Setelah duduk, dia melihat tangannya dan kuku kuku nya yang hitam karena terkena oli. Dia menyeka nya dengan handuk, sang pelayan datang membawakan secangkir kopi hitam pekat yang bisa membuat seekor gajah segar bugar dan berenergi. Kemudian sang pelayan mengeluarkan note nya dan mencabut pen dari kantung kemeja nya,
“Mau pesan apa ?” tanya sang pelayan.
“Menu spesial hari ini saja,” jawab Ethan santai sambil meminum kopi nya.
“Baik, ada lagi ?” tanya sang pelayan.
“Itu saja dulu,” jawab Ethan.
“Ok, kalau mau tambah kopi, bilang saja, honey,” balas sang pelayan yang matanya terus memindai wajah, tubuh dan pakaian Ethan sambil tersenyum senyum sendiri.
Setelah pelayan pergi, Ethan menoleh melihat keluar jendela dan melihat garasi bengkel nya di seberang jalan. “Dling,” sebuah pesan masuk ke dalam smartphone Ethan dan dia langsung membalas nya, setelah itu dia kembali menoleh melihat keluar jendela di sebelahnya. 20 menit kemudian, “cklung,” pintu restoran di buka, seorang wanita yang mungkin baru berusia 45 tahunan dan sangat cantik mengenakan gaun hitam yang nampak mahal, kacamata hitam, rambut panjang pirang yang di buntal konde, masuk ke dalam restoran.
Sang wanita melihat sekeliling restoran dan akhirnya melihat Ethan yang duduk di ujung, “tlok...tlok,” sang wanita berjalan ke arah Ethan dan langkah hak tinggi nya yang menghantam lantai berbunyi kencang. Ketika dia berdiri di depan Ethan,
“Phantom ?” tanya sang wanita dengan suara lembut.
“Silahkan duduk, ibu Sofia,” jawab Ethan dengan wajah dingin.