berfokus pada kisah Satya, seorang anak dari mantan seorang narapidana dari novel berjudul "Dendamnya seorang pewaris" atau bisa di cek di profil saya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nemonia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
"Awas saja. Aku tidak akan menyerah begitu saja. Akan kubuat kau meminta ayahku segera bersatu dengan ibumu," gumam Olivia.
***
Yoga kembali ke dalam sel setelah selesai bicara dengan Raska. Raut wajah yang sebelumnya sedikit cerah setelah melihat Shintia, kini kembali suram bahkan tampak lebih pucat dari biasanya.
"Hei, bagaimana pertemuan pertama dengan anakmu?"
"Eh, kenapa wajahmu justru kaku begini? Bagaimana anakmu? Dia bukan pria nakal, kan?"
Saat baru memasuki sel, Yoga telah diberondong dengan berbagai pertanyaan. Bams dan Fajri masih mengira Satya lah yang datang.
Bams dan Fajri saling tatap sekilas dan menyadari pasti telah terjadi sesuatu dengan Yoga. Pria itu hanya diam dan duduk di sudut sel dengan wajah putus asa. Keduanya pun menyusul, dan duduk di depan Yoga.
Tangan Bams menepuk ringan bahu Yoga. "Ара yang terjadi, Bung? Anakmu, tidak sesuai ekspektasimu?"
"Jangan terlalu khawatir, kawan. Setiap manusia bisa berubah. Jika hari ini anakmu bukan laki-laki dan anak yang baik, suatu saat dia pasti akan membuatmu bangga," ujar Fajri yang juga menepuk ringan bahu Yoga memberi pencerahan.
Yoga tetap hanya diam tak berniat mengatakan pada keduanya bahwa bukan Satya yang baru saja ia temui.
Tiba-tiba ucapan Raska kembali berputar dalam otak di mana saat pria itu mengatakan, " Shintia berhak bahagia. Jika kau tak bisa melakukannya, berhentilah terus membuatnya menderita."
Apa yang Raska katakan itu seolah menamparnya. Dan sekarang, keinginan serta tujuannya untuk membangun keluarga sesungguhnya dengan Shintia dan Satya, menghilang dan lenyap.
"Jadi apa yang akan kau lakukan?" Bams bertanya setelah Yoga menceritakan siapa yang baru saja menemuinya. Dan tentu saja, menceritakan apa yang Raska sampaikan.
Yoga hanya diam selama beberapa saat kemudian hanya gumaman tak jelas yang lolos dari mulutnya.
"Menurutku, kau tidak perlu memikirkan ucapan pria itu. Jika selama ini Shintia tidak sungguh-sungguh padamu, tentu dia tidak akan bertahan. Jika hanya karena rasa kasihan dan balas budi, kurasa itu tidak mungkin karena sejak awal kau sudah menyuruhnya berhenti bukan?" tutur Bams memberi saran.
"Bams benar, lagipula bisa jadi pria itu yang tergila-gila pada ibu dari anakmu itu," sahut Fajri. la pun sepemikiran dengan Bams.
Yoga tetap hanya diam. Mungkin yang dikatakan dua temannya itu benar tapi, tak bisa dipungkiri apa yang yang Raska katakan benar-benar telah mengganggu pikiran.
Di tempat Satya, terlihat dirinya yang duduk menunggu Shintia pulang. Meski tahu mungkin masih lama, tapi dirinya tak punya pekerjaan lain.
Satya merogoh ponselnya dari dalam saku celana dan ibu jarinya terlihat menari di atasnya. Sampai tiba-tiba ingatan akan Olivia terlintas membuatnya menghentikan gerak ibu jarinya.
Satya terdiam, termenung memikirkan sesuatu. Entah apa yang ia pikirkan tapi membuatnya segera bangkit dari duduknya dan melangkah ke kamarnya.
Sesampainya di kamar, dirinya mengambil ponselnya untuk mencari tahu sesuatu. Namun, belum sempat ia mencapai pintu, ketukan pintu utama membuatnya menghentikan langkah.
Satya melirik jam tangannya berpikir mungkinkah itu ibunya? Tapi rasanya terlalu cepat. Namun pada akhirnya ia membuka pintu melihat siapa yang berdiri di baliknya.
"Selamat siang." Alexa berdiri seraya melempar senyuman. Melihatnya, Satya tampak kebingungan.
"Apa yang dilakukannya di sini?" batin Satya.
"Ah, maaf. Aku datang tanpa memberitahumu. Ayah memintaku mengantar ini." Mengangkat paper bag di tangan. "Ayah bilang sebagai ucapan terima kasih karena kau sudah membawa mobilku ke bengkel kemarin," ujarnya memberitahu maksud dan tujuannya datang.
Satya menatap oleh-oleh yang Alexa berikan dalam diam kemudian menerimanya. "Terima kasih ," ucapnya. Padahal, dirinya sama sekali tak mengharap apapun.
Alexa mengangguk tanpa melunturkan senyuman manisnya. Lesung pipi di pipi kanannya kian membuatnya tampak menawan. Sayangnya, Satya sama sekali tak tergoda. Bukan tanpa alasan, bagi Satya wanita nomor dua. la tak akan memikirkan wanita sebelum keluarganya bersatu.
"Silakan masuk." Satya membuka pintu lebih lebar mempersilakan Alexa masuk kedalam rumah saat wanita itu tak segera beranjak seakan menunggunya memintanya masuk ke dalam. Jika bukan karena Alexa anak dari orang yang telah berjasa padanya, mungkin ia akan bersikap dingin sama seperti sebelumnya saat berhadapan dengan Olivia.
"Terima kasih." Alexa masuk ke dalam rumah dan mengedarkan pandangan. "Apa bibi di rumah?" tanyanya membuka percakapan.
"Tidak. Ibu ada urusan di luar," jawab Satya seraya melangkah menuju dapur setelah mempersilakan Alexa duduk.
"Jadi ... kau hanya tinggal berdua dengan ibumu? Rumahmu tampak sepi," tanya Alexa. la duduk dengan tenang menatap Satya yang membuatnya kagum akan perawakannya.
"Hm." Satya hanya menjawabnya dengan gumaman. Sebenarnya dirinya merasa canggung.
Bukan karena tak pandai bicara dengan wanita, tapi saat ini tidak ada siapapun di rumah selain mereka. la hanya tak ingin terjadi fitnah.
"Oh, ya, ngomong-ngomong. Apakah kita bisa berteman?" tanva Alexa tiba-tiba yang terdengar tak masuk akal di mata Satya.
"Ah, maksudku, kulihat kau sepertinya sedikit tertutup jadi aku minta izin padamu untuk menjadi salah satu temanmu. Atau, apa aku salah? Meski sebenarnya ada alasan lain, sih." Alexa sesekali mencuri pandang juga mengalihkan pandangan.
Semburat kemerahan terlihat samar menghiasi wajahnya. Dirinya kagum dengan tanggung jawab Satya mengenai mobilnya. Padahal saat itu Satya bisa kabur saja atau justru menyalahkannya melihat dirinya hanya seorang wanita lemah. Tapi kenyataannya tidak. Satya tetap bertanggung.jawab.
"Apa aku terlihat seperti itu?" balas Satya.
"Ah, ma-maaf. Apa aku salah? Maafkan aku, jika itu membuatmu tersinggung. Aku hanya ...."
"Tidak apa-apa," kata Satya. Mana mungkin ia menolak ajakan pertemanan anak dari Anwar? Anwar adalah salah satu orang yang berjasa dan orang baik, tentu Satya tak akan melupakan itu.
***
Raska memasuki kediamannya dengan wajah lebih cerah dari biasanya. la yakin Yoga akan meminta Shintia berhenti menunggunya. Ia dapat melihat Yoga terpukul setelah kebohongan yang dikatakannya.
Tahu begini, ia melakukan cara ini dari kemarin tanpa harus menyuruh seseorang menghabisi Yoga. Waktu itu ia tak bisa berpikir jernih, kekecewaannya karen Shintia terus menolaknya membuatnya ingin Yoga segera lenyap. Tapi sekarang, ia punya cara lebih baik melihat dua orang yang disuruhnya menghabisi Yoga telah gagal.
"Ayah!"
Raska menoleh ke belakang mendengar suara putri tercinta. Olivia juga baru kembali dan segera menghampiri ayahnya yang masih berdiri di sisi sofa ruang tamu.
"Kau dari mana saja?" tanya Raska dengan memberi usapan lembut di kepala. Olivia adalah anak keduanya dan anak yang paling ia sayang dan manja.
"Dari rumah teman. Kalau ayah, dari mana?" balas Olivia dengan wajah sumringah. Kekesalannya mendapat penolakan dari Satya seketika lenyap saat berhadapan dengan sang ayah.