Istri kedua itu memang penilaiannya akan selalu buruk tapi tidak banyak orang tau kalau derita menjadi yang kedua itu tak kalah menyakitkannya dengan istri pertama yang selalu memasang wajah melas memohon simpati dari banyak orang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ranimukerje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10
Mimpi itu nyata, wisnu suaminya tersenyum bahagia sambil menggandeng tangan wanita disebuah pelaminan megah dan wanita disamping suaminya itu bukan dirinya. Napas nara tersengal, keringat membasahi pelipisnya. Dalam remang kamar ia mencari sosok wisnu yang tak ada disampingnya. Rasa takut menelusup dihatinya. Takut wisnu pergi apalagi wajah wanita yang tersenyum diatas pelaminan dalam mimpinya tadi, nara kenal. Wajah itu, wajah febri gadis yang sejak beberapa bulan ini ia paksa untuk mau menjadi istri kedua suaminya.
"Mas" lihir nara memanggil suaminya.
Turun dari ranjang dengan gerakan cepat sampai sebelah kakinya tak berpijak dengan benar dilantai. Nara sempat terhuyung bahkan nyaris jatuh tapi dengan sigap tangannya menarik pinggiran sprei.
"Astaga" gumam nara sambil mengatur napasnya yang menderu akibat kaget.
"Mas" masih lihir nara mencari keberadaan suaminya.
Saat kakinya akan melangkah ke kamar mandi tapi matanya tak sengaja menoleh kearah pintu balkon yang sedikit terbuka. Nara memutuskan untuk keluar, mencari keberadaan suaminya di balkon kamar mereka. Benar saja, wisnu ada disana. Duduk dengan batang rokok disela kedua jarinya. Wisnu duduk tenang sambil menghisap nikotin itu dengan gerakan pelan namun penuh kemantapan. Seolah, apa yang ia hisap itu bisa memberi ketenangan abadi.
"Mas" lihir nara lagi.
Wisnu tetap diam, menatap kearah depan tanpa tau kalau istrinya memanggil dan sudah memperhatikan dirinya sejak tadi.
"Mas" panggil nara lagi sambil berjalan mendekat.
Mendengar langkah kaki, barulah wisnu menoleh. Nara, wanitanya datang dengan gaun tidur seksi bertali spaghetti. Biasanya melihat tampilan nara yang begini pasti membuat wisnu tidak tahan. Tapi kali ini tidak, wisnu tetap tenang. Seolah-olah umpan didepan matanya tidak menarik sama sekali.
Nara yang sadar dirinya diacuhkan menghentikan langkah padahal jarak dirinya dengan sang suami hanya tiga langkah lagi.
"Mas"
Masih panggil nara lagi, hanya panggilan itu saja yang terus terucap karena dalam kepalanya terus berputar kejadian dalam mimpinya barusan. Semuanya terlihat nyata dan entah kenapa itu menyakitkan bagi nara.
"Hmm"
Sesingkat itu jawaban wisnu. Tanpa menoleh dan malah makin nyaman menghisap rokok ditangan.
"Kamu ......"
"Kenapa bangun? Nyariin? Sekarang kamu sudah ketakutan ya? Gimana nanti kalau aku beneran punya wanita lain untuk dipeluk. Tapi jangan berfikir untuk berhenti sekarang ra. Aku sudah memutuskan dan itu tidak akan mengubah apapun kemauan mu setelah ini."
Nara memejamkan mata rapat-rapat. Wisnu tau isi kepalanya bahkan kegundahan hatinya saja bisa dibaca langsung. Dari panjangnya kalimat yang wisnu ucapkan, tak satu katapun keluar dari mulut nara yang biasanya pandai berkata-kata. Suasana malam yang dingin semakin mencekam karena aura wisnu malam itu sungguh berbeda.
"Tidur, kamu belum pulih benar."
Masih tetap lurus kedepan pandangan wisnu, istrinya yang sejak tadi berdiri terpaku tak sekalipun wisnu melirik kesamping dimana istrinya berada.
"Mas, kenapa ......."
"Kenapa apanya?"
Wisnu tak memberi celah sedikitpun sejak dirinya mengambil keputusan secara sadar akan menikah lagi karena desakan nara yang terus menerus.
"Kami itu harus banyak istirahat ra, tapi jangan lupa untuk membuat gadis yang kamu pilih itu datang kepada ku. Dia harus bersedia secara sukarela aku nikahi."
"Tapi ....."
Wisnu menoleh, tatapannya dingin raut wajahnya datar. Semua perasaan wisnu tahan sendiri.
"Kamu yang memaksa dan sekarang aku sudah terima apa yang jadi keinginan mu. Jangan berhenti sebelum permainan benar-benar dimainkan."
Wisnu bangkit. Mematikan rokok dan berjalan masuk kedalam kamar.
"Ayo tidur, aku temani karena sebentar lagi akau akan menemani wanita lain."
Hati nara mencelos. Tak terasa genangan air di pelupuk matanya penuh. Tapi dengan sekuat tenaga nara menahan air itu agar tak jatuh membasahi pipi.
"Nara, ayo."
Sama-sama rebah di ranjang yang sama. Wisnu telentang dengan mata melihati langit-langit kamar, sementara nara memilih tidur memunggungi sang suami. Tak ada percakapan apa-apa, mereka berdua sibuk dengan isi kepala masing-masing.
.
.
.
Pagi ini cerah tapi tak secerah hati febri.
"Ga bisa pending kah mba intan?" Tanya febri dari sambungan telpon yang sedang terhubung dengan managernya.
"Ga bisa feb, jadwal mu padat sampai dua minggu kedepan. Ada libur dua hari palingan tapi aku ga akan kasih ijin kamu buat bepergian apalagi pulang kampung."
"Mba ......"
Suara febri seperti anak kecil yang sedang merengek meminta dibelikan mainan.
"No, kamu bakalan capek dan balik balik jadi mager seharian. Lagian kenapa tiba-tiba kamu ngebet pulang padahal biasanya kalau libur agak panjang aku tawari pulang kamu selalu nolak."
"Urgent" jawab febri singkat disertai helaan napas panjang.
"Kamu ada masalah?"
"Hmmm"
"Feb ......"
"Masalah yang aku ceritain tempo hari mba, orangnya maksa bahkan ibu sampai naik darah tingginya karena diteror sama orangtua perempuan itu."
"Astaga ... Tapi feb ...... Kamu......"
"Sampai detik ini aku ga kepikiran mau jadi istri kedua mba tapi ga tau besok. Sumpah, aku muak banget sama mba nara itu. Maksa maksa ga jelas ......."
"Ada ya perempuan kayak gitu."
"Ada, itu buktinya dan apesnya aku yang ......"
"Ck......" intan berdecak.
"Mba, beneran deh aku bakalan bikin suaminya mba nara kepincut sam aku."
"Jangan gila ya feb, buang jauh-jauh pikiran mu itu. Awas aja sampai kamu beneran ngelakuin itu semua. Karier mu masa depan mu, bisa hancur. Apa-apa yang sudah kamu usahakan bakalan hilang."
Febri menarik napas panjangnya, ia bimbang tapi juga tetap ingin melakukan apa yang tadinya hanya jadi sebuah keisengan yang tak pernah ia anggap serius. Obrolan terus berlanjut dan febri mengomel panjang lebar menuntaskan emosinya pada sang manager. Sampai berakhir sambungan telpon itu dengan ancaman yang kembali intan lontarkan. Jangan lakukan apa yang ada dalam pikiran mu atau semua yang sudah kamu bangun susah payah jadi hancur berantakan, akan sangat sayang sekali kalau kamu sampai berfikir kekanakan hanya karena emosi pada nara saja. Begitulah pesan intan sebelum sambungan telpon itu benar-benar berakhir.
Huft
Hembusan napas besar mengudara dari febri. Direbahkan tubuhnya ditengah ranjang sempat memejam beberapa saat sampai seringai licik muncul diwajahnya.
Apa aku rayu aja sekalian suaminya, aku bikin jatuh cinta sama aku. Apalagi kan aku ini perawan bisa dipastikan laki-laki yang udah bersuami bakalan betah sama barang baru. Batin febri menyusun rencana untuk menaklukan wisnu yang tak febri ketahui kalau wisnu pun sama dengan dirinya. Menyusun rencana untuk hal yang sama, mereka itu dua manusia yang sama-sama jengah dengan orang bernama nara.
Dipikir nanti bagaimana cara melakukan rencananya yang pasti sekarang febri memilih memanfaatkan waktu siangnya yang tumben senggang untuk beristirahat. Pemotretan disana sini juga berlenggak lenggok diatas panggung membuat febri lelah tapi ia tak pernah mau berhenti sebentar saja karena uang itu adalah kesukaannya.
#Happyreading