Namanya Kevin. Di usianya yang baru menginjak angka 20 tahun, dia harus mendapati kenyataan buruk dari keluarganya sendiri. Kevin dibuang, hanya karena kesalahan yang sebenarnya tidak dia lakukan.
Di tengah kepergiannya, melepas rasa sakit hati dan kecewa, takdir mempertemukan Kevin dengan seorang pria yang merubahnya menjadi lelaki hebat dan berkuasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengejutkan
Penyadap suara?" Hernandez dan tiga orang lainnya begitu terkejut dengan apa yang ditemukan Kevin. Bagaimana mungkin mereka tidak menyadari ada penyadap suara yang menempel pada salah satu sofa yang ada di kantornya.
Kevin celingukan beberapa saat, lalu tiba tba dia memberi kode kepada Hernandez untuk memberikan ponselnya. Hernandez membuka pola kunci ponsel dan segera menyerahkan kepada Kevin.
Anak muda itu lalu membuka sebuah aplikasi metube dan mencari sekumpulan musik player, terus menempelkan penyadap suara di dekat speaker ponsel dan menyalakan musiknya.
Hernandez awalnya tertegun menyaksikan apa yang dilakukan Kevin. Namun begitu Kevin selesai melakukan rencana dalam dipikirannya, senyum Hernandez seketika terkembang. Kevin bangkit sejenak, membawa ponsel milik Hernandez dan menjauhkannya dari sekumpulan orang orang di sana.
"Hebat juga kamu, anak muda," puji salah tamu pria yang menjadi tamu Hernandez di ruang kerjanya "Tidak salah kalau kamu dijadkan anak angkat oleh Tuan Hernandez."
Hernandez sontak tersenyum dan merasa bangga dengan keputusannya.
"Tunggu, jangan-jangan, masih ada lagi penyadap yang lainnya," ujar Harvez.
"Harves, suruh pihak keamanan kemari dan perintahkan mereka membawa alat pendeteksi," titah Hernandez.
Harvez mengangguk dan dia langsung menjalankan perintah sang Tuan besar.
Tak butuh waktu lama, beberapa petugas keamanan datang dan mereka cukup terkejut dengan infomasi yang mereka terima dari atasan mereka. Para petugas itu pun segera menyisir semua ruangan Hernandez dan berhasil menemukan dua alat penyadap suara di bawah meja kerja Hernandez dan di dekat jendela kaca, tepat di belakang kursi kebesaran pemilik perusahaan.
"Kurang ajar! Siapa yang telah berani melakukan ini semua?" Hernandez geram bukan main. Dia tidak menyangka kalau dia akan terus kecolongan.
"Kami akan menyelidikinya, Tuan," jawab salah satu petugas keamanan, yang juga menjabat sebagai pimpinan keamanan di gedung itu. "Maafkan atas keteledoran kami."
"Sekarang, cepat kalian periksa cctv dan segera laporkan hasilnya pada saya," titah Harvez.
"Baik, Tuan, kami permisi," para petugas segera meninggalkan ruangan tersebut.
"Jangan lupa. awasi ruangan lainnya juga," teriak Harvez.
"Wahh, bahaya kalau begini," ujar salah satu tamu Hernandez. "Jangan-jangan, pembicaraan kita tadi sudah didengar oleh orang yang menyadap?"
"Sudah pasti itu," sahut tamu yang satunya lagi. "Tapi untungnya, kita belum membicarakan banyak hal. Kita baru membahas status anak ini kan?" pria itu menunjuk ke arah Kevin.
"Tapi kan kita nggak tahu, sejak kapan penyadap suara itu berada di ruangan ini," ujar tamu yang memakai jas berwarna merah. "Terus kira kira,siapa yang berani melakukan perbuatan nekat kaya gini?"
"Pastinya, orang yang bebas keluar masuk ke ruangan ini," ujar Harvez. "Oh ya Kevin, kenalkan, mereka pengacaranya Tuan besar. Yang ini Tuan Marshal dan dia Tuan Andrew."
"Salam kenal, Tuan" ucap Kevin sopan.
"Jangan panggil kita, Tuan," ucap Santiago. "Justru kami yang harus memanggil kamu Tuan muda mulai saat ini."
Kevin pun memberi respon dengan senyuman.
"Tapi, darimana kamu bisa tahu kalau tadi di sini ada penyadap?" tanya Marshal.
"Tadi saya melihat ada perbedaan pada warna sofanya, Tuan," jawab Kevin.
"Warna sofa?" tanya Marshal lagi dan Kevin langsung mengiyakan.
"Warna sofa ini hitam pekat dan tidak mengkilap saat terkena cahaya. Sedangkan tadi selotip yang digunakan untuk menempelkan penyadap, hitamnya agak glowing karena terkena cahaya dan bentuknya agak aneh, makanya saya curiga."
"Wahh, hebat," puji Andrew sambil tepuk tangan. "Kamu bisa menyadari hal sekecil itu. Kayanya kamu memiliki bakat sebagai penyidik."
Lagi lagi Kevin membalasnya dengan tersenyum agak lebar.
"Tapi aku nggak habis pikir, siapa yang telah lancang melakukannya?" ucap Hernandez.
"Apa sekretaris pribadi kamu?" terka Marshal.
"Kemungkinan petugas kebersihan, Tuan," jawab Kevin. "Bukankah petugas kebersihan juga orang yang paling mudah keluar masuk ke rungan ini?"
"Wahh, benar juga," ujar Andrew. "Itu juga cukup masuk akal. Apa lagi kita tahu, di sini memiliki peraturan, siapa pun tidak boleh masuk ke ruangan ini sebelum presdir datang, kecuali petugas kebersihan."
"Tapi, belum tentu juga dia beneran petugas kebersihan," ujar Harvez. "Bisa saja, dia orang yang menyamar sebagai petugas kebersihan."
"Berarti, kemungkinan besar, yang melakukannya, orang yang mengetahui seluk beluk kantor ini," ujar Marshal dan semua yang ada di sana mengangguk setuju.
Di saat bersamaan, ponsel milik Harvez berdering. setelah di cek, ternyata itu adalah pesan berisa laporan hasil pencarian yang dilakukan tim keamaanan.
Harvez menunjukannya kepada Hernandez dan dugaan mereka benar, orang yang melakukannya adalah petugas kebersihan dan dilakukan Pagi ini. Hernandez segera memerintahkan orang kepercayaan untuk menyelidikinya.
####
Sedangkan di waktu yang sama tapi di perusahaan berbeda, Dirgantara terpaksa mau menerima orang yang bertamu di kantornya tanpa adanya janji. Pria itu cukup tertarik dengan penawaran yang ditawarkan sang tamu karena itu merupakan salah satu ambisi yang ingin dia wujudkan segera.
"Jadi, rencana apa yang anda miliki untuk menghancurkan Hernandez?" tanya Dirgantara.
Sosok yang belum menyebutkan namanya itu lantas tersenyum. "Sebelumnya, apa anda sudah pernah dengar kabar, kalau istri dari Hernandez, baru saja mengalami peristiwa buruk dan sekarang sedang tidak sadarkan diri?"
"Benar," balas Dirgantara. "Lalu, apa hubungannya dengan rencana anda?"
Tamu itu tersenyum. "Tentu saja ada," jawabnya. "Saat ini, istri Hernandez itu sedang membutuhkan donor darah dan anda tahu, darah yang dibutuhkan oleh istri Hernandez? Golongan darah yang sangat langka."
Dirgantara terdiam dan matanya menatap tajam yang di hadapannya. Seketika pikiran pria itu sekilas kembali pada peristiwa menyakitkan di masa lalu yang pernah dia alami.
"Lalu? Apa hubungannya dengan rencana anda?"
Lagi-lagi sang tamu tersenyum sejenak. "Kalau tidak salah, bukankah dulu mendiang istri anda juga memiliki golongan darah yang langka?"
"Tidak perlu mengungkit masa lalu saya!" hardik Dirgantara emosi.
"Baik baik, maaf," pria itu mengangkat tangan agar Dirgantara tidak meluapkan emosinya.
"Katakan saja, apa rencana anda, tidak perlu berbelit seperti itu," sentak Dirgantara.
"Oke," sang tamu mengalah demi mewujudkan tujuannya. "Istri Hernandez memiliki jenis darah yang sama dengan mendiang istri anda. Jika saya tidak salah, jenis golongan darah bisa menurun ke darah daging kita. Bukankah ini peluang yang bagus bagi anda? Jika anak-anak anda ada yang memiliki darah golden blood, anda bisa memanfaatkan anak anda untuk menawarkan bantuan kepada Hernandez. Tentu saja, bantuan yang anda ajukan pada Hernandez tidak gratis. Bukankah ini peluang yang sangat bagus?"
Dirgantara terdiam, mencerna ucapan tamunya untuk beberapa saat. "Benar juga," ucapnya kemudian. "Tapi, apa yang anda dapatkan dari penawaran kerja sama ini?"
"Perusahaan Hernandez" jawab sang tamu. "Kita tukar darah anak kamu dengan perusahaan Hernandez, lalu kita bagi dua, bagaimana?"
Seketika senyum jahat Dirgantara tersungging di bibirnya.