NovelToon NovelToon
Sayap-Sayap Bisu

Sayap-Sayap Bisu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Novel romantis yang bercerita tentang seorang mahasiswi bernama Fly. Suatu hari ia diminta oleh dosennya untuk membawakan beberapa lembar kertas berisi data perkuliahan. Fly membawa lembaran itu dari lantai atas. Namun, tiba-tiba angin kencang menerpa dan membuat kerudung Fly tersingkap sehingga membuatnya reflek melepaskan kertas-kertas itu untuk menghalangi angin yang mengganggu kerudungnya. Alhasil, beberapa kertas terbang dan terjatuh ke tanah.

Fly segera turun dan dengan panik mencari lembaran kertas. Tiba-tiba seorang mahasiswa yang termasuk terkenal di kampus lantaran wibawa ditambah kakaknya yang seorang artis muncul dan menyodorkan lembaran kertas pada Fly. Namanya Gentala.

Dari sanalah kisah ini bermulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 10

“Begitulah, mama dan kakakmu itu keras kepala sekali. Saya sudah ingatkan mereka untuk memakai celana panjang. Dasar!” tegas bu Nindy.

Hanya Gen beserta keluarganya, serta bu Nindy san Chihaya yang duduk di sofa. Sisanya, para mahasiswa KKN itu duduk di karpet sampingnya karena tidak muat untuk semua.

“Namanya jugaa orang nggak tahu, Nindy.”

Gen hanya tersenyum tipis. Chihaya dan Krista tampak bercakap-cakap.

Fly dan Chel muncul dari dapur membawa nampan masing-masing yang di atasnya terdapat makanan ringan dan minuman hangat. Mereka meletakkan nampan di meja dan memberikannya pada orang-orang di sana.

“Maaf, yan. Nanti roknya kami cuci, kok,” ucap mama Gen.

“Nggak apa-apa, tante. Nggak usah dicuci. Dipakai di sini doang nggak bakal kotor, kok,” jawab Fly dengan begitu ekspresif.

Cua sudah menatap tajam dari karpet. Menyadari bahwa Fly ingin mengambil perhatian dari mama Gen.

“Oh, iya. Baik kalau begitu.”

Ternyata, bu Nindy dan mama Gen adalah teman dekat semasa kuliah. Begitupun dengan Krista dan Chihaya yang berteman karena diperkenalkan oleh mama mereka. Itulah sebabnya mereka mengikuti kelurga Gen yang datang. Itupun atas paksaan mama Gen.

“Itu guru agama Chihaya, lo. Dia salah satu mahasiswi kesayangan saya,” ujar bu Nindy dengan bangga.

Ucapan yang berhasil membuat kepala Fly membesar. Hingga tangannya yang memegang gelas berisi teh panas itu gemetar dan sedikit tumpah mengenai tangannya.

“Aduh,” lirih Fly.

Gen bergegas mengambil beberapa lembar tisu di meja dan memberikannya ke Fly.

“Terima kasih,” ucap Fly.

“Sama-sama.”

Semua menyaksikan adegan itu. Sederhana namun membuat Cua membara. Bukan sebab cemburu, tapi karena kesal bahwa apa yang diinginkan Fly terjadi, yakni perhatian dari Gen.

“Hati-hati, loh.” Bu Nindy berkata.

Fly mengangguk pelan.

Pikiran liar Fly malah menggema. Bahwa ketumpahan teh panas tidaklah menyakitkan, sebab dengan itu ada hal indah yang menghampiri.

“Guru agama gimana, Nin?” Mama Gen bertanya.

“Guru agama buat Chi. Biar dia nggak asing-asing banget dalam mengenal agama,” jawab bu Nindy.

“Biar nggak kayak kita, ya,” ucap mama Gen diakhiri dengan tawa renyah.

Lain halnya dengan bu Nindy yang malah berekspresi kecut. Entah apa yang tengah ia pikirkan.

“Tapi saya bersyukur punya anak kayak Gen. Dia paham agama. Katanya, anak soleh itu bisa jadi ladang pahala,” tambah mama Gen.

“Buat apa punya ladang pahala kalau diri sendiri nggak ikut memahami,” jawab bu Nindy.

“Ya, semua orang ‘kan butuh berproses, Nin.”

Gen hanya diam dan menyimak obrolan mama dan dosennya itu. entah bagaimana ia harus menaggapi. Sebagai seorang anak laki-laki sekaligus adik laki-laki, tentunya ia sudah memperingatkan mama dan kakaknya akan pentingnya menjalankan syariat. Termasuk menutup aurat.

Setelah selesai menyantap makanan ringan di karpet, Fly beralih ke dapur untuk mencuci piring dan gelas bekas tadi.

“Fly,” sapa Chihaya dari belakang, dengan nampan berisi gelas-gelas dan piring-piring.

“Hai, Kak Chi.”

“Kamu betah di sini?”

“Ya, betah-betah aja sih, Kak. Selagi ada teman-teman yang saling menyemangati.”

“Menurutmu, Gen lebih suka orang yang cuek atau ramah, ya.”

“Eh, maksudnya?”

Jantung Fly mulai berdegup kencang. Untuk apa Chihaya menanyakan perihal Gen padanya?

“Kamu tahu, Isa?”

“Tahu. Seangkatan aku.”

“Kata mama dia selalu dapat IPK tertinggi.”

“Benar.”

“Sebagai sahabat dari mama Gen, katanya mama mau ngedeketin mereka.”

“Gen dan Isa?”

Chihaya mengangguk, “Padahal mama bukan orang yang peduli sama urusan asmara orang lain. Tapi, katanya terlalu gemes aja gitu kalau Gen dan Isa nggak bersama.”

Seolah ada batu besar yang menghantam bunga-bunga warna-warni nan bermekaran dalam hati Fly. Lantas dirasuki debu-debu hingga bukan lagi aroma bunga yang terhirup. Itu menyesakkan.

___ ___ ___

Gerimis di sore hari. Sejuk membersamai. Para mahasiswa KKN berada di ruang tengah. Keluarga Gen beserta bu Nindy dan anaknya telah pulang beberapa menit yang lalu. Mereka meminta tanda tangan Krista sebelum mereka berangkat. Walaupun sebenarnya Rez, Atma dan Gio juga ingin meminta tanda tangan Chihaya. Tapi untuk apa? Dia bukan selebriti layaknya Krista. Tentu akan aneh jika mereka melakukannya. Terlebih mengingat sosok ibunya yang terkenal galak.

Gerimis kian menjelma hujan. Suara yang menenangkan. Fly keluar menuju teras. Untuk menikmati nyanyian sang hujan.

Ia merenungkan banyak hal. Tentang apa yang terjadi dengan dirinya. ia merasakan sesuatu yang berbeda. Ia merasa bahwa dirinya telah banyak berubah. Bukankah setiap hari bertemu dengan Gen itu menyenangkan?

Namun apa gunanya itu jika ucapan Chihaya menjadi kenyataan. Bu Nindy diam-diam ingin Gen bersama dengan Isa. Perempuan jenius itu. Bagaimana pula ia tidak merana. Membayanginya saja sudah terasa kalahnya jika yang dilawan adalah Isa. Primadona kampus pula.

“Fly!” panggil Gen.

Meski demikian, Fly tidak seantusias biasanya untuk menoleh.

“Iya?”

Lelaki itu mendekat dan menghampiri Fly.

“Hujan selalu mendatangkan pikiran jernih, bukan!?” ujar gen.

Fly mengangguk. Seharusnya bunga-bunga dalam hatinya bermekaran dalam situasi ini. Tapi perkataan Chihaya benar-benar meremukkan hatinya. Sehingga membuatnya teramat pilu.

“Iya.” Fly menjawab singkat.

“Aku berharap bisa melihat mama dan kak Krista sepertimu.”

“Sepertiku?”

Gen mengangguk, “Senantiasa menutup auratnya dan menjalankan syariat agamanya. Aku selalu merasa gagal setiap kali melihat penampilan mereka. Terlebih membayangkan mata-mata yang melihat kak Krista di layar kaca. Apalagi laki-laki.”

“Kamu nggak gagal. Kamu hanya perlu menunggu hidayah itu menghampiri mereka. Lagipula, kalea dan Izu juga berhijab.”

“Tapi mereka masih melepasnya ketika di dalam. Beda denganmu.”

Tak perlu waktu lama, Fly telah kembali pada era berbunga-bunga. Hanya dengan sebuah ucapan sederhana dari Gen.

“Tapi semua orang melihatmu memiliki kehidupan sempurna, Gen.”

“Sempurna dari sudut pandang duniawi. Sedangkan dunia ini singkat. Padahal perjalanan setelah di dunia ini yang teramat panjang. Apa gunanya semua itu, Fly.”

Fly mengembuskan napas. Ia tak pernah membayangkan ada tiba saat ini. Saat-saat di mana ia bercakap-cakap santai dengan Gen. Apalagi ditemani suara hujan. Mereka duduk di kursi rotan yang berada di teras.

“Kamu, benar. Aku berharap mereka segera mendapatkan hidayah.”

“Amin.”

Lengang sesaat. Keduanya terdiam. Menikmati irama hujan. Seharusnya Fly akan kedinginan. Tapi kebersamaan dengan Gen membuatnya merasakan kehangatan. Atau lebih tepatnya, berkat rasa bahagia itu ia tidak peduli dengan rasa dingin.

“Krista itu sebenarnya bukan nama aslinya. Itu hanya nama panggung.”

“Siapa nama aslinya?"

“Khadijah. Diambil dari nama istri Rasulullah SAW. Tapi malah diganti dengan alasan nama Khadijah tidak layak untuk seorang aktris. Terlebih sebagai tokoh utama.”

“Tidak layak bagaimana? Bukannya setiap film ia selalu memakai nama yang berbeda.”

“Ya, maksudnya ketika memakainya di luar peran film.”

Fly mengangguk, tanda mengerti.

“Memangnya nama islami itu tidak layak dijadikan nama panggung, ya?” tanya Fly, polos.

“Entahlah. Walaupun aku tidak peduli akan hal itu. Karena sebenarnya, pada lubuk hatiku yang terdalam, aku ingin kak Khadijah keluar dari dunia hiburan. Terkesan egois, tapi aku hanya tidak ingin dia tersesat di dunia yang semakin huru-hara ini.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!