follow IG Othor @ersa_eysresa
Di usia 30, Aruni dicap "perawan tua" di desanya, karena belum menemukan tambatan hati yang tepat. Terjebak dalam tekanan keluarga, ia akhirnya menerima perjodohan dengan Ahmad, seorang petani berusia 35 tahun.
Namun, harapan pernikahan itu kandas di tengah jalan karena penolakan calon ibu mertua Aruni setelah mengetahui usia Aruni. Dia khawatir akan momongan.
Patah hati, Aruni membuatnya menenangkan diri ke rumah tantenya di Jakarta. Di kereta, takdir mempertemukannya dengan seorang pria asing yang sama sekali tidak dia kenal.
Apakah yang terjadi selanjunya?
Baca kisah ini sampai selesai ya untuk tau perjalanan kisah Aruni menemukan jodohnya.
Checkidot.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Malam itu, setelah kembali dari sekolah dan melalui rutinitas harian di rumah Tante Dina, Aruni kembali membentangkan sajadahnya. Kegelisahan tentang Rico yang menghilang dan jawaban doanya yang tak kunjung tiba masih menghantuinya. Ia memohon dengan sungguh-sungguh, berharap Allah memberikan isyarat, sebuah petunjuk yang bisa menenangkan hatinya.
Setelah melakukan sholat malamnya Aruni kembali tidur, berharap dia bisa mendapatkan petunjuk kali ini . Dan benar saja malam ini dalam tidurnya, Aruni bermimpi. Ia berada di sebuah taman yang luas, dipenuhi bunga-bunga bermekaran dan kupu-kupu beterbangan. Udara terasa sejuk dan wangi. Di tengah taman itu, ia melihat seorang pria yang wajahnya samar, namun ia tahu itu adalah Rico. Rico tersenyum kepadanya, mengulurkan tangan, dan di atas telapak tangannya ada sebuah cahaya kecil yang berpendar hangat. Cahaya itu kemudian terbang dan melayang di sekitar Aruni, menyelimutinya dengan ketenangan. Aruni terbangun dengan perasaan yang jauh lebih ringan. Hatinya dipenuhi kedamaian. Ia tahu, ini adalah jawaban yang ia cari. Mimpi itu memberinya isyarat positif, sebuah kelegaan yang luar biasa.
"Alhamdulillah," bisik Aruni pagi itu, merasa seolah beban di pundaknya telah terangkat. Ia menatap cermin, senyum tipis terukir di bibirnya. Sebuah harapan baru mulai bersemi.
Di akhir pekan, Aruni mendapat tawaran untuk mengisi seminar singkat tentang pendidikan anak di sebuah lembaga bimbingan belajar di Jakarta Pusat. Ia mengajak Tante Dina untuk menemaninya.
Dengan senang hati tante Dina menerima tawaran untuk menemani Aruni bersama dengan Rubby, sekalian nanti mereka akan jalan-jalan setelah acara. Selesai acara, Tante Dina menyarankan untuk mampir ke sebuah kafe yang cukup terkenal di sana.
"Aruni, kita mampir sebentar ke kafe itu yuk. Katanya kopinya enak," ajak Tante Dina sambil menunjuk sebuah kafe dengan desain modern.
"Boleh, Tante. Sekalian istirahat makan siang," jawab Aruni.
Mereka masuk ke dalam kafe yang cukup ramai. Setelah memesan, Aruni dan Tante Dina mencari meja kosong. Pandangan Aruni menyapu sekeliling, dan matanya terpaku pada sosok seorang wanita paruh baya yang duduk sendirian di meja pojok, menikmati secangkir kopi. Wanita itu terlihat elegan dengan pakaian sederhana namun berkelas, rambutnya tertata rapi, dan sorot matanya tajam namun hangat. Aruni merasa pernah melihatnya, tapi di mana?
Secara bersamaan, wanita itu juga menoleh dan pandangan mereka bertemu. Wanita itu tersenyum tipis, sebuah senyum ramah yang entah mengapa membuat Aruni merasa nyaman. Tante Dina yang melihat interaksi itu, menyenggol lengan Aruni.
"Kamu kenal, Run?" bisik Tante Dina.
"Aku rasa pernah melihatnya, tapi lupa di mana, Tante," jawab Aruni.
Tante Dina dan Aruni kemudian memilih meja yang tidak jauh dari wanita itu. Saat mereka sedang asyik berbincang dan menunggu pesanan, wanita itu tiba-tiba menghampiri meja mereka.
"Maaf, apakah saya boleh bergabung? Rasanya tidak enak menikmati kopi sendiri," kata wanita itu dengan suara lembut dan ramah.
Tante Dina tersenyum. "Oh, tentu saja. Silakan."
Wanita itu duduk di kursi kosong di samping Aruni.
"Terima kasih banyak. Saya Amanda. Senang bertemu kalian."
"Saya Dina, dan ini keponakan saya, Aruni," Tante Dina memperkenalkan.
"Aruni," ucap Amanda, menatap Aruni dengan senyum hangat. Tatapan matanya menyelidik, seolah sedang menilai. "Nama yang indah, seindah orangnya."
Aruni tersipu. "Terima kasih, Ibu Amanda."
Obrolan pun mengalir hangat. Amanda adalah sosok yang ramah dan menyenangkan diajak bicara. Ia bertanya tentang pekerjaan Aruni, tentang asal Aruni, dan tentang bagaimana Aruni bisa pindah ke Jakarta. Aruni pun dengan senang hati bercerita, tanpa menyinggung masa lalu pahitnya. Ia merasa nyaman berbicara dengan Amanda, seolah sudah mengenalnya lama.
"Jadi, kamu seorang guru SD ya, Aruni? Hebat sekali," puji Amanda. "Pasti kamu sangat sabar menghadapi anak-anak."
"Alhamdulillah, Bu. Saya menyukainya," jawab Aruni.
Sementara itu, Amanda terus mengamati Aruni. Cara bicara Aruni yang santun, senyumnya yang tulus, dan pembawaannya yang tenang, semua itu sesuai dengan gambaran yang Rico ceritakan.
Amanda, atau yang akrab disapa Mama Rico, memang sengaja merencanakan pertemuan ini. Sejak Rico menceritakan tentang Aruni dan kisah traumanya, Amanda merasa iba dan penasaran. Bagaimana bisa di jaman semodern seperti sekarang ini masih ada orang yang masih kolot.
Ia ingin melihat dengan mata kepalanya sendiri seperti apa wanita yang berhasil mencuri hati putranya, setelah sekian lama Rico tidak pernah menunjukkan ketertarikan serius pada wanita lain.
Dia sudah memantau Aruni dari jauh, melalui informasi yang diberikan Rico dan sesekali dari Dina.
Begitu ia tahu Aruni dan Tantenya akan menghadiri seminar di area kafe itu, Amanda memutuskan ini adalah kesempatan emas untuk bertemu dengan Aruni. Dia tidak akan mengatakan bahwa dia adalah Mama Rico, karena sengaja ingin melihat Aruni secara alami, tanpa ada tekanan.
"Aruni, kamu terlihat sangat ramah dan murah senyum. Saya suka itu," komentar Amanda sambil tersenyum tulus. "Pasti banyak yang menyukaimu."
Aruni hanya tersenyum tipis, teringat masa lalu yang baru saja ia coba lupakan. Yah, sudah hampir semuanya dia lupakan, dia tidak ingin terjebak terlalu lama dalam bayang-bayang masa lalu.
Setelah beberapa waktu berbincang, pesanan mereka datang. Mereka menikmati kopi dan camilan sambil terus mengobrol ringan. Amanda merasa puas dengan pengamatan pertamanya. Aruni adalah wanita yang baik, santun, dan memancarkan aura positif, persis seperti yang Rico ceritakan. Ia melihat potensi besar pada Aruni untuk menjadi menantu yang baik.
"Saya senang sekali bisa bertemu kalian hari ini. Obrolan kita sangat menyenangkan," kata Amanda saat mereka akan berpisah.
"Kami juga senang, Bu Amanda," jawab Tante Dina.
"Semoga kita bisa bertemu lagi ya, Aruni. Saya suka sekali kepribadianmu," Amanda menatap Aruni dengan senyum penuh arti.
"Insya Allah, Bu Amanda," Aruni tersenyum.
Setelah Amanda pergi, Tante Dina menyikut Aruni.
"Tuh kan, Ni. Ibu itu sepertinya suka sama kamu."
Aruni tertawa kecil. "Mungkin cuma basa-basi saja, Tante."
Namun, di dalam hatinya, Aruni merasa senang. Pertemuan tak terduga dengan Amanda, ditambah dengan mimpi positifnya, seolah menjadi penanda baik. Ia merasa sedikit lebih yakin bahwa jalan yang akan ia pilih bersama Rico adalah jalan yang tepat. Ia tidak tahu bahwa wanita ramah itu adalah calon ibu mertuanya, yang kini tengah merencanakan langkah besar selanjutnya.
Aruni menikmati kelegaan dari mimpi positif dan pertemuan yang terasa menyenangkan dengan Amanda, tanpa menyadari bahwa wanita yang baru ditemuinya adalah ibu dari pria yang mulai menempati hatinya.
Akankah pertemuan yang terencana ini menjadi jembatan menuju restu penuh bagi hubungan Aruni dan Rico, ataukah ada kejutan lain yang menanti Aruni dari keluarga Rico?