Menikah?
Setelah mengajaknya berpacaran secara tiba-tiba, kini Tama mengajak Embun menikah.
"Pak Tama ngomong apa sih? nggak usah aneh-aneh deh Pak," ujar Embun.
"Aku serius, Embun. Ayo kita menikah!"
Sebenarnya tidak seharusnya Embun heran dengan ajakan menikah yang Tama layangkan. Terlepas dari status Dosen dan Mahasiswi yang ada diantara mereka, tapi tetap saja saat ini mereka berpacaran. Jadi, apa yang salah dengan menikah?
Apakah Embun akan menerima ajakan menikah Tama? entahlah, karena sejujurnya saat ini Embun belum siap untuk menikah.
Ditambah ada mantan kekasih Tama yang belum move on.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Dwi Febriana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kita Pacaran
"Pak Tama--" gumam Dimas lirih.
Tama menatap Dimas tanpa ekspresi.
"Temennya Embun dan Amara?" tanya Tama.
Padahal Tama sudah tau siapa Dimas. Tapi laki-laki itu belagak seolah dia tidak tau. Tapi cukup masuk akal, mengingat Tama memang tidak mengenal Dimas secara langsung. Tama hanya tau kalau Dimas kuliah di universitas tempat dirinya mengajar. Dan pastinya, Dimas menyukai Embun. Lagi pula Tama juga tidak berniat untuk mengenal Dimas lebih jauh. Untuk apa coba?
Dimas tersenyum tipis.
"Iya Pak, saya temen Embun dan Amara," jawab Dimas.
Mendengar jawaban Dimas, Tama hanya menganggukkan kepala. Tanpa kata, dirinya kembali masuk ke ruang tengah. Meninggalkan Embun, Amara, dan Dimas yang masih berada didepan pintu.
Amara yang melihat itu tampak menggelengkan kepala. Amara paham sekali kenapa Abangnya itu muncul tiba-tiba seperti ini. Sudah pasti ini merupakan bentuk peringatan secara tidak langsung untuk Dimas. Tapi---tidak apa-apa, Amara mendukung apa yang Tama lakukan.
-Bener-bener nih Bang Tama. Sengaja banget dia.-
Sementara itu, Embun dengan segera mengajak Dimas dan Amara untuk masuk agar suasana canggung diantara mereka hilang.
"Ayo masuk dulu Kak," ujar Embun.
Dimas tersenyum tipis, kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah Embun mengikuti gadis itu. Setelahnya Dimas duduk disalah satu sofa panjang yang ada disana.
"Kak Dimas mau teh atau kopi?" tanya Amara.
Dengan inisiatifnya, Amara menawarkan diri untuk membuatkan minuman. Kasihan kan kalau Embun harus membuatnya sendiri. Saat ini Embun bahkan sedang dalam kondisi yang belum sehat sepenuhnya. Lagi pula rumah Embun sudah seperti rumah ke dua untuk Amara.
"Eeh? apa aja Ra," jawab Dimas.
Amara menganggukkan kepala, setelah itu dia langsung masuk kedalam. Meninggalkan Embun dan Dimas berduaan saja.
Saat masuk, Amara bisa melihat Tama yang sedang asik dengan ponselnya.
"Abang enggak baca WA aku?" tanya Amara dengan suara lirih agar tidak terdengar sampai depan.
Tama menoleh kearah Amara.
"Baca," jawabnya singkat.
Benar-benar Tama ini.
"Kenapa enggak pergi? aku pikir Abang mau ke kantor,' ujar Amara lagi.
"Hari ini Abang ambil libur. Jadi buat apa juga ke kantor," jawabnya santai.
Amara menghela nafas pelan. Ya sudahlah ya, Tama memang seperti ini kalau sedang dalam mode menyebalkan. Yang pada dasarnya memang irit bicara jadi semakin irit.
"Kamu kenapa disini? enggak didepan aja temenin Embun?" kini giliran Tama yang bertanya.
"Mau bikin minum buat Kak Dimas. Lagi pula mereka juga lagi PDKT, jadi enggak enak kalau aku disana," jawab Amara.
Amara mengatakan ini tentu saja untuk mengetes Tama. Amara ingin tau bagaimana reaksi Abangnya ini setelah mendengar apa yang baru saja dia katakan.
Dan tau apa yang Tama lakukan? laki-laki itu langsung beranjak dari sofa dan berjalan keluar menuju ruang tamu.
Amara yang melihat itu tidak bisa menahan tawa kecilnya. Ternyata Tama memang sudah benar-benar jatuh cinta kepada Embun.
"Ya ampun, Abang aku gitu banget deh," gumam Amara masih dengan senyum yang tersungging dibibirnya.
Bergabungnya Tama bersama Embun dan Dimas tentu saja membuat suasana jadi kembali canggung. Padahal belum ada 5 menit Embun dan Dimas mengobrol dengan santai setelah Amara masuk untuk membuat minum tadi.
"Udah berapa lama kamu deket sama Embun?" tanya Tama kepada Dimas.
Pertanyaan Tama tentu saja membuat Embun dan Dimas sangat terkejut. Embun benar-benar tidak menduga kalau Tama akan bertanya seperti itu. Dan untuk Dimas, dia malah bingung kenapa Tama harus bertanya seperti itu. Memang kalau dia dan Embun dekat, urusannya dengan Tama apa ya?
"Memangnya kenapa Pak?" tanya Dimas tidak langsung menjawab pertanyaan Tama.
Bersamaan dengan itu, Amara datang dengan membawa 2 cangkir kopi dan 2 cangkir teh. Kopi untuk Dimas dan Tama, sementara teh untuk dirinya dan Embun.
Amara yang mendengar pertanyaan Dimas kepada Tama hanya diam. Dia belum paham apa yang sebenarnya sedang dibicarakan.
Sementara Embun yang sejak tadi memang ada disana hanya bisa diam. Embun benar-benar bingung harus bereaksi apa. Ditambah saat ini kepalanya terasa pusing. Jadi sepertinya otak Embun tidak bisa bekerja secara maksimal. Lihat saja bagaimana saat ini Embun bahkan tidak tau harus bagaimana.
"Cuma pengen tanya doang. Dan pastiin kalau kalian tidak benar-benar dekat," jawab Tama.
Barulah disini Amara paham dengan arah pembicaraan yang sedang terjadi. Tatapan Amara tertuju pada Embun, dan bersamaan dengan itu ternyata Embun juga sedang menatap kearah dirinya. Tampak Embun menggelengkan kepala seolah dia juga bingung dengan suasana yang sedang terjadi saat ini. Karena ya suasananya benar-benar canggung.
"Memangnya kenapa kalau saya dekat Embun? bukanlah kedekatan kita berdua harusnya enggak ada hubungannya sama Pak Tama ya?" jawab Dimas dengan berani.
Untuk apa juga Dimas takut kepada Tama kan? hubungannya dengan Embun juga tidak ada kaitannya dengan Tama. Toh, Tama bukan siapa-siapa Embun juga. Yang Dimas tau status Tama hanya dosen yang mengajar Embun. Dan kemungkinan menjadi agak dekat karena Embun bersahabat dengan Amara, adik Tama.
Mendengar ucapan Dimas, Tama tampak menaikkan satu alisnya. Sementara Embun dan Amara saling bertukar pandang kembali. Situasi disini rasanya cukup menegangkan.
"Kedekatan kamu dan Embun ada hubungannya dengan saya. Kenapa? karena saya pacar Embun," jawab Tama.
Bohonggg! ingin rasanya Embun dan Amara mengatakan hal itu. Karena pada kenyataannya Tama dan Embun memang belum resmi berpacaran. Ya Tama memang sudah menyatakan perasaannya kepada Embun. Tapi hanya sebatas itu saja, Embun belum menerima Tama sebagai kekasihnya.
Dan entah kenapa Embun dan Amara justru hanya terdiam tanpa tau harus berbicara apa.
Dimas yang mendengar fakta soal hubungan Tama dan Embun tentu saja sangat terkejut. Dimas sama sekali tidak menyangka kalau mereka berdua berpacaran. Bagaimana bisa coba?
Semenjak itu, saat ini Embun tampak menatap Tama. Tatapannya mengartikan banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan kepada laki-laki itu. Tama paham, dan saat ini dia hanya menunjukkan senyum sebagai jawaban. Tama akan memberikan penjelasan kepada Embun nanti, setelah Dimas pulang tentunya.
"Beneran Mbun? kamu pacaran sama Pak Tama?" tanya Dimas kepada Embun.
Harusnya Embun menggelengkan kepala dan mengatakan kalau apa yang Tama ucapkan adalah sebuah kebohongan kan? tapi, yang ada Embun justru menganggukkan kepala.
Melihat itu, Dimas langsung merasa lemas. Karena benar-benar tidak menyangka kalau gadis yang dia sukai ternyata memang benar berpacaran dengan dosennya sendiri.
Sementara itu, Tama dan Amara diam-diam menahan senyum mereka. Ada rasa bahagia saat mereka mendengar jawaban Embun.
"Bagaimana bisa?" tanya Dimas dengan suara lirih.
"Kenapa enggak bisa? kita saking mencintai. Wajar kalau akhirnya memiliki hubungan lebih dari sekedar hubungan kamu dan Embun," jawab Tama datar.
Padahal pertanyaan Dimas dia ajukan untuk Embun. Tapi kenapa malah Tama yang menjawabnya coba? ini benar-benar membuat Dimas merasa sangat sebal.
"Saya tanya ke Embun, Pak. Bukan sama Pak Tama," jawab Dimas dengan berani.
Untuk apa Dimas takut kepada Tama? toh Tama tidak mengajar di mata kuliahnya juga. Dan mereka tidak ada urusan apapun yang berkaitan satu sama lain.
Mendengar jawaban berani Dimas, Tama tampak memelototkan matanya. Tama ingin mengatakan sesuatu yang pastinya akan membuat Dimas terdiam, namun dia memutuskan untuk diam saat sekilas melihat Embun menatap dirinya seraya menggeleng-gelengkan kepala. Jadi ya sudahlah ya, Tama lebih dewasa dan dia harus menahan diri kepada anak-anak seperti Dimas.
"Kamu sejak kapan pacaran sama Pak Tama, Mbun?" tanya Dimas kepada Embun.
Sejak kapan? mereka bahkan belum resmi pacaran.
"Sejak---"
"Sejak kamu kasih coklat ke Embun. Itu saya yang makan," jawab Tama.
Amara yang mendengar jawaban Tama hanya bisa terkejut. Amara tidak tau kalau ternyata Tama memiliki sebuah bakat terpendam untuk membuat orang sebal dengan sikapnya. Padahal selama ini Tama terkenal dengan pribadi yang cool dan tenang. Tapi sejak tadi Amara bahkan tidak melihat itu semua.
Dimas yang mendengar jawaban itu kembali terdiam. Dia masih tidak menyangka kalau Embun benar-benar berpacaran dengan Tama.
"Sekarang kamu sudah tau kan hubungan saya dengan Embun? jadi hilangkan niat kamu untuk memiliki hubungan lebih dari teman dengan Embun. Selama ini Embun bersikeras seolah memberikan kesempatan kepada kamu karena kita harus backstreet. Tapi sekarang kamu sudah tau, jadi berhenti deketin Embun. Karena saya enggak suka melihatnya," ujar Tama dengan suara datar.
Wahhh, bagaimana bisa Tama mengatakan semua kebohongan itu?
Setelah pembicaraan itu, tidak lama kemudian Dimas akhirnya berpamitan untuk pulang. Mengetahui hubungan Embun dengan Tama tentu saja membuat Dimas tidak memiliki pilihan lain selain harus menyerah. Dimas bahkan belum mengutarakan perasaannya kepada Embun dengan benar. Tapi sekarang dia harus menghilangkannya tanpa sempat mengatakan perasaannya yang sebenarnya.
"Bang Tama kenapa tadi ngomong kaya gitu sama Kak Dimas? kita bahkan enggak pacaran loh, Bang," ujar Embun setelah Dimas benar-benar pergi.
Kini di ruang tamu hanya tinggal Embun, Tama, dan pastinya Amara.
"Bukan enggak, tapi belum. Setelah ini kita bakal pacaran kok. Kamu janji bakal jawab 2 minggu lagi," jawab Tama santai.
Jawaban Tama membuat Embun langsung menoleh kearah Amara yang ternyata saat ini sedang mengulum senyum.
Bersama dengan itu, Tama juga menoleh kearah Amara.
"Kamu setuju kan dek kalau Abang pacaran sama Embun?" tanya Tama langsung pada intinya.
Tama tidak ingin menyembunyikan hubungannya dengan Embun. Setelah Amara tau, Tama juga akan memberitahu kedua orang tuanya. Dan setelah itu mungkin dia akan memberitahukan hubunganku dengan Embun kepada semua orang. Intinya Tama tidak mau menyembunyikan hubungannya dengan Embun.
Amara langsung menganggukkan kepala. Senyum cerah juga tampak tersungging dibibirnya.
"Setuju Bang, aku setuju banget kalau Abang pacaran sama Embun," jawab Amara.
Mendengar jawaban Amara, Tama terlihat tersenyum. Sementara Embun, gadis itu benar-benar tidak percaya kalau Amara akan langsung setuju begitu saja. Bagaimana bisa?
"Kan, Amara udah setuju loh Mbun," ujar Tama seraya tersenyum tipis.