Jaka, adalah seorang yang biasa saja, tapi menjalani hidup yang tak biasa.
Banyak hal yang harus dia lalui.
Masalah yang datang silih berganti, terkadang membuatnya putus asa.
Apalagi ketika Jaka memergoki istrinya selingkuh, pertengkaran tak terelakkan, dan semua itu mengantarnya pada sebuah kecelakaan yang semakin mengacaukan hidupnya,
mampukah Jaka bertahan?
mampukah Jaka menjemput " bahagia " dan memilikinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sicuit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Pertolongan.
Dengan berbekal foto dari KTP yang memang tak dibawa, Ibu mencari Jaka. Menanyakan pada siapa pun yang dijumpainya di jalan.
Tapi tetap saja tak ada yang mengetahui. Rasa putus asa membuat Ibu tak henti mencari Jaka.
Di bawah pohon, Ibu duduk sejenak, menghapus peluh di keningnya, mengistirahatkan kaki yang gemetar.
Sepanjang hari, dari pagi hingga siang menjelang sore, tak sesuap nasi pun yang singgah di perut Ibu. Rasa laparnya terkikis oleh khawatir yang semakin membesar
Dari kejauhan segerombolan anak - anak hendak bermain bola di tanah lapang, yang tak jauh dari situ.
Ibu berdiri, menghampiri salah seorang dari mereka.
"Maaf Dek, apa adek pernah liat orang ini?"tanya Ibu, sambil memperlihatkan KTP Jaka.
Mendengar pertanyaan Ibu, mereka bergerombol melihat KTP itu.
Mereka menggeleng.
"Iya Bu, tadi pagi - pagi sekali, lewat sana, dekat tanah lapang," kata salah seorang dari mereka.
"Terus jalan kemana, Dek?" tanya Ibu, dengan penuh harap.
Anak itu menggeleng. Kemudian, bersama dengan teman lainnya, mereka lanjut ke tanah lapang.
Ibu menghela nafas panjang. Pupus lagi harapannya. Memandang jauh ke depan, kemana lagi harus mencari Jaka.
Akhirnya Ibu memutuskan untuk mencari lagi, tapi begitu berdiri, Ibu terjatuh, lututnya ngilu luar biasa, mungkin terlalu lelah setelah berjalan seharian.
Ibu kembali duduk, beristirahat di situ hingga beberapa lama. Dan sinar matahari pun perlahan mulai redup.
Ibu memaksakan diri untuk berdiri dan berjalan pulang. Langkahnya terseok.
Sesampai di dekat tempat tinggalnya, Ibu langsung singgah ke rumah Pak RT.
Pak RT menyambut baik. Setelah mendaftar sebagai warga di sana, Ibu menceritakan permasalahannya, meminta pertolongan dari Pak RT.
"Oohh ... sejak kapan anak Ibu meninggalkan rumah?" tanya Pak RT dengan serius.
"Kemungkinan sejak dini hari, Pak. Mungkin karena terlalu capek setelah perjalanan jauh, saya terlelap, sampai tak mendengar dia keluar," sesal Ibu, sambil menunduk, menghapus air matanya.
"Baik, Bu. Kami akan bantu untuk mencarinya, kalau sampai besok tak ada pulang, atau belum ketemu, kita minta bantuan polisi setempat," kata Pak RT.
Ibu pulang ke rumah, kakinya sudah tak mampu diajak berjalan lebih jauh lagi.
##########
Lampu warna warni yang menyala menarik perhatian Jaka. Dia melangkah ke sana.
Berdesakan dengan banyaknya orang yang lalu lalang, seringkali Jaka hampir terjatuh.
Malam itu ada keramaian di tanah lapang di pinggir kota.
Banyak kios menjual berbagai macam makanan. Dari gorengan cakue, bala - bala, odading, dan masih banyak yang lain.
Penjual batagor, siomay juga ribut menawarkan dagangannya.
Beraneka macam permainan digelar juga di sana. Ada komidi putar, kereta kelinci, sampai roller coaster.
Kala itu, perut Jaka menuntut untuk di isi. Dalam kondisi ling lung, yang ada di pikirannya adalah makan sesuatu.
Berdiri di depan penjual sosis bakar, dengan air liur menetes di kaosnya.
"Hhuuusshh ... huuusshh ...!"
usir penjual sosis, ketika melihat Jaka.
Jaka berjalan meninggalkan tempat itu. Tapi berhenti pula di depan penjual gorengan.
Pisang goreng, tahu mercon, ubi dan singkong goreng, semua bertumpuk, memanggil untuk dinikmati.
Lama berdiri di sana, lalu Jaka mencomot sebuah ubi goreng.
Si penjual yang masih sibuk menggoreng melihatnya dan langsung berteriak.
"maliiinngg ... maliiiing ... ayo kembalikan kueku!"
Sontak orang - orang yang ada di sana terkejut,
"mana malingnya ... mana malingnya!"
"Itu yang pake kaos ijo!" katanya panik.
Orang - orang yang tak tahu apa - apa juga langsung mengambil tindakan.
Bugh!
Bugh!!
" Aaagghh ... aarrggkk," erang Jaka kesakitan.
Dia terjatuh dan dikeroyok. Bibirnya pecah berdarah. Seluruh badannya jadi sasaran amukkan massa.
Daaass!
Daass!
Ditendang, diinjak.
"Aaarrgkk ... aaarrrggkk. Ampuunn ... ammpuuunn ...."
"Wong iyo wes pincang kok sek maling!" kata salah seorang dari mereka.
Buugghh!!
Baagghh!!
Setelah puas, mereka menghentikan penghakiman massal itu dan mulai mencari, apa yang dicuri oleh Jaka.
"Emangnya barang apa yang diambil, Pak?" tanya orang di sana hampir bersamaan.
"Dia ambil daganganku!" katanya kesal.
Orang - orang masih di sana, tetap mencari, kira - kira apa yang diambil Jaka. Mereka tak menemukan apa - apa selain sepotong ubi goreng yang tak jadi masuk ke mulut Jaka.
"Oohh ... lain kali liat dulu, Pak. Ojo langsung teriak. Ne orang cuma ambil sepotong doang, jadi abis digebukin massa!" protes seseorang.
Penjual gorengan diam, yang lain bubar, masing - masing merasa bersalah. Tapi tak ada seorang pun yang menolong Jaka.
Jaka menggelut lututnya menahan sakit.
Tiba - tiba seorang perempuan datang menghampiri. Mencoba menolong.
Alangkah terkejutnya perempuan itu ketika dia melihat Jaka.
Diambilkan kruk yang dipakai Jaka, dibantunya berdiri, dan diajak meninggalkan tempat itu.
Mengambil tempat yang sepi. Mereka duduk di atas rumput. Perempuan itu menyodorkan kue pukis yang tadi dibelinya.
Jaka mengambil kue itu dan langsung memakannya hingga habis.
Lalu diberikannya sebotol minuman mineral yang juga langsung ditenggak habis.
Perempuan itu menatap dengan perasaan iba. Meskipun kini dia bingung mau dibawa kemana orang ini.
Diam sejenak memikirkannya, sambil membiarkan laki - laki itu istirahat melepas sakitnya dikeroyok massa.
Perempuan itu jadi teringat sesuatu. Dia mencari sesuatu di laman ponselnya, kemudian menekan beberapa nomor.
"Hallo selamat malam, Rumah Sakit Dr Herlambang di sini, ada yang bisa saya bantu?" terdengar suara ramah dari penerima telepon.
"Selamat malam,Sus. Maaf, apa bisa bicara dengan Dokter Leo. Saya Laras,"
"Ada perlu apa?"
"Beberapa waktu lalu, saya pasien Dokter, dia berpesan untuk menghubungi beliau bila saya ada keluhan," jawab perempuan itu, yang ternyata Laras.
"Sebentar, akan saya hubungkan,"
Tak lama kemudian ...
"Hallo ...," terdengar suara Dokter Leo.
"Hallo. Dok, saya Laras, apa Dokter ingat saya?"
"Laras ... laras ... oh iya saya ingat, ada apa Laras?
"Ini saya menemukan pasien Dokter yang waktu itu."
"Oh ... iya ... iya ... tapi dia sudah bukan pasien rumah sakit ini lagi," jawab Dokter Leo.
"Oh iya, Dok. Maaf sudah mengganggu waktunya,"
"Hallooo ... hallooo!" teriak Dokter Leo sebelum Laras menutup ponselnya.
"Iya, Dok?"
"Kamu dimana sekarang?" tanya Dokter Leo yang tiba - tiba panik.
Dia memikirkan hal yang sama seperti waktu itu. Pasiennya menghilang.
"Saya di pinggiran kota Jatireno,"
"Waaahhh ... jauh sekali. Tolong kamu ajak ke kantor polisi terdekat, bilang saja orang hilang."
"Lalu ...," tanya Laras.
"Tolong, besok pagi atau siang, kamu tengok dia, kalau masih ada dan tak ada yang menjemput, kamu bisa hubungi saya lagi, saya masuk siang, kamu bisa hubungi sekitar jam 13.00wib."
"Baik, Dok," jawab Laras.
Laras mengajak Jaka berdiri, menuntunnya perlahan menuju kantor polisi terdekat.
"Kenapa dia?" tanya seorang polisi yang berjaga kala itu.
Dia menatap Jaka dengan pandangan curiga, apalagi melihat kondisi Jaka yang babak belur, dengan luka di bibir dan pelipisnya.
Laras menceritakan singkat, dan seperti yang dipesan oleh Dokter Leo, Laras bilang sebagai orang hilang.
Malam itu Jaka menginap di kantor polisi. Bapak - bapak di sana baik, Jaka dibelikan makan, dan luka - lukanya diobati. Meskipun hanya obat oles biasa.
Jaka yang masih dalam keadaan ling lung, dia tak mengerti dimana dan apa yang sudah terjadi pada dirinya. Dia hanya diam. Sesekali bergumam memanggil Yunis.