Ini kisah Alexa Hutama, seorang anak haram yang selalu mendapat tatapan kebencian dari keluarga ayahnya, Anggara Hutama. Tidak sampai di situ, kisah cinta Alexa pun tidak pernah mulus. Dihianati kekasih dan adiknya sendiri. Membuat Alexa yang penurut dan pendiam menjadi sosok berani dan liar. Apalagi setelah pertemuanya dengan seorang CEO dingin dan arrogant. Pria dewasa yang hanya ingin tubuhnya. Apa Alexa akan tetap bertahan? Pada hati yang selalu membuatnya sakit? Atau justru membuat Austin menyesali sikap acuhnya selama ini, begitu Alexa memutuskan hilang dari dunia ini dengan cara bunuh diri. Menceburkan diri dari kapal pesiar ketika hari pernikahannya. Cekidot. Baca juga novel Sept yang lain;
Rahim Bayaran
Menikahi Majikan
Dea I Love you
Istri Gelap Presdir
Suamiku Pria Tulen
Follow juga IG Sept yaa... yuk kenalan sama penulisnya.
Instagram ; Sept_September2020
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Cap Tangan
Wanita Pilihan CEO Bagian 10
Oleh Sept
Rate 18 +
Malam ini lah, kisah awal antara Alexa dan Austin dimulai. Dari sinilah, mereka memulai permainan.
Malam itu langit sangat gelap. Hanya beberapa bintang yang berkelap-kelip menghiasi langit. Dan Alexa pulang ke vila bersama asisten, setelah Alexa selesai membersihkan diri, sosok Austin tiba-tiba datang. Pria itu langsung masuk ke dalam kamar barunya. Austin yang tadi terlihat dingin dan arrogant kini nampak berbeda. Sorot mata pria itu nampak memindai Alexa. Dan Alexa merasakan akan hal itu.
"Apa rencanaku berhasil?" batin Alexa dengan menatap penuh goda.
Sementara itu, Austin yang melihat Alexa sudah memakai baju tidur transparan dan menerawang, pria pun akhirnya tergiur juga. Ia semakin mendekat ke arah Alexa.
Dalam hati, Alexa tersenyum kecut. Ternyata Austin sama saja seperti pria kebanyakan. Pasti akan tergoda dengan wanita yang memperlihatkan lekuk tubuhnya.
"Dasar, tipe-tipe pria brengsek!" makinya dalam hati. Namun, Alexa menikmati ini semua.
“Seberapa bisa kamu mampu membuatku puas malam ini?” tanya Austin sambil melepas kancing kemejanya satu demi satu. Ia menatap tajam dan menuntut ke arah sang gadis.
Alexa tersenyum menggoda, kemudin berusaha untuk bangkit. Ketika akan bangun, Austin justru mendorong tubuhnya dengan lembut. Hingga ia terjatuh di atas kasur yang empuk tersebut.
“Mau pergi ke mana?” tanya Austin.
Alexa melirik ke atas nakas, di sana sudah ada anggur. Mungkin Austin ingin meminum itu terlebih dulu.
"Kau mau itu?" Alexa melirik nakas.
“Aku tidak butuh itu, lakukan dengan kesadaran penuh. Kita lihat, bagaimana kamu bisa memuaskanku!” tantang Austin.
Alexa membuang muka sesaat, kemudian dengan berani, mengalungkan lengannya ke leher Austin, ia mengelayut manja pada sosok pria tersebut.
“Tuan mau gaya apa?” bisiknya menggoda si pria. Ia berbicara dengan manja dan terus membuat Austin terlena oleh bujuknya yang manis.
Austin terkekeh, ia tidak mau menjawab wawancara dari Alexa. Tanpa ba bi bu, Austin langsung menciumnya.
Pria itu langsung saja merampas bibir yang sejak tadi menggodanya tersebut. Ia menyesapnya dengan lembut, lama dan semakin dalam. Membuat Alexa tersengal dan kesulitan bernapas.
"Dimulai dari ini," ucap Austin melepaskan tautan mereka sejenak. Kemudian kembali mencium Alexa dengan kasar, membuat bibir keduanya mungkin sampai terasa kebas.
Setelah tautan bibir itu terlepas, Austin mengusap bibir Alexa dengan ujung jarinya. Kemudian tangannya terus saja bergerak ke bawah, berkelana tanpa arah. Tak terkendali, membuat tubuh Alexa meremang secara perlahan.
Detik berikutnya, di lantai yang mengkilap itu, banyak tercacar pakaian keduanya. Alexa dan Austin sama-sama seperti bayi. Tidak ada selembar benang pun yang melekat pada tubuh keduanya. Mereka berdua sudah siap akan melebur jadi satu, menyeberangi samudra yang bergejolak. Malam yang dingin itu berubah menjadi malam panas nan liar dan membakar.
Flasback End
Alexa tersadar dari ingatan itu, malam di mana ia bersama Austin melebur untuk pertama kalinya. Dan malam ini dia tidak bisa tidur tenang, Alexa nampak gelisah. Matanya sangat sulit sekali diajak terpejam.
Beberapa saat kemudian, Alexa akhirnya bisa tertidur juga. Tapi saat bangun dia malah melihat Aurora duduk di sisi tempat tidurnya dengan balutan pakaian rumah sakit yang sama. Tentu saja dia merasa dikejutkan dengan kehadiran Aurora yang tiba-tiba itu.
Alexa bertanya dengan tidak pasti, “Nona Aurora?”
Alexa masih memulihkan kesadaran, ia mengosok mata untuk memperjelas pandangan.
Bagaimana dengan reaksi Aurora? Wanita itu malah menatap Alexa dengan pandangan yang sinis dan remeh.
“Kudengar ada teman Austin yang berada di sini juga, jadi aku datang melihatnya,” ucapnya dengan nada kurang bersahabat.
Alexa langsung mengerti setelah mendengar nada bicaranya, Aurora menganggap dirinya sebagai istri tua dan datang memarahi istri muda. “Sangat lucu dan konyol!” batin Alexa.
Aurora lalu menyindir Alexa di depannya langsung.
“Apa kamu tahu, kamu ini wanita keberapa yang tinggal di Rainbow Garden?”
Mendapat pertanyaan yang menohok itu, Alexa hanya melempar senyum dengan lebar. Seolah tidak terpengaruh dengan kata-kata yang Aurora ucapkan.
“Lalu apa urusanmu? Terus kamu sendiri tinggal di mana sekarang?”
Kalau Alexa sungguh mencintai Austin, dia pasti akan terluka dengan kalimat itu, tapi Alexa hanya tersenyum, dan menyindir balik di gedung mana Aurora tinggal.
Merasa Alexa sungguh berani, Aurora pun mengepalkan tangan. Rasanya ia ingin sekali merobek mulut itu. Ingin menjambak rambut Alexa saat itu juga. Namun, ia harus bisa menahan diri. Harus tetap terlihat elegant, meski dadanya sudah mau meledak karena manahan emosi jiwa.
Fakta bahwa sebenarnya Rainbow Garden adalah properti terbaik Austin, itu lah yang membuat Aurora sangat geram. Karena vila itu malah ditempati oleh wanita seperti Alexa.
“Hanya karena kamu tinggal di sana, jangan terlalu percaya diri!” serang Aurora sekali lagi.
Tidak bisa menghajar Alexa secara fisik, ia mau melukai Alexa secara verbal. Bukankah lidah lebih tajam dari pada pedang? Pikir Aurora
“Hemm ... Pergi dari ruangan ini!” usir Alexa dengan nada dingin. Melihat sikap Aurora yang tidak ada segan-segannya, Alexa pun mengusirnya keluar. Rasanya ia tidak mau adu mulut dengan wanita gila tersebut.
“Berani sekali kau mengusirku? Wanita murahan! Harusnya kamu sadar, di mana posisimu," sentak Aurora yang merasa Alexa tidak tahu diri.
“Bukankah kita sama saja?” tanya Alexa dengan saling menyindir. Sebenarnya ia hanya asal bicara.
“Cih! Lihat dirimu, kita sangat jauh berbeda!” Aurora berkata kalau dia berbeda dengan Alexa. Perbedaan yang sangat-sangat jauh tentunya.
“Apanya yang berbeda?” batin Alexa sembari tersenyum kecut.
Alexa merasa ironis di dalam hati, bagi pria seperti Austin, wanita selamanya tidak akan jadi yang terpenting. Wanita seperti mereka mungkin hanya akan jadi penghangat ranjang, sebagai pemuas ***** belaka. Tidak akan menjadi wanita yang bisa ditingali dengan tetap.
“Aku ingatkan padamu sekali lagi, jangan terlalu berharap pada pria seperti Austin," ujar Aurora dengan mata menyalak.
“Tidak usah repot-repot, urus saja urusanmu sendiri!” balas Alexa dengan nada tak peduli dan acuh.
PLAKKKK. Bersambung.
Mata Alexa terbelalak.
tapi dulu dia jahat juga.....rasain aja ....