Baskara—menantu sampah dengan Sukma hancur—dibuang ke Jurang Larangan untuk mati. Namun darahnya membangunkan Sistem Naga Penelan, warisan terlarang yang membuatnya bisa menyerap kekuatan setiap musuh yang ia bunuh. Kini ia kembali sebagai predator yang menyamar menjadi domba, siap menagih hutang darah dan membuat seluruh kahyangan berlutut. Dari sampah terhina menjadi Dewa Perang—inilah perjalanan balas dendam yang akan mengguncang sembilan langit!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8: HARGA SEBUAH KESERAKAHAN
Baskara meletakkan sisik naga curian itu di lantai gua yang dingin. Ia mundur selangkah, napasnya memburu, matanya terkunci pada benda pusaka itu.
Ia mengumpulkan sisa-sisa Prana di tangan kanannya. Cahaya merah-hitam berpendar, membentuk siluet cakar naga samar yang menyelimuti jari-jarinya.
"CAKAR NAGA PENELAN!"
BUMMM!
Ia menghantam sisik itu dengan segenap tenaga.
KRAK!
Sisik itu—yang konon mampu menahan serangan kultivator Ranah Inti Emas—retak. Tidak hancur sepenuhnya, namun cukup untuk membuat segel alaminya bocor.
Cahaya oranye kemerahan menyeruak keluar dari retakan itu. Itu adalah energi murni dari Naga Batu Purba, intisari kekuatan yang terkondensasi selama ribuan tahun.
Baskara tidak menunggu. Ia langsung menempelkan telapak tangannya di atas retakan itu.
"SERAP!"
Dan seketika itu juga... ia menyesal.
Ini bukan seperti menyerap energi Binatang Roh biasa. Ini seperti mencoba menelan badai petir. Ini seperti meminum air samudra dalam sekali teguk.
Energi itu purba, buas, dan marah.
[PERINGATAN! ARUS ENERGI TERLALU BESAR!]
[TUBUH INANG DALAM BAHAYA!]
"AAARGGGHHH!"
Baskara menjerit. Rasanya setiap inci pembuluh darahnya disuntik timah panas. Kulitnya melepuh, ototnya mengejang hebat. Sukma Naga Penelan di dalam dadanya berputar gila-gilaan, mencoba melahap banjir energi yang tak terbendung itu.
[TAHAN! JANGAN BIARKAN ENERGI ITU MENGENDALIKANMU! KAU YANG HARUS MENJINAKKANNYA!]
Baskara menggertakkan gigi hingga gusi berdarah. Matanya melotot, pembuluh darah di lehernya menonjol seperti ular. Ia menolak pingsan. Ia menolak mati konyol setelah lolos dari naga.
DING! DING! DING!
[KULTIVASI MELUAP!]
[Menerobos Batas Paksa!]
-----------------------------
[Ranah Penempaan Tubuh Bintang 9 -> TEROBOSAN -> PENGUMPULAN PRANA BINTANG 1!]
[Iron Skin -> Iron Body]
BOOOM!
Gelombang kejut meledak dari tubuh Baskara, menghempaskan debu di sekeliling gua. Belenggu fisik manusia biasa telah hancur. Ia telah melangkah ke dunia kultivator sejati.
Namun, energi dari sisik itu belum habis. Masih ada sisa tsunami yang belum tersalurkan.
DING!
[Pengumpulan Prana Bintang 1 -> Bintang 2!]
DING!
[Pengumpulan Prana Bintang 2 -> Bintang 3!]
Tiga tingkat. Dalam satu tarikan napas.
Akhirnya, sisik di lantai itu berubah menjadi abu abu-abu, kekuatannya telah terkuras habis.
Baskara ambruk ke tanah, tubuhnya basah kuyup oleh keringat bercampur darah halus yang merembes dari pori-pori. Ia terengah-engah, namun senyum lebar terukir di wajahnya.
Ia mengangkat tangannya. Tanpa perlu usaha keras, bola cahaya merah—Prana padat—terbentuk dan melayang di atas telapak tangannya.
"Ranah Pengumpulan Prana..." bisiknya takjub. "Aku... aku benar-benar mencapainya."
[Selamat, Tuan. Bintang 3. Di dunia luar, ini setara dengan Komandan Pasukan Elit atau Tetua Muda di klan bangsawan. Anda bukan lagi sampah. Anda adalah kultivator sejati.]
Baskara bangkit. Rasa sakit akibat luka bakar naga tadi sudah lenyap tak berbekas. Tubuhnya terasa ringan kapas, namun bertenaga baja. Indra keenamnya meluas; ia bisa merasakan puluhan titik energi kehidupan di dalam labirin gua ini layaknya lilin di kegelapan.
Kekuatan ini memabukkan.
"Naga Batu Purba..." gumam Baskara, menoleh ke arah lorong tempat ia datang. "Tunggu aku."
[Tuan?]
"Suatu hari nanti, aku akan kembali," suaranya berubah dingin, penuh dendam. "Aku akan mengulitimu. Sisikmu akan jadi armorku. Taringmu jadi pedangku. Dan Inti Roh-mu... akan jadi makan malamku."
[...Saya tidak tahu harus menyebut itu keberanian atau kegilaan. Tapi saya suka semangatmu, Tuan.]
Baskara mengepalkan tangan, menghancurkan sisa abu sisik menjadi debu.
"Tapi sekarang..." Tatapannya beralih ke kedalaman gua yang gelap. "Aku harus keluar dari lubang neraka ini."
Sistem sebelumnya memperkirakan butuh 14 hari untuk keluar dengan aman.
"14 hari?!"
BUAGH!
Baskara meninju dinding gua. Batu granit retak.
"LARASATI MENUNGGUKU!"
BUAGH!
"AKU TIDAK PUNYA WAKTU 14 HARI!"
Bagi Baskara, setiap detik di sini adalah siksaan, membayangkan apa yang mungkin dilakukan Wibawa atau Keluarga Cakrawala pada istrinya.
[Tuan... tenanglah. Emosi yang tidak stabil akan—]
"DIAM!" bentak Baskara. Mata merahnya menyala gila. "Sistem, jawab aku. Jika aku tidak tidur, tidak istirahat, dan membunuh semua yang menghalangi... berapa lama?"
Sistem hening sejenak, menghitung variabel dari tuan barunya yang nekat.
[...Secara teori, jika Anda bergerak nonstop dengan kecepatan penuh... 7 hari. Tapi Tuan, tubuh manusia punya batas!]
"7 hari," potong Baskara. "Cukup."
Ia mulai berlari. Bukan lari biasa, tapi melesat dengan kecepatan Langkah Bayangan yang kini diperkuat Prana.
"Siapa pun yang menghalangi jalanku... akan MATI."
DUA JAM KEMUDIAN
Lorong gua itu telah berubah menjadi rumah jagal.
Baskara tidak menggunakan strategi. Tidak ada endap-endap. Tidak ada jebakan.
Hanya ada pembantaian frontal.
Tujuh Binatang Roh tingkat tinggi telah tewas di tangannya dalam waktu singkat.
Laba-laba Racun (Penempaan Tubuh B5): Baskara membiarkan racunnya mengenai lengan, lalu merobek kaki-kaki monster itu satu per satu dengan tangan kosong. Prana-nya yang baru dengan mudah membakar racun itu dari dalam darahnya.
Kucing Bayangan (Pengumpul Prana B1): Dicekik hingga lehernya patah saat mencoba menyergap.
Golem Kembar (Penempaan Tubuh B5): Hancur berkeping-keping terkena "Ledakan Prana"—teknik kasar di mana Baskara melepaskan energi murni dari pukulannya.
Salamander Magma (Penempaan Tubuh B9): Diseret keluar dari kolam lava dan dibanting ke dinding hingga tulang punggungnya remuk.
Setiap kali musuh jatuh, Baskara hanya bergumam satu kata:
"Serap."
Kultivasinya merangkak naik. Tapi jiwanya semakin gelap.
Darah mengering di dada dan celananya, menumpuk lapis demi lapis. Ia tidak peduli. Matanya hanya tertuju ke depan. Ke jalan keluar.
"Masih kurang," desisnya. "Masih terlalu lambat!"
[Tuan! Ada aura besar di depan! Bukan satu... tapi sembilan!]
Baskara tidak melambat. "Sempurna."
[Tuan! Itu kawanan Kera Batu (Stone Apes)! Tingkat Penempaan Tubuh B6 sampai B7! Mereka bertarung dalam kelompok! Ini bunuh diri!]
"MINGGIR!"
Baskara menerobos masuk ke sebuah aula gua yang luas.
Di sana, sembilan pasang mata merah menoleh serentak.
Sembilan Kera Batu setinggi tiga meter sedang berpesta memakan bangkai badak. Otot mereka seperti bongkahan batu kali, keras dan padat.
Kera terbesar—Sang Alpha (B7)—berdiri dan meraung, menunjuk ke arah manusia kecil yang mengganggu makan malam mereka.
Perintahnya jelas: Cabik dia.
"MAJU KALIAN SEMUA!" teriak Baskara, suaranya pecah karena amarah.
Pertempuran itu kacau balau.
Satu kera B6 melompat. Baskara menyambutnya di udara dengan tendangan memutar.
KRAK! Leher kera itu patah seketika.
Namun dua kera lain menghantamnya dari kiri dan kanan.
BOOM!
Baskara menahan pukulan itu dengan tangan menyilang. Tulang lengannya retak, tapi ia tidak mundur. Ia meraung, mendorong kedua raksasa itu, lalu melancarkan hujan pukulan ke dada mereka.
BUAGH! BUAGH! BUAGH!
Darah muncrat. Satu kera jatuh.
Tapi serangan tidak berhenti. Pukulan dari belakang menghantam punggung Baskara, melemparnya hingga tersungkur mencium tanah.
"UHUK!"
Ia memuntahkan darah segar. Tulang rusuknya yang baru sembuh, retak lagi.
Tapi Baskara bangkit, menyeka darah di bibirnya dengan seringai iblis. "Bagus. Lebih keras lagi!"
Ia bertarung seperti orang kesurupan. Tidak ada pertahanan. Hanya serangan. Luka dibayar luka. Darah dibayar darah.
Enam tersisa.
Empat tersisa.
Dua tersisa.
Baskara kehabisan napas. Prana-nya yang melimpah mulai kering karena penggunaan yang boros dan brutal.
Hanya tinggal Sang Alpha (B7) dan satu kera pengawal (B6).
Baskara dan Alpha saling berhadapan. Keduanya babak belur.
Mereka menerjang bersamaan.
Tinju Baskara beradu dengan tinju raksasa Alpha.
DUARR!
Gelombang kejut menyapu gua.
Tangan kanan Baskara patah. Tulang putih menembus kulit. Ia terlempar ke belakang.
Kera pengawal (B6) melihat kesempatan. Ia melompat untuk menghabisi Baskara yang terjatuh.
Baskara tidak bisa menghindar. Tapi tangan kirinya masih utuh.
"Mati..."
Tangan kirinya berubah menjadi cakar naga hitam. Saat kera itu mendarat, Baskara menusukkan cakarnya langsung ke jantung monster itu dari bawah.
JLEB!
Kera itu mati seketika, tubuhnya menimpa Baskara.
Tinggal satu. Sang Alpha.
Baskara mendorong mayat kera itu, mencoba bangkit. Tapi kakinya tidak mau merespons.
Alpha Kera Batu, meski satu tangannya hancur, masih berdiri. Mata merahnya penuh kebencian. Ia berjalan tertatih, lalu memungut sebuah batu besar seberat seratus kilogram dengan satu tangan yang tersisa.
Ia mengangkat batu itu tinggi-tinggi di atas kepala Baskara yang tak berdaya.
"Tidak... belum..."
Baskara memaksakan tubuhnya.
Tiba-tiba—
Rasa sakit yang jauh lebih mengerikan daripada patah tulang meledak dari DALAM tubuhnya.
"AAAAAARGHHH!"
Jeritan Baskara memilukan.
Itu bukan serangan musuh. Itu tubuhnya sendiri yang memberontak.
Sukma-nya yang dipaksa menyerap energi naga terlalu cepat, Prana yang dipaksa mengalir tanpa henti, dan fisik yang tidak diberi istirahat... semuanya mencapai titik kritis.
Penyimpangan Prana (Prana Deviation).
Jalur meridian di tubuhnya serasa terbakar dan putus satu per satu. Darah merembes keluar dari hidung, telinga, dan mata Baskara. Ia kejang-kejang di lantai.
[TUAN! TUBUHMU RUNTUH!]
Alpha Kera Batu menyeringai sadis. Ia melihat musuhnya hancur dari dalam.
Ia bersiap menjatuhkan batu besar itu untuk mengakhiri penderitaan si manusia sombong.
Batu itu melayang di atas kepala.
Kematian hanya berjarak satu detik.
Baskara menatap batu itu dengan pandangan kabur. Wajah Larasati melintas lagi, kali ini samar dan menjauh.
‘Maaf... aku terlalu serakah...’
Batu itu jatuh.
[BERSAMBUNG KE BAB 9]
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁
oya untuk tingat ranah bisa kamu jelasin lebih detail thor di komen agak bingung soalnya hehe