"inget, ini rahasia kita!. ngga ada yang boleh tau, sampai ini benar benar berakhir." ucap dikara dengan nafas menderu.
"kenapa? lo takut, atau karna ngerasa ngga akan seru lagi kalau ini sampai bocor. hm?." seringai licik terbit dari bibir lembab lengkara, pemuda 17 tahun yang kini sedang merengkuh pinggang gadis yang menjadi rivalnya selama 3 tahun.
Dan saat ini mereka sedang menjalin hubungan rahasia yang mereka sembunyikan dari siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mian Darika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KHAWATIR
Hujan lebat sedang turun, di sertai dengan suara petir yang menggelegar. Suasana berubah hening, di tambah listrik yang sudah padam entah sejak kapan.
Namun hal itu tak membuat suasana di dalam kamar menjadi sunyi, sebab dua orang yang sedang berada di atas tempat tidur, kini sedang menya tu di bawah selimut yang terasa hangat.
Dan setelah 3 jam berlalu, keduanya pun teridur dengan lelap dengan posisi saling berpelukan saling menghangat kan saat di luar sana hujan lebat belum juga mau berhenti.
☆☆☆☆
Ke esokan paginya, hari weekend telah datang dan kini suasana di kediaman aryan tampak ricuh sebab anak bungsunya yang saat ini sedang merengek sejak pagi.
"Papa ayo, katanya mau nganterin avel ke apartemennya kak kara. Ko sampai jam segini belum siap siap sih? Nanti keburu macet, ayo dong cepatan pa!." Bocah itu sudah merengek sejak tadi, bahkan saat orang orang belum membuka mata untuk menyambut pagi.
"Sabar dong vel, ini papa belum juga mandi baru selesai sarapan." Aryan menghela nafas, cukup di buat greget dengan tingkah si bungsu yang tidak bisa bersabar lebih banyak itu.
Amara yang melihatnya lantas mendekat, berlutut di depan avel yang masih memasang wajah sedih. "Sabar dong sayang, ini kan masih pagi banget dan belum tentu juga kak kara nya udah bangun. Kamu tau sendiri kan kalau kakak kamu yang satu itu sering bangun kesiangan, jadi mama juga yakin kalau di jam seperti ini kara belum bangun."
Avel mengerjap lucu, mencerna ucapan sang mama yang ada benarnya.
"Ya udah deh, avel tungguin papa aja siap siapnya. Tapi inget ya pa jangan lama lama, kan di jalan banyak kendaraan lain dan belum tentu mobil papa selamat dari macet." Ujarnya sembari berjalan ke arah sofa unuk menyala kan tv sebagai hiburan menunggu aryan selesai bersiap.
Dan bukannya apa avel ngebet ingin cepat berangkat, pasalnya ia sudah terbiasa beberapa kali ikut terjebak macet bersama sang papa di saat hari libur seperti ini.
Aryan dan amara hanya bisa saling tatap lalu menggeleng kecil melihat tingkah avel yang tak sabaran.
"Om, tante, kara biasanya pulang jam berapa ya?." Ayang mendekat, dengan suara lembut bertanya sebab sejak mereka semua bangun, ia tak melihat kehadiran pemuda itu.
Sedang kan aryan dan amara, mereka juga tidak mengatakan lengkara ke mana, terakhir sih semalam itu pamitnya main ke rumah temannya.
Aryan menatap jam di pergelangan tangan, lalu merogoh saku mengambil ponsel untuk menelfon anak sulungnya yang semalam tidak pulang ke rumah.
Tersambung, namun tak di angkat.
2 kali, namun hasilnya tetap sama.
Tumben, sebab biasanya hanya satu kali di telfon maka lengkara akan menjawabnya dengan cepat. Terlepas putra nya itu masih tertidur dengan nyenyak, apa lagi posisinya di rumah orang lain.
"Gimana pa? Kara angkat, dia di mana?." Amara ikut penasaran, dan sedikit khawatir. Karna tak biasanya ponsel lengkara susah di hubungi, apa lagi sejak semalam putranya itu tidak pulang dan bisa di pastikan, jika lengkara memang menginap di rumah salah satu temannya.
Menggeleng. "Ngga di angkat, mungkin dia masih tidur. Atau lagi di kamar mandi, kita tunggu aja sampai dia telfon balik." Kedua wanita itu pun mengangguk, lalu kembali pada aktivitas masing masing.