Zidane Alvaro Mahesa adalah pewaris ketiga dari kelurga terkaya di Asia Tenggara Reno Mahesa, yang menempuh pendidikan di Inggris. Pria tampan dan cerdas ini telah salah pergaulan hingga berakhir menyedihkan. Demi mendapatkan hukuman dari sang Daddy, Zidane di asingkan untuk mendapatkan pelajaran.
Hidup tanpa keluarga dan tidak memiliki aset apapun membuat Zidane merasa sendiri. Hingga ia bertemu dengan sekelompok genk yang menjerumuskan dirinya semakin dalam dan menuju jalan kematian.
Zidane harus menjalani hidupnya penuh kesialan, tuduhan atas pembunuhan dan pemerkosaan seorang gadis telah membuatnya masuk kedalam jeruji besi. Berbagai siksaan dan intimidasi ia peroleh. Hukuman mati telah menanti, Namun Zidane tidak tinggal diam.
Berhasilkah sang pewaris membalas dendam pada orang-orang yang telah membuatnya menderita?
Yuk ikuti kisah selanjutnya, ada juga kisah-kisah romantis anak-anak Reno yang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon enny76, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari pekerjaan
Marissa menarik tangan Zidane untuk berdiri. Tubuh Zidane terlihat lemas dan tak berdaya.
"Aldo, cepat bawa mobil mu kesini. Varro tidak bisa berjalan sampai ke mobil mu?"
Aldo tampak terkejut dan tidak menyangka sahabatnya akan bicara seperti itu, lalu ia berpikir sejenak, apakah Alvaro mau masuk kedalam mobilnya.
Marissa melirik kearah Zidane yang kesakitan sambil memegangi perutnya.
"Cepat!" cetus Marissa sambil melototi sahabatnya yang terlihat ling-lung.
"Iy-a..." Aldo berlari kearah mobilnya yang terparkir di bahu jalan.
Marissa memapah tubuh Zidane, menaruh tangan pria itu ke belakang lehernya. Mobil Aldo sudah terparkir di depannya.
Zinedine terlihat syok melihat mobil jadul Aldo, yang terlihat ringsek di bagian belakang body. Namun, ia tidak bisa menolak. Sebab keadaannya memang sedang tidak baik-baik saja dan secepatnya harus di tangani.
Aldo turun dari mobil dan membuka pintu belakang. Marissa memapah Zidane untuk masuk kedalam mobil. Wanita berparas cantik itu duduk di samping Zidane, pria itu bersandar ke belakang jok sambil menutup mata menahan sakit pada tubuhnya.
Sementara Aldo menyetir dengan cepat, tetapi mobilnya beberapa kali mati dan jalannya ndut-dutan, membuat Marissa kesal.
"Aldo, ada apa sih dengan mobil mu? Kenapa jalannya ndut-dutan!"
"Maklum lah, namanya juga mobil tua, biasa di pakai ayahku untuk mengambil rumput, buat makanan kambing dan sapi."
"Maaf ya kawan, mobil ku ini tidak semahal dan sebagus milik mu. Kadang kalau kepepet, ayah ku pakai mobil ini untuk bawa kambing ke konsumen." ucap Aldo jujur
Seketika mata Zidan terbelalak, ia baru menyadari sejak masuk kedalam mobil Aldo, mencium aroma tidak sedap. Namun, ia hanya bisa pasrah dan tidak berbicara apa-apa.
"Pantasan saja, mobil mu bau tai kambing!" seru Marissa sambil menutup hidungnya, dan sukses membuat Aldo terkekeh.
Menempuh perjalanan kurang dari satu jam, mereka sampai di Hospital. Aldo dan Marisa memapah tubuh Zidane yang sudah babak belur masuk kedalam rumah sakit. Setelah mendapatkan keterangan dari Marissa pada petugas medis, akhirnya Zidan masuk ke ruangan IGD untuk di obati. Tak lama kemudian dokter keluar dari IGD dan memberikan informasi kalau Zidane harus rawat inap dua hari, sebab bermasalah pada lambungnya.
Dengan setia Aldo dan Marisa menunggui Zidane di ruangan rawat inap hingga menjelang siang.
"Terima kasih banyak sudah menolong ku. Aku janji akan membalas kebaikan kalian di kemudian hari." ucap Zidan dengan suara datar.
"Tidak usah banyak berpikir, kami ikhlas membantu mu." kata Marissa.
"Kenapa kalian mau menolong ku?" tanya Zidane sambil menahan malu "Padahal, selama ini aku tidak pernah perduli pada kalian."
"Demi kemanusiaan!" sahut Aldo, sambil mengalihkan pandangan nya.
Zidane teringat akan sikapnya yang selalu memandang rendah dua orang temannya itu. Secara terang-terangan ia tidak pernah mau bergaul dengan Aldo dan Marisa, bahkan bertegur sapa ajah tidak pernah walaupun mereka satu kelas. Untuk mendapatkan sekolah ternama di kota London tidaklah mudah. Jalur mereka sangat berbeda dalam menempuh pendidikan. Marissa dan Aldo lolos ke perguruan tinggi management London, karena mendapatkan beasiswa. Sementara Zidane masuk kesekolahan bonafid itu menggunakan uang, meskipun ia anak yang cerdas dan berprestasi, tidak memakai jalur beasiswa.
Zidane merasa tertampar, teman-teman yang dulu mendekat dan selalu ia senangi dengan materi, hilang bak di telan bumi. Bahkan sahabat yang ia anggap baik kabur dengan membawa uang pinjaman rentenir atas namanya. Kekasih yang ia banggakan dan selalu memanjakan dengan barang-barang branded, memutuskan dirinya di saat sudah tidak memiliki uang. Seharusnya ini menjadi pelajaran buat Zidane, dan sudah bisa menilai serta berpikir dengan cermat. Mana teman mana lawan, mama yang tulus dan mana yang akal bulus.
Aldo dan Marisa berpamitan untuk ke kampus, sebab ada mata pelajaran yang tidak boleh di tinggalkan. Guru Killer akan memberikan tugas tambahan lebih banyak bila tidak masuk di jam pelajarannya. Zidane tampak khawatir dan tidak ingin meninggalkan pelajaran Mr Timmy. Namun apa daya, ia sedang di infus dan harus mendapatkan perawatan.
Dua hari kemudian, Zidane sudah pulang dari rumah sakit. kebetulan ia masih memiliki uang dari sisa penjualan jam rolex, untuk membayarkan tagihan rumah sakit.
Esoknya Zidan kembali masuk kedalam kampus. Ia tampak berbeda dari biasanya, lebih banyak diam dan murung. Tidak mau berinteraksi dengan teman lainnya. Bahkan Felicia pindah duduk di samping Carlos. Tentu saja pria itu sangat senang dan merasa di atas awan. Sebab telah berhasil merebut Felicia dari tangan rivalnya Zidane. Pria itu seakan tidak perduli, meskipun masih memiliki perasaan cinta pada Felicia, cinta pertamanya.
Bel berbunyi, tanda jam istrahat untuk para siswa dan siswi untuk makan siang. Semua akan keluar dan mencari makan di kafe atau kantin dekat kampus. Zidane tidak keluar, ia memilih duduk di kursinya tanpa berniat untuk beranjak dari duduk.
"Varro ini untuk mu." Marissa memberikan bekal miliknya keatas meja. Pria bermata iris abu-abu itu mengangkat wajahnya dan menatap Marissa dengan tanya.
"Tidak usah, ini bakal milik mu."
"Nggak apa-apa, aku juga sudah membawa bekal untuk ku dan juga Aldo."
Aldo berjalan mendekat kearah meja Zidane sambil membawa bekal yang ia bawa di dalam tupperware. "Ayo kita makan bersama kawan, tidak usah sungkan, kamu habis keluar dari rumah sakit, jadi harus makan banyak." Aldo terus membujuk.
Aldo dan Marisa menaruh bekal makanan nya keatas meja untuk Zidane dan bersemangat untuk makan bersama. Sebenarnya Zidane merasa malu dan tidak enak hati. Orang-orang yang pernah ia abaikan, justru menolong dan menyemangatinya.
Karena terus di bujuk, akhirnya mereka bertiga makan bersama. Dalam hati Zidane telah berjanji akan membalas semua kebaikan Aldo Marissa.
"Apa kalian punya koneksi tempat kerjaan?" tanya Zidane setelah selesai makan.
"Hah?! memangnya kamu sudah kehabisan uang sampai ingin bekerja?" tanya Aldo.
"Tidak! Aku hanya ingin belajar mandiri dan mencari penghasilan sendiri, tanpa ingin melibatkan kedua orang tua ku."
"Aldo, bukankah paman mu sedang membutuhkan karyawan di bengkelnya?" sahut Marissa.
"Tapi, apa Alvaro bisa? Paman ku mencari seorang montir untuk otomotif mobil dan motor."
"Bisa! Sahut Zidane cepat "Aku pernah utak-atik mobil balap kakak ku dan berhasil. kata Daddy ku akan membuatkan aku pabrik mobil balap, kelak aku sudah lulus kuliah." ucap Zidan sungguh-sungguh.
Marisa dan Aldo saling bersitatap, seperti tidak percaya dengan ucapan Zidane. Aldo malah menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Baiklah, abis pulang dari kampus, aku ajak Kamu menemui paman ku."
Zidane menggguk dan tersenyum "Oke!"
KOMENTAR NYA MANA NIH, KOK KURANG BANYAK; 🤗🤗 AYUK DUKUNG KARYA TERBARU INI, AGAR BUNDA SEMANGAT NULIS NYA 🙏
Akankah Marissa pilihan terakhir alvaro nantinya
Lanjut bunda author
Masih slalu menunggu upnya yg slalu bikin penasaran🙏🏻🥰