Patah hati membawa Russel menemukan jati dirinya di tubuh militer negri. Alih-alih dapat mengobati luka hati dengan menumpahkan rasa cintanya pada setiap jengkal tanah bumi pertiwi, ia justru diresahkan oleh 'Jenggala', misinya dari atasan.
Jenggala, sosok cantik, kuat namun keras kepala. Sifat yang ia dapatkan dari sang ayah. Siapa sangka dibalik sikap frontalnya, Jenggala menyimpan banyak rahasia layaknya rimba nusantara yang membuat Russel menaruh perhatian khusus untuknya di luar tugas atasan.
~~~~
"Lautan kusebrangi, Jenggala (hutan) kan kujelajahi..."
Gala langsung menyilangkan kedua tangannya di dada, "dasar tentara kurang aj ar!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sembilan ~ Benar, dia.
Gala menghapus jejak air mata yang berkali-kali sempat meleleh. Jangan tanyakan darimana ia mendapatkan karakternya sekarang. Jangan tanyakan darimana ia dapatkan semua sifatnya sekarang.
Ia yang sejak dulu dituntut untuk mandiri, sering ditinggalkan kedua orangtuanya untuk mengabdi nyatanya tak bisa memungkiri jiwa kehilangannya.
Mama memang seorang manusia mulia, guru...tanpa tanda jasa yang sampai rela mengabdi memperjuangkan hak pendidikan untuk anak anak di pelosok sana, bahkan papa, rela ma ti untuk negara. Tapi tak ada yang rela ma ti untuk dirinya?
Ia dituntut untuk kuat sedari kecil, dituntut untuk tak merengek dan bertanya, mama kapan pulang? Papa kapan pulang? Ditambah orang-orang yang datang silih berganti menyakitinya, memberikan luka dan penghianatan, membuatnya menjadi sosok yang menutup diri, membentengi hati rapuhnya dan tak peduli lagi pada siapapun, meskipun tak dipungkiri....kasih sayang orang orang sekitarnya, seperti tanta Yubi, om Dandi, tante Rara, dan sanak saudara serta tetangga di kota Karang, membentuk sisi lembut dan hangatnya, disanalah tempat ia pulang.
Gala memejamkan mata sejenak demi merasakan lega, Tuhan seperti sedang menyayanginya sekarang sebab ia dengan mudahnya mendapatkan jadwal penerbangan ke kota Karang.
Jika ditanya, akan bagaimana nasibnya kelak? Maka ia hanya akan menjawab, mengikuti alur, menikmati saja waktu dan setiap momentnya di tempat yang ia mau bersama orang-orang yang ia kehendaki.
Netra indahnya melirik jam di tangan yang telah menunjukan pukul 11 malam.
Pramugari sudah berdiri di depan sana, memberikan tata tertib selama di dalam kabin pesawat termasuk dengan mematikan ponsel yang sama sekali tak ia perhatikan, sebab sudah sejak keluar dari rumah makan tadi, ia sudah mematikan daya ponselnya itu.
Hampir 4 jam, ia menghabiskan kembali waktu di perjalanan. Namun perasaan *homy* setidaknya mampu menyelesaikan resah Gala, ia sudah kembali pulang. Ada senyum yang terbit cerah kembali, meskipun sempat ada rasa ragu yang menggantung.
Mungkin om Dandi akan mengomel, mungkin tanta Yubi akan menjewernya. Tapi bukankah itu sudah biasa setiap harinya?
Tok ..tok...tok
"Om, tanta...." ia menguap diantara gelapnya langit, bahkan gelapnya saja masih menelan hari yang masih terlalu dini untuk berkegiatan, tapi Gala sudah atau masih keluyuran?
"Om, tanta Lala bale."
Cukup lama, bahkan Gala sampai duduk di kursi depan, menaruh bawaannya dan segala lelah yang ia bawa kembali dari ibukota.
Hingga, ceklek...
Om Dandi menatapnya tak percaya, mungkin akan menganggap mimpi namun ia tidak selebay itu.
"Aku pulang!!! Surprise..." serunya seketika demi menyadarkan wajah bantal omnya itu.
Om Dandi sampai mengumpat namun Gala mampu tertawa renyah, "kaget ya kaget?! Jangan bilang aku seperti bidadari yang datang di mimpi, om..."
"Apa lah kau ini...cepatnya kamu bale, La? Rasanya baru kemarin kamu ijin..."
Gala menggusur kopernya disaat om Dandi membuka celah pintu lebih besar. Begitupun tanta yang turut terbangun dari tidurnya sebab kegaduhan itu. Dengan mata yang masih menyipit dan mengantuk ia mengikat rambutnya keluar dari kamar.
Gala melihat itu, "jangan harap om dan tanta bisa hidup tenang *son* ada Lala. Karena Lala *son* membiarkan itu."
Benar benar masuk kembali ke dalam kamarnya untuk istirahat, tidak benar-benar istirahat sebab saat sendiri pikirannya kembali berisik.
Belum ada yang memulai obrolan pagi itu, namun saat om Dandi beranjak menjauh membawa piring kotornya ke dapur, tanta Yubi merapatkan posisinya.
"Ada apa? Tanta kira dengan kamu membawa koper, acara pulangmu akan lama?"
"Ina dan amamu tau tattoomu dan mengusirmu?" tembaknya memancing Gala untuk mendengus geli.
Gala menggeleng, "justru papa dan mama memintaku untuk ambil S2 di ibukota." Gala menghabiskan suapan terakhirnya.
"Lalu, nona manis ini tunggu apa?"
Gala tersenyum getir, kini ia merengek, "tunggu tanta punya penggantiku, lahhh! Nanti Kolo disini siapa yang habiskan kalau aku tak ada?" tawanya beranjak dari kursi.
"Apa benar, Ayunda mau menikah La?"
Gala menahan langkah nya di gawang pintu menuju dapur, ia lantas menatap kaki-kakinya sendiri atas pertanyaan tanta Yubi.
"Waktu minggu lalu, amamu bilang begitu. Ayunda mau menikah dengan perwira muda berprestasi pilihan Ina dan amamu...Aziz namanya."
"Apa dia Aziz yang..." wajah tanta Yubi mendadak lesu demi merasakan sakit yang dirasakan Gala. Gadis cantik itu menoleh dan mengangguk, "iya. Dia Aziz yang dulu pernah bersamaku, Aziz yang aku ceritakan pada tanta, jika dia seperti matahari untukku..."
Tanta Yubi menghela nafasnya rakus.
"Aku tidak apa-apa tanta, toh sebelum rencana pernikahan itu aku dan dia sudah tidak memiliki hubungan apapun."
Tanta Yubi justru menggertak kesal, "memang breng sek si Aziz ini. Apa dia tidak bilang sama Ina dan amamu, atau dia meninggalkanmu karena sudah tau akan dikenalkan dengan Ayunda, apa Ayunda tau?!" kini tanta Yubi mencecar, memuntahkan seluruh isi pikiran dan hatinya.
Gala menggeleng, tak ingin berlarut-larut ia hanya melenggang masuk lebih dalam.
Ponselnya berdering sejak tadi, bukan dari mama yang memang sudah ia mode senyapkan atau panggilan papa dan Ayunda, melainkan dari seseorang bernama Carlos.
Gala meraihnya dari meja di kamar lalu mengangkat panggilan, "ya Carlos?!"
Ayunan kaki berbalut sepatu delta mantap menuju kantor seorang mayor, hawa sejuk AC yang membawa aroma pengharum ruangan menyapa penciuman, masih pagi...tapi ia sudah menyalakan pendingin ruangan itu, tanda jika suasana di dalam kantor sana sudah memanas sepagi ini.
ia mengetuk pintu yang bercelah beberapa mili, setelah gema suara berat mempersilahkannya masuk, Russel benar benar menginjak lantai ruangan keramik putih ini.
"Letnan satu Agrarussel menghadap, ndan."
Irianto menatap wajah segar dari bawahannya itu, dari sekian banyaknya perwira muda di satuan anti teror ini, mungkin Russel yang menurutnya cocok, selain karena perwira muda ini baru saja bertugas dari Borneo dan belum mendapatkan kembali surat tugas luarnya.
Bunyi gesekan laci kayu menjadi satu-satunya suara yang mengisi pendengaran, sebelum suara map yang dijatuhkan di atas meja. Kemudian, ia meminta Russel membuka map kertas berwarna merah itu.
Sempat menatap wajah dingin atasannya, Russel lantas mengangguk, "ijin, ndan." raihnya.
Cukup bisa menaikan alisnya seinci, Russel hanya bisa mendengus dalam hati, apa-apaan ini, dia yang semalam...
"Itu Kahiyang Jenggala, putri bungsu saya."
*Ohhhh Oke*...
Russel lebih tertarik melihat detail setiap lembar foto yang berjumlah dua itu. Dimana satu foto saat Gala sedang memainkan alat DJ, lalu satu lagi saat Gala tengah berfoto selfi.
*Ya, ini gadis semalam, gadis yang kemarin, dan gadis yang tadi pagi. Si gadis judes dan galak*...
Alisnya berkedut merasa geli dan gemas dalam satu waktu.
"Dia semalam kabur dari rumah." tangannya seperti sedang sibuk menangkup dagu, gestur yang ditunjukan seseorang jika sedang kebingungan atau mungkin kecewa, frustasi.
*Ahh, paham...pantas saja semalam ia nampak menangis, itu artinya ada masalah di dalam keluarga atasannya itu sampai membuatnya kabur, oke bahan gosipan bagus untuk ia hibahkan diantara para prajurit muda*! kembali angguknya, tapi jelas itu hanya berani ia umbar di dalam hati.
"Dia, lulusan sarjana seni musik, dan memutuskan untuk menetap di kota Karang bersama adik saya, namun kemarin ia pulang.... Pekerjaannya sekarang sebagai disc jockey." Ada nada yang kesal sekaligus sebal dari ucapan atasannya itu, saat ia berbicara tentang profesi sang putri.
Russel melirik sejenak sang atasan demi melihat ekspresi yang ditunjukan. Dan memang benar, ada raut tak sukanya disana.
"Disana ada nama beberapa cafe dan club malam yang sering ia jadikan tempat bekerja, serta jadwalnya. Saya tugaskan kamu menjemput Jenggala untuk kembali ke ibukota. Ditambah sebentar lagi putri pertama saya akan melangsungkan pernikahannya."
"Dicopy." Angguk Russel menutup map setelah sempat membaca keseluruhan data dan informasi tentang Gala.
"Saya yakin dia pulang kembali ke kota Karang, hal itu pun sudah di konfirmasi oleh adik saya. Saya mau kamu bawa dia pulang, dengan cara apapun dalam kondisi selamat, tidak kurang suatu apapun."
Russel tau jika perintah ini bukanlah termasuk ke dalam surat perintah kedinasan, namun....
Ia mengambil sikap siap dengan menggeser kaki hingga merapat dan menghormat, "siap ndan."
"Untuk fasilitas dan transportasi itu menjadi tanggungan saya. Kamu berangkat siang ini, dan akan saya titipkan di markas Kavaleri Timur."
"Siap."
Irianto menarik tangannya melirik jam, lalu menarik sesuatu kembali dari laci, "tiket penerbangan mu."
"Siap, ijin melaksanakan tugas."
"Ya."
Russel hanya menyelipkan satu foto Gala di saku seragamnya sebelum benar-benar meninggalkan ruangan sang mayor.
Dengan derap langkahnya yang masih menyusuri koridor, sebuah pesan dikirim ke nomornya dari mayor Irianto
\+**62812345678**
*Sunset Paradise cafe, malam ini Jenggala mengisi acara di cafe ini*.
**Russel**
*Siap, ndan*.
Russel kembali mengeluarkan foto Gala lalu memotretnya.
...***Adik Abang Saga***...
(**Russel**) *take a picture 📷*
*Ry, kira-kira kalo sama yang ini, umi sama abi setuju ngga*?
(***Ryu***) *😏 cocok buat gue*.
(***Panji***) *🤣🤣 itu mah artis kam prett*.
(***Kalingga***) *Siapa lagi itu*?
(***Cle***) *Sel, udah deh yang paling pantes buat lo mah cuma om Miki*.
(***Zea***) *Besok-besok Lo bundir kalo ditolak*. *Jodoh itu tak bisa dipaksakan bung. Terima aja kalo seandainya Tuhan ngga ngasih Lo tulang rusuk, tapi ngasih balung buat baso*.
*Lagian ini grup kenapa namanya mesti adik bang Saga. Gue kan bininya*.
(***Cle***) *lah sekarang gue tanya, Abang manggil Lo pake sebutan apa? Adek kan*?
(***Panji***) *si alan banget, diajakin bikin anak cuma dianggap adek 🤣*
(***Zea***) *adek adeknya abang paling bisa bikin orang lain ngerasa insecure*.
*So tau, Abang panggil gue bidadari surga*.
(***Russel***) *bidadari ranjang*.
(***Panji***) *hakkk cuihhh*...
...*Kalingga mengubah nama grup* '***tukang ghibahin bang Saga***'...
.
.
.
.
Semoga setelah badai ini menerjang, akan ada damai datang
lanjut
lanjut
ikutan nangis dong di bab ini ikut merasakan yg gala rasakan....klo gala ice rasa getir ...yg aq rasa mie kuah rasa asin alias ingus meleleh krn baca sambil makan mie rebus 😭😭