NovelToon NovelToon
Menjadi Sekretaris Bos Mafia

Menjadi Sekretaris Bos Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Mengubah Takdir
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Rizky Handayani Sr.

Xera Abilene Johnson gadis cantik yang hidup nya di mulai dari bawah, karena kakak angkat nya menguasai semua harta orang tua nya.
Namun di perjalanan yang menyedihkan ini, Xera bertemu dengan seorang pria dingin yaitu Lucane Jacque Smith yang sejak awal dia
menyukai Xera.
Apakah mereka bisa bersatu?? Dan jika Xera mengetahui latar belakang Lucane akan kah Xera menerima nya atau malah menjadi bagian dari Lucane??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky Handayani Sr., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9

Minggu Berikutnya Clara mulai berubah. Dia tidak lagi ikut bergosip. Dia mulai bekerja lebih tenang, lebih banyak diam. Saat orang lain menyindir Xera, dia tidak menanggapi.

Pada suatu sore, dia menyodorkan dokumen laporan proyek baru ke meja Xera. Tanpa basa-basi, hanya menatap dan berkata pelan, “Terima kasih karena nggak balas dendam.”

Xera hanya mengangguk. Dan mungkin, itu cukup untuk awal dari sesuatu yang lebih baik.

* * * *

Juan masuk keruangan Lucane sembari membawa beberapa dokumen dan laporan nya.

"Nanti malam ada pertemuan, semoga kau tidak melupakan nya" ucap Juan mengingatkan

Lucane hanya diam dan terus memeriksa dokumen yang di bawa Juan itu.

"Bagiamana dengan Xera, apa dia sudah terbiasa" tanya Lucane tiba tiba

"Hmmm, jika kau penasaran lihat saja sendiri tuan muda" ucap Juan

"Aku rasa kau sangat menyukai nya" kekeh Juan

"Apa kau tidak memiliki pekerjaan juan" ucap lucane menatap asisten nya itu

"Baiklah, saya Permisi" ucap Juan cepat cepat kabur

* * * *

Malam Hari – Villa Pribadi Lucane, Pinggiran Kota

Di siang hari, Lucane dikenal sebagai direktur utama yang tenang dan karismatik. Tapi malam ini, di ruang bawah tanah villanya, wajah yang sama berbicara dengan nada berbeda dingin dan mematikan.

“Orang kepercayaan Reno sudah kabur ke Pulau Texel. Aku ingin dia dibungkam sebelum dia buka mulut,” katanya, berdiri di depan peta digital jaringan pelabuhan.

Seorang pria bertubuh besar mengangguk. “Perlu kita kirimkan peringatan ke investor juga, bos?”

Lucane menatap tajam. “Belum. Kalau mereka nekat ganggu operasiku lagi, baru kita gerakkan orang-orang dari sini.”

Flashback – Sepuluh Tahun Lalu

Lucane muda berdiri di depan mayat seorang investor licik yang pernah mencoba menipu keluarganya. Dia tidak membunuh langsung tapi memberi perintah pertama yang mengubah hidupnya selamanya.

"Pastikan dia tenggelam, bukan menghilang," katanya kala itu. "Kita butuh efek jera. Tidak semua kematian harus sunyi."

Keluarga Lucane berasal dari lingkaran kriminal tua kartel bisnis pelabuhan dan perdagangan gelap yang tumbuh dari jaringan mafia laut Belanda. Tapi dia berbeda dia membungkusnya dengan jas Armani, presentasi bisnis, dan kecerdasan korporat.

Kembali ke Masa Kini – Kantor

Xera, yang semakin dekat dengan inti perusahaan, mulai mencium keanehan. Mengapa setiap lawan Lucane dalam bisnis selalu "menghilang"? Mengapa investor yang menggertak perusahaan seminggu lalu, tiba-tiba membatalkan kontraknya dan kabur ke luar negeri tanpa jejak?

Namun Xera tidak ambil pusing akan hal itu.

* * * *

Pertemuan Rahasia Bar Bawah Tanah

Suara denting gelas dan bisikan musik jazz samar-samar terdengar dari lantai atas, nyaris tak menyentuh dinding-dinding kedap suara ruang VIP di bawah tanah itu. Cahaya lampu gantung antik menyorot lembut meja kayu mahoni tempat Lucane duduk, tubuhnya bersandar santai tapi penuh kewaspadaan.

Di depannya, pria asing itu berwajah keras dan mata tajam seperti baja dingin menyodorkan setumpuk dokumen ke meja.

"Apa ini?" tanya Lucane, nada suaranya datar tapi berisi ancaman terselubung.

"Jaringan distribusi baru. Akses ke dermaga belakang dan dua orang dalam di bea cukai," jawab pria itu, logat Eropa Timur-nya kasar seperti pasir di tenggorokan.

"Kalau kau tidak ikut main, kau akan dilindas sendiri oleh pasar gelap Singapura. Kamu terlalu rapi, Lucane. Kami butuh darah sedikit."

Lucane menatap pria itu, lama. Senyum perlahan terukir di sudut bibirnya senyum yang tidak membawa kehangatan, hanya ketenangan yang menakutkan.

"Aku tidak butuh pasar," ucapnya pelan.

"Aku butuh kendali."

Dia mengambil dokumen itu, membuka lembar pertama tanpa melihatnya, lalu meletakkannya kembali seolah hanya sekadar formalitas.

"Dan darah," lanjutnya, tatapannya menusuk menembus bayangan, "sudah cukup banyak di tanganku. Satu tetes lagi tidak akan membuatku gentar."

Keheningan menyelimuti ruangan. Pria itu menelan ludah, tubuhnya yang kekar sedikit kaku. Di mata Lucane, dia sudah kalah bukan oleh kekerasan, tapi oleh sesuatu yang lebih menakutkan keyakinan dingin tanpa ragu.

"Kalau kau mau bekerja denganku," kata Lucane, sambil berdiri, menyisakan bayangan panjang di dinding, "buang kebiasaan menggertak. Di mejaku, semua orang punya pilihan. Tapi hanya satu yang selamat."

Langkah kaki Lucane menggema saat dia meninggalkan ruangan, meninggalkan aroma parfum maskulin yang tajam dan atmosfer dingin yang membuat pria Eropa itu diam tak bergerak menimbang, mungkin menyesal, tapi tak lagi berani menantang.

* * * *

Bayangan di Balik Cermin Reno Mengawasi

Di seberang jalan, dari lantai dua sebuah toko jam antik yang sudah lama tidak beroperasi, Reno duduk tenang di balik jendela yang dilapisi lapisan film hitam.

Tangan kirinya menggenggam cangkir kopi yang sudah dingin, sementara tangan kanan menggerakkan joystick kecil yang mengarahkan kamera mikro di dalam ruangan VIP bar bawah tanah.

Tampilan hitam-putih berkerlip di layar tablet di depannya. Dia melihat semua sorot mata Lucane, gestur kecil di jarinya saat menyentuh dokumen, ekspresi pria asing yang perlahan kehilangan pijakan. Detil-detil kecil itu tidak pernah luput dari mata Reno

"Masuk akal," gumamnya pelan, menyentuh earset tipis di telinganya.

"Lucane menolak pasar, tapi tidak menolak kekuasaan. Itu yang akan kupatahkan."

Suara di telinganya membalas. "Kau yakin dia belum tahu kau mengawasinya?"

Reno tersenyum samar. "Kalau dia tahu, dia pasti sudah membuat kamera ini buta sejak tadi. Tidak. Dia sibuk bermain di lapisan permukaan. Aku menyusup lewat retakan yang dia kira tidak ada."

Di belakangnya, sebuah papan penuh foto, peta, dan catatan tangan menempel rapi. Di tengahnya, wajah Lucane dicetak besar, dicoret dengan benang merah yang terhubung ke nama-nama lainnya investor, pelobi, mantan jaksa, dan satu nama yang baru ditambahkan hari ini Radek, pria asing berlogat Eropa Timur.

"Operasi Cermin Retak terus berjalan sesuai rencana," kata Reno mencatat sesuatu di buku hitamnya.

"Satu per satu, pantulan di sekeliling Lucane akan retak. Dan ketika dia melihat ke cermin terakhir yang dia lihat hanyalah kehancurannya sendiri."

Sebuah pesan masuk ke ponselnya:

"Kapal berangkat tiga hari lagi. Waktu kita sedikit."

Reno menatap layar, lalu jendela gelap di depannya, ke arah bar mewah tempat Lucane tadi berdiri.

"Tiga hari cukup," bisiknya. "Untuk membalikkan neraka yang dia bangun selama bertahun-tahun."

Udara malam masih terasa hangat saat Lucane keluar dari bar. Supir pribadinya segera membuka pintu sedan hitam yang menunggu di lorong samping. Tapi Lucane tidak langsung masuk.

* * * *

Diaberdiri sejenak, memutar tubuh, menatap ke arah gedung tua di seberang jalan. Matanya sempat naik sedikit ke jendela gelap lantai dua.

Sekilas, hanya sekilas, senyum kecil muncul di sudut bibirnya.

"Beritahu Max untuk mulai menyisir jalur optik di radius 500 meter," ucapnya kepada supir, suaranya tenang namun berlapis maksud. "Ada seekor kucing terlalu penasaran mengendus endus wilayahku."

"Instruksi lanjut?"

Lucane menatap langit, seolah mencari sesuatu yang tidak terlihat. “Jangan ganggu dulu. Biarkan dia bermain dengan kameranya. Aku ingin tahu apa yang sedang dia cari."

Dia masuk ke dalam mobil. Begitu pintu tertutup, atmosfer di dalam langsung berubah lebih dingin, lebih terkendali.

Di pangkuannya, dia membuka tablet kecil, layar menampilkan daftar perangkat pengawasan ilegal yang aktif di sekitar tempat itu.

Salah satunya, baru muncul dua hari terakhir. Sumbernya tidak biasa sangat terampil, sangat diam. Tapi tidak cukup untuk tidak terlihat oleh sistem yang Lucane bangun bertahun tahun lamanya.

"Reno" gumamnya. "Atau seseorang yang berpikir seperti dia."

Dia menyentuh ikon kecil gambar pola sinyal. Sebuah titik berkedip di layar, mengarah tepat ke jendela gelap toko jam tua itu.

"Terobsesi pada cermin, ya?" bisiknya. "Sayangnya, kau lupa satu hal, Reno..."

Dia mencondongkan tubuh ke depan, suaranya nyaris seperti desisan halus namun penuh racun

"Semua cermin punya dua sisi. Dan aku sudah menunggu pantulanmu sejak lama."

Mobil mulai melaju perlahan, meninggalkan lorong sempit dan menyatu kembali ke arus malam kota.

Tapi di dalam kepala Lucane, permainan baru saja dimulai.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!