Aldi remaja yang masih menyimpan kepedihan atas meninggalnya sang bapak beberapa tahun lalu. Dirinya merasa bapaknya meninggal dengan cara yang janggal.
Kepingan memori saat bapaknya masih hidup menguatkan tekadnya, mengorek kepedihannya semakin dalam. Mimpi-mimpi aneh yang melibatkan bapaknya terus mengganggu pikirannya hingga dirinya memutuskan untuk mendalami hal ghaib untuk mencari tahu kebenarannya.
Dari mimpi itu dirinya yakin bahwa bapaknya telah dibunuh, ia bertekad mencari siapapun yang menjadi dalang pembunuhan bapaknya.
Apakah benar bapaknya dibunuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A.J Roby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kak Nara
Situasi telah kondusif, semua kembali tenang. Panitia memutuskan agar peserta segera kembali ke tenda untuk beristirahat. Kini Aldi kembali ke tempat berkumpulnya panitia di kelas belakang bersama Pak Jo dan Ines.
Menikmati sebatang rokok di tengah malam setelah kegiatan yang melelahkan merupakan kenikmatannya saat ini.
“Al terimakasih banyak ya udah bantuin saya” Ucap Pak Jo
“Terimakasih kembali pak, saya cuma bantu dikit”
Sejujurnya Aldi terkesan dengan aksi wali kelasnya, Pak Jo ternyata bukanlah orang sembarangan.
“Kita udah balikin serangannya, mungkin dukun yang ngirim udah meninggal sekarang” Ucap Pak Jo santai sembari menghembuskan asap ke udara
“Deghh”
Jantungnya seakan tak bergerak, ia terkejut sekaligus bingung dengan maksud ucapan Pak Jo.
“Maksudnya gimana pak? Kan kita cuma lenyapin makhluk suruhannya aja” Tanya Aldi bingung tak karuan
“Dukun itu seperti punya kontrak kerjasama, kalau makhluk yang disuruh itu kalah serangannya otomatis nyerang balik si dukun” Jawab Pak Jo dengan tenang
Aldi menyembunyikan ketakutannya, jika benar seperti itu maka Aldi secara tidak langsung telah membunuh seorang manusia. Perasaannya kini tak karuan, kemampuan yang telah ia dapat kini telah membawanya jauh ke dalam dunia hitam.
“Saya tau kamu pasti ndak nyangka, takut, khawatir itu wajar Al. Tapi ini takdir dari Tuhan, coba aja buat nerima semuanya karena Tuhan pasti punya alasan kenapa kamu dikasih kelebihan” Ucap Pak Jo menenangkan Aldi
Aldi terdiam sejenak, ia membenarkan ucapan Pak Jo. Suro dan serigala yang pernah ia temui bilang jika bapaknya berusaha melindungi keluarganya dari serangan dukun. Maka, bapaknya juga pasti pernah membunuh orang lain untuk membela diri. Selama kemampuannya digunakan untuk membela diri dan menolong orang lain, sepertinya dirinya tak perlu merasa bersalah.
Karena jika makhluk yang membunuh bapaknya adalah suruhan dukun, ia juga berambisi untuk membunuh dukun tersebut. Ia manggut-manggut mengiyakan pemikirannya sendiri.
“Al” Ucap Pak Jo sambil menepuk bahunya
Lamunannya buyar, tapi kini ia kembali tenang seperti biasanya. Waktu menunjukkan pukul satu pagi, karena ia tak ingin menginap di sekolah maka dirinya langsung berpamitan ke Pak Jo.
“Tunggu, ini ambil!” Ucap Pak Jo sembari menyelipkan sejumlah uang ke dalam saku jaketnya
“Ndak usah pak” Ucap Aldi kikuk
Perdebatan kecil terjadi yang dimenangkan oleh Pak Jo, Aldi dilarang menolak uang tersebut. Aldi menyerah lalu berpamitan.
Ines berjalan mendampingi Aldi hingga ke parkiran.
“Kakak beneran mau pulang? Udah malam ini kak” Tanya Ines khawatir
“Iya Ines, ndakpapa aku udah biasa kok” Jawab Aldi menenangkan Ines
“Yauda ati-ati ya di jalan, kabarin kalau udah sampai rumah” Balas Ines sembari menggenggam tangan Aldi.
Mata mereka bertemu, Aldi membalas genggaman Ines. Hangat dan menenangkan itulah yang ia rasakan saat ini. Lampu parkiran lumayan terang sehingga Aldi dapat melihat raut wajah khawatir Ines yang menggemaskan. Senyuman ia layangkan untuk meyakinkan Ines kalau dirinya sudah biasa pulang malam.
Salah tingkah, Ines langsung membuang muka tapi dalam hatinya seperti kebun bunga yang bermekaran.
“Udah, aku pulang ya” Ucap Aldi berpamitan seraya mencubit pipi Ines dengan gemas.
Akhirnya Ines merelakan Aldi pulang. Ines khawatir sekaligus bahagia, perasaaan yang tidak jelas ia rasakan saat ini. Tapi senyum di bibirnya tak henti merekah hingga Aldi hilang dari pandangannya.
Motor supra bapak yang dinaiki Aldi melaju menembus dinginnya angin malam, jalanan sepi dan hanya ditemani lampu di pinggir jalan yang menerangi. Untung saja daerahnya aman dari begal. Saat mendekati daerah dekat rumahnya, Aldi melihat rumah dua lantai yang terbengkalai. Memang sejak ia kecil rumah itu sudah tidak ada penghuni, namun sekarang rumah ini membuat dirinya penasaran. Gerbang besar di dalamnya banyak alang-alang yang menjulang tinggi dan tanpa penerangan sedikitpun di dalamnya menambah kesan angker rumah ini.
Aldi merasakan ada sesuatu yang tersembunyi di dalam rumah tersebut. Plang bertuliskan rumah ini dijual yang ditempelkan di depan gerbang sudah sangat memudar catnya. Entah berapa lama rumah ini berusaha dijual oleh pemiliknya tapi hingga kini tak kunjung terjual.
Rasa penasaran menariknya lebih dalam, tapi kelelahan telah melanda dirinya. Jika ia masuk kemungkinan akan dicurigai, akhirnya ia terus melaju menjauh dengan rasa penasaran yang mendera. Aldi akan memutuskan akan mengunjungi rumah ini di lain waktu.
Tanpa Aldi sadari, ada sepasang mata yang memperhatikannya dari jendela lantai dua.
Aldi berhenti sebentar di pos ronda untuk menyapa beberapa tetangganya yang sedang meronda.
“Darimana le?” Tanya Pak Jumali
“Biasa pak, ngopi” Jawab Aldi sekenanya
“Arek enom, ngopa ngopi aja kerjaannya” Balas Pak Jumali
Aldi hanya tertawa kecil, dirinya memang akrab dengan para bapak-bapak di lingkungannya. Karena tak ada lelaki lain di dalam keluarganya maka Aldi lah yang sering mengikuti kegiatan tahlilan, ronda membuatnya akrab dengan para bapak-bapak.
Meskipun dirinya belum cukup umur untuk ikut ronda rutinan, Aldi sering menyempatkan waktunya untuk ikut meronda di hari liburnya.
“Ndak keliling pak?” Tanya Aldi
“Tadi udah Al, tapi balik lagi soalnya merinding pas lewat rumah kosong” Balas Pak Mahfud tanpa memindahkan sorot matanya dari papan catur.
“Emang ada apasih pak di rumah kosong itu?” Tanya Aldi penasaran
“Dulu ada cerita, orang dari dusun sebelah pulang kerja malam-malam lewat situ katanya dia liat ada mbak kun rambutnya panjang banget sampai kaki” Balas Pak Mahfud yang kini serius menatap Aldi
“Berarti emang angker ya pak?”
“Bapak sama istri juga selalu merinding kalau lewat situ malam-malam Al” Lanjut Pak Mahfud
“SKAKMAT!” Ucap Pak Yon
Saat Pak Mahfud bercerita ke Aldi, tanpa disadari Pak Yon telah memindahkan beberapa bidak catur agar dapat skakmat dengan mudah. Aldi sebenarnya menyadari itu, tapi tak enak memotong saat pak Mahfud sedang berbicara.
“Loh kok bisa skakmat Yon? Perasaan posisinya ndak gini deh tadi” Tanya Pak Mahfud keheranan
“Lah tu buktinya skakmat Pak” Balas Pak Yon sambil menahan tawa
Pak Jumali dan Aldi yang sedari tadi mengamati momen kocak hanya bisa tertawa melihat kelakuan dua balita uzur ini.
“Yaudah pak monggo lanjut, mau pulang dulu” Ucap Aldi seraya pamit
Ketiganya mengangguk, Aldi meninggalkan ketiga bapak-bapak tersebut.
“Main lagi ayo pak, sampean putih aku hitam” Ucap Pak Yon
“Kan kowe memang hitam Yon” Balas Pak Mahfud
“Asem”
Pak Mahfud memang yang paling sepuh di antara Pak Jumali dan Pak Yon sehingga Pak Yon tak berani membalas candaan Pak Mahfud, takut kualat.
Tiba-tiba suasana menjadi berbeda, angin sepoi-sepoi mulai berhembus membawa aroma melati. Wangi layaknya bunga melati yang baru mekar. Aromanya tipis tapi seiring angin berhembus aromanya semakin menguat.
“Kok bau melati Yon? Kowe pake parfum melati?” Tanya Pak Jumali
Ketiganya keheranan karena sebelumnya hanya ada aroma minyak angin milik Pak Mahfud yang menusuk hidung mereka, tapi kini berubah menjadi wangi melati yang kian menguat.
“Nyari aku mas?”
Kompak bapak-bapak itu menoleh ke belakang, terlihat sesosok kuntilanak dengan gaun putih, rambutnya lurus sangat panjang menutupi wajahnya berdiri di belakang pos ronda .
“Astaghfirullah demit!” Pekik Pak Mahfud yang kaget setengah mati
Pak Yon reflek lompat menuruni pos ronda, namun sialnya sarungnya tersangkut paku membuatnya jatuh terjungkal. Ketiganya berhamburan berlari tunggang langgang menjauh dari pos ronda. Papan catur jatuh berserakan akibat reflek Pak Yon, namun siapa yang peduli saat kondisi seperti ini. sandal mereka juga tak sempat digunakan karena saking takutnya. Bahkan Pak Mahfud dan Pak Jumali tak sempat mentertawakan rekannya yang terjungkal karena ketakutan.
“Kok malah lari pas aku samperin sih” Ucap kuntilanak tersebut sambil manyun.
Bayangkan kuntilanak manyun.
“hihihihihihi”
Kuntilanak itu akhirnya terbang menghilang sambil mengeluarkan tawa khasnya setelah menakuti bapak-bapak di pos ronda.
***
Aldi bangun melihat jam di ponselnya menunjukkan pukul 10 pagi, tapi ia bersantai karena hari ini ia libur sekolah dan pekerjaan di tempat Fikri telah Aldi selesaikan di hari sebelumnya sehingga ia memutuskan ingin bersantai seharian penuh.
Tiba-tiba pintu kamarnya dibuka tanpa permisi.
“Akhirnya udah bangun nih bocil!”
Aldi melongo saat dirinya melihat siapa yang membuka pintunya.
“Yang sopan kak kalau buka kamar orang” Ucap Aldi kesal
“Bodoamat” Sambil menjulurkan lidah mengejek
Dalam batinya sebenarnya ia senang saat melihat kak Nara pulang, tapi gengsi yang lebih besar membuatnya menutupi rasa kebahagian itu. Kerinduan kecil di hatinya kepada kakanya kini telah terobati.
“Mandi sana cepet! Anterin kakak abisini” Ucap Kak Nara
“Anterin kemanasih pagi-pagi gini?!” Balas Aldi sambil berdecih
“PAGI?! Ini udah siang dek!” Omel Kak Nara mengambil guling Aldi lalu melemparkannya
Tepat mengenai wajah kucelnya. Aldi hanya bisa mendecih kesal tanpa perlawanan.
“Udah pokoknya cepetan mandi sana!”
Aldi sebenarnya malas untuk mandi, tapi jika pemegang tahta tertinggi kedua di keluarganya sudah bersabda, maka hal itu tak dapat dibantah. Kalau ia berani membantah maka akan panjang urusannya. Gagal sudah rencana untuk bermalas-malasan seharian.
Kritik, saran dan masukan dari para readers sekalian sangat berarti bagi author, mengingat ini adalah karya pertama dari author. Happy reading😁