Bismillah karya baru,
Sudah tiga tahun Elyana menikah dengan Excel Damara, seorang Perwira menengah Angkatan Darat berpangkat Kapten, karena perjodohan.
Pernikahan itu dikaruniai seorang putri cantik yang kini berusia 2,5 tahun. Elyana merasa bahagia dengan pernikahan itu, meskipun sikap Kapten Excel begitu dingin. Namun, rasa cinta mengalahkan segalanya, sehingga Elyana tidak sadar bahwa yang dicintai Kapten Excel bukanlah dirinya.
Apakah Elyana akan bertahan dengan pernikahan ini atas nama cinta, sementara Excel mencintai perempuan lain?
Yuk kepoin kisahnya di sini, dalam judul "Ya, Aku Akan Pergi Mas Kapten"
WA 089520229628
FB Nasir Tupar
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Melampiaskan Amarah
"Papa pergi dulu, ya." Excel berpamitan pada Nada sembari mencium kening sang putri yang lebamnya masih terlihat. Elyana tidak menggubris, dia menjauh saat Excel memangku tubuh Nada untuk sekedar bercengkrama sejenak sebelum pergi kerja.
Biasanya Elyana akan meraih tangan Excel lalu diciumnya sembari berdoa supaya Excel selamat dan lancar dalam perjalanan. Elyana pura-pura mengelap kaca lemari pajangan barang-barang antik.
"Aku pergi. Titip Nada," ucap Excel menghampiri. Elyana membalikkan badan lalu menyusul Excel sampai ruang tamu.
"Kamu hanya bicara saat kamu butuh saja. Tidak pernah meraba perasaan aku selama ini. Aku akui aku bodoh, selama ini sikap datarmu aku anggap adalah bawaan, sehingga aku tidak berpikir kalau kamu sedang membangun tembok pemisah yang terang-terangan kamu bangun. Aku memang bodoh, dan liciknya kamu, kamu hanya manfaatin keberadaanku di samping kamu."
"Setiap akan pergi bekerja kamu selalu bilang titip anakku, jaga anakku. Aku baru sadar kalau ternyata aku hanya dijadikan tempat untuk mengasuh anak saja, yang sesungguhnya tidak perlu kamu katakan titip atau jaga, Nada sudah kujaga dengan baik. Kamu tahu, kenapa Nada dahinya sampai lebam? Itu karena aku menemukan foto mesra kamu dengan perempuan simpananmu itu. Bodohnya aku, aku justru menangisi foto tidak berguna itu sampai aku mengabaikan Nada."
Elyana bicara panjang lebar sembari berurai air mata. Sementara Excel hanya diam seolah merasa bersalah, tidak ada bantahan atau kata niat menghentikan Elyana. Dia benar-benar datar, datar sedatar-datarnya.
Entah kenapa, Elyana belum puas mengungkap semua unek-unek di dalam dadanya yang sesak. Tidak peduli lagi dilihat Nada atau bahkan Bi Ocoh, Elyana tidak peduli.
"Elyana, jangan keras-keras ...."
"Pergilah, jika kamu akan pergi. Aku sudah muak melihatmu," usir Elyana sembari mendorong tubuh Excel kuat keluar pintu, lalu pintu itu ia tutup dengan kencang, sehingga menimbulkan dentuman yang kuat. Tenaga Elyana mendadak kuat seiring emosi yang menghantam dadanya.
Elyana menangis dengan tubuh merosot ke bawah. "Pergilah, pergiiiii," tangisnya frustasi, sampai pintu yang digedor Excel terdengar sampai dapur.
Bi Ocoh berusaha menahan Nada yang ingin menghampiri mamanya. Secara tidak sengaja Bi Ocoh tadi melihat Elyana di ruang tamu berbicara keras terhadap Excel, lalu dengan cepat membawa Nada ke dapur.
"Ya ampun, Non Elya, ada apa sebenarnya, apa yang terjadi? Kenapa seperti sedang ada konflik?" batin Bi Ocoh iba melihat majikan perempuannya menangis frustasi.
Beberapa menit kemudian, Elyana mulai reda. Sesak di dadanya sedikit berkurang. Matanya yang pastinya sembab, ia seka berkali-kali dengan ujung tangan. Elyana tersadar, ia baru ingat akan Nada.
Elyana bangkit, dia berjalan mencari Nada. Tanpa harus dicari, Nada langsung berlari menghampiri Elyana dan memeluknya. Wajah Nada terlihat sedih, seakan merasakan kesedihan yang dirasakan sang mama.
"Mama."
Elyana meraih Nada lalu memangkunya. Ia bawa ke atas menaiki tangga lalu masuk ke dalam kamar.
Di dalam kamar, Elyana lama terpaku. Dia kembali bersedih. Bayang-bayang kebersamaan bersama Excel, kini terus berkelana di dalam kepalanya.
"Apa yang harus aku lakukan? Pergi saat ini juga? Tapi ke mana? Ke kampung halaman lalu memberi kabar pahit kepada ibu dan bapak?" Pikiran Elyana bingung, apa yang harus dia perbuat? Sementara hatinya meronta ingin pergi, tapi bagaimana dengan Nada? Nada sangat lengket dengan Excel.
Elyana menurunkan Nada, lalu dengan cepat ia memakaikan jaket di tubuh imut sang putri.
"Pakailah, kita akan jalan-jalan," ucap Elyana.
"Acikkkk, jalan-jalan. Da pengen es klim, Mama," girangnya sembari meminta es krim.
"Nanti kita beli es krim buat Nada," ucap Elyana sembari mencium sayang pipi putri kecilnya. Hanya Nadalah kini pelipur lara. Meskipun Excel sudah ketahuan tidak mencintainya, akan tetapi kasih sayang Elyana pada Nada tidak akan berubah, ia malah tidak ingin kehilangan Nada.
"Bi Ocoh, saya pergi dulu, ya," pamit Elyana saat sudah berada di bawah. Bi Ocoh menatap sembari memindai seluruh tubuh Elyana, dia seperti takut kalau Elyana pergi.
"Nona tidak akan pergi, kan?" tanya Bi Ocoh sedih. Elyana menatap Bi Ocoh, dia menduga kalau Bi Ocoh sudah mengetahui pertengkaran dirinya dengan Excel.
"Maafkan bibi, tapi tidak sengaja mendengar Nona marah pada Den Excel. Maaf Non." Bi Ocoh merasa bersalah.
Elyana menggeleng, "Tidak apa-apa Bi, saya pergi dulu. Tenang saja, hari ini saya pulang kok," ujar Elyana sembari membalikkan badan seraya memangku Nada dengan erat.
"Hati-hati, Non," balas Bi Ocoh masih dengan wajah yang sedih.
Elyana segera keluar dari pagar rumah bertepatan dengan sebuah grab berhenti di depan pagar. Elyana segera menaiki grab itu, lalu ia menyebutkan alamat ke mana tujuannya.
"Hari ini kami pulang, Bi. Entah kalau besok atau kapan," batin Elyana sembari memeluk Nada dengan sangat erat.
Grab yang ditumpangi Elyana tiba di sebuah rumah yang lumayan besar. Di depan pagar rumah berdiri Yeri menyambut kedatangannya.
"Nada cantik, ketemu tante lagi," sambut Yeri seraya meraih Nada dari pelukan Elyana, sesaat setelah mereka menuruni grab.
"Ayo, masuklah. Sudah kamu bayar ongkosnya?" tanya Yeri.
"Sudah."
Mereka memasuki rumah Yeri yang besar. Kebetulan suami Yeri sudan berangkat kerja tadi pagi.
"Tumben kamu mau main ke rumah, biasanya aku yang datang ke sana?" ucap Yeri.
"Iya Yeri. Kebetulan suami kamu juga sudah pergi, makanya aku berani datang dan main ke rumahmu."
"Begitu, ya. Lho, mata kamu sepertinya bengkak. Kenapa?" heran Yeri penasaran.
"Nanti aku cerita kalau Nada sudah bobo," jawab Elyana.
"Ok, baiklah. Sebentar ya, aku panggilkan Bi Romlah untuk siapkan minum dan cemilan untuk anakmu. Aku ini juga sedang menyiapkan vidio untuk di up load. Mumpung suami aku sudah pergi," ujar Yeri sembari berlalu menuju dapur.
"Wah, nanti aku ganggu pekerjaan kamu dong, Yer?" Elyana merasa was-was kalau kedatangannya mengganggu Yeri.
"Tidak, santai saja."
Beberapa jam kemudian setelah Nada kenyang dan lelah, akhirnya bocah itu tertidur, dan dipindahkan ke kamar tamu oleh Yeri. Yeri kembali menghampiri Elyana.
Baiklah, mumpung anakmu sudah tertidur, kini giliran kamu cerita. Bau-baunya menyedihkan nih, duh jangan sampai deh," ucap Yeri, diakhiri kalimat yang sudah mulai mencium bau kesedihan.
Sebelum bercerita, Elyana menghela nafas dalam. Lalu, setelah rileks, Elyana mulai bercerita pada Yeri tentang keadaan rumah tangganya saat ini sambil bercucuran air mata. Isak tangis Elyana menggema di ruang tamu itu. Elyana tidak kuasa menahan air matanya untuk turun.
Yeri terbelalak tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Dia pikir rumah tangga sahabatnya ini baik-baik saja.
"Ya ampun, aku pikir rumah tanggamu baik-baik saja. Lalu, apa yang akan kamu lakukan sekarang El?" Yeri balik bertanya seraya menatap Elyana iba. Dia tidak menyangka akhirnya sikap asli suami Elyana terbongkar juga.
"Ini, seperti dugaanku, El," ujar Yeri.
"Dugaan apa?" sentak Elyana penasaran.
Bersambung. Besok lanjutannya... 🥰🥰🥰