Ellena Anasya Dirgantara, putri tunggal keluarga Dirgantara. Tapi karena suatu tragedi kecelakaan yang merenggut nyawa sang ayah, Ellen dan bundanya memutuskan untuk pindah kekampung sang nenek.
Setelah tiga tahun, dan Ellen lulus dari SMA. Ellen dan bundanya memutuskan untuk kembali ke kota. Dimana kehidupan mereka yang sebenarnya sebagai keluarga Dirgantara.
Dirgantara, adalah perusahaan besar yang memiliki banyak anak cabang yang tak kalah sukses nya dari perusahaan pusat.
Kini bunda Dian, orang tua satu-satunya yang dimiliki Ellen, kembali ke perusahaan. Mengambil kembali tongkat kepemimpinan sang suami. Selama tiga tahun ini perusahaan diurus oleh orang kepercayaan keluarga Dirgantara.
Ellen harus rela meninggalkan laki-laki yang selama tiga tahun tinggi didesa menjadi sahabat nya.
Apakah setelah kepindahannya kembali ke kota Ellen akan menemukan laki-laki lain yang mampu mencuri hatinya atau memang sahabat nya lah yang menjadi tambatan hati Ellen yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Oke, Kita Ikut
"Mas, mas Arya tunggu aku. Dengerin dulu penjelasan aku." Nanda mencoba mengejar Arya. Tapi, panggilan nya itu sama sekali tak dihiraukan oleh Arya.
Arya terus berjalan cepat menuju parkiran mall. Begitu Arya menghidupkan mesin mobil nya, Nanda sudah lebih dulu berdiri menghalangi mobil Arya.
Arya menghidupkan klakson berkali-kali tapi Nanda tak mau beranjak.
"Awas Nanda, aku mau lewat." Arya membuka kaca jendela mobil.
"Nggak akan, sebelum kamu dengerin penjelasan aku."
Arya menarik napas kesal, lalu keluar dari dalam mobil nya.
"Apa yang mau dijelasin, semua nya udah jelas. Kamu selingkuh dibelakang aku."
"Aku sama dia cuma temenan nggak lebih mas." Nanda masih terus membela diri.
"Kamu pikir aku bodoh. Teman apa yang makan berdua suap-suapan kek gitu ha?. Aku tau bedanya mana yang temen beneran, mana yang bukan Nan. Udahlah, mulai hari ini nggak usah hubungi aku lagi. Kita cukup sampai disini." Arya menepis tangan Maya, lalu kembali masuk kedalam mobil nya.
"Mas, mas Arya." Teriak Nanda, tapi Arya tetap pergi meninggalkan Nanda di parkiran mall itu.
______
Ternyata Arya sudah lebih dulu sampai dirumah dari Ellen.
Ellen melihat Arya duduk sendirian sambil melamun di taman samping rumah. Ellen tau, pasti Arya kepikiran tentang kejadian di mall tadi.
"Buah mangga nya nggak akan mateng kalau mas Arya lihatin terus." Ucap Ellen. Kebetulan di taman itu ada pohon mangga yang sudah berbuah. Pohon nya tak terlalu tinggi.
Arya menoleh lalu tersenyum. "Udah selesai shoping nya?." Tanya Arya.
"Shopping apaan. Kita cuma keliling mall nggak jelas." Ucap Ellen.
"Mas Arya ngapain disini? Bentar lagi magrib loh." Tanya Ellen, sekedar basa-basi. Dia tau Arya disana pasti sedang menenangkan pikirannya.
"Mas nggak nyangka, ternyata Nanda nggak sebaik yang mas Arya kira." Ucap Arya mulai bercerita tanpa Ellen minta. Untuk sekarang dia memang butuh teman untuk berbagi kesedihan nya.
"Apa mas banyak kurangnya, hingga dia mencari laki-laki lain. Mas Arya emang jarang punya waktu untuk dia, tapi setiap kegiatan yang mas lakuin, mas pasti selalu ngabarin dia." Lanjut Arya.
"Nggak kok, mas Arya itu perfect. Pekerja keras, mandiri, ganteng, nggak ada minus nya, cuma dia aja yang kurang bersyukur punya pacar kek mas Arya. Kalau Ellen jadi dia, mungkin Ellen nggak akan sia-siain mas Arya."
"Bisa aja kamu."
"Beneran loh mas. Cuma perempuan bodoh yang nyia-nyiain cowok kek mas Arya." Ucap Ellen.
"Tapi, untung lah semuanya terbongkar sekarang. Seenggaknya, nggak sakit-sakit banget lah." Ucap Arya.
"Apa mas Arya mau Ellen cariin cewek, yang jauh lebih cantik dari kak Nanda."
Arya mengusak rambut Ellen. "Nggak usah sok-sokan jadi biro jodoh. Kuliah dulu yang bener kamu. Biar bisa bantuin bunda ngurus perusahaan."
"Nggak ah, males. Biar perusahaan jadi tugas mas Arya aja."
"Nggak boleh gitu dong. Mau gimana pun, mas Arya bukan siapa-siapa."
"Bukan siapa-siapa gimana. Mas Arya itu kakak aku, anak pertama bunda. Ellen mah, nanti tinggal cari suami yang kaya raya, biar nggak kerja."
"Kayak Arvan?." Arya menaik turun kan alis nya.
"Apaan sih mas, tiba-tiba jadi dia. Ellen nikah sama dia, yang ada tiap hari ribut mulu kerjaannya. Cewek mana yang mau sama cowok ngeselin kek dia itu."
"Nggak boleh gitu loh. Kemakan omongan baru tau rasa kamu."
"Udah ah. Mas Arya nggak asik, tiba-tiba aja bahas dia. Ellen mau mandi." Ucap Ellen, lalu masuk kedalam rumah. Biarlah Arya melanjutkan lamunan nya.
_______
"Ngapain kalian disini, nggak ada kelas emang nya?." Tanya Ellen, belum selesai kelas tapi Laura dan Zelin sudah nongkrong didepan kelas nya.
"Udah selesai lah." Ucap Zelin.
"Yoi bestie." Laura mengangguk.
"Trus ngapain nih didepan kelas gue?." Tanya Ellen.
"Ngajak lo ke kantin bareng lah." Ucap Laura.
"Biasanya juga kalian nungguin gue di kantin, nggak pernah disini."
"Takut lo nya lupa jalan ke kantin." Ucap Zelin.
Mereka berdua menggandeng tangan Ellen, membawanya ke kantin kampus.
"Lo mau pesen apa? Biar gue yang pesenin, lo tinggal duduk manis disini." Tanya Zelin.
Ellen menatap curiga kedua sahabatnya itu. "Mending kalian jujur deh, pasti ada maunya kan?." Ucap Ellen. Kalau dua sahabatnya itu sudah bertingkah aneh seperti itu, pasti ada maunya.
"Hehe." Keduanya kompak menyengir.
"Lo nggak lupa kan Len perjanjian kita kemaren?." Tanya Zelin.
Nah kan, Ellen emang udah punya filling yang nggak enak. Bisa-bisanya mereka masih ingat perjanjian mereka kemaren.
"Ayo lah Len. Please. Kali iniii aja." Sebelum Ellen menolak, Zelin lebih dulu menunjukkan wajah memelas nya.
"Iya iya iya. Tapi gue nggak janji ya mereka mau ikut." Ucap Ellen terpaksa. Kalau tak diikuti, pasti sepanjang hari mereka akan merengek terus, apalagi Zelin.
Kebetulan sekali Arvan, Arga, dan Naren sudah ada di kantin. Dimeja biasa tempat mereka makan.
"Kalau bukan karena mereka sahabat gue, ogah banget gue lakuin ini." Gerutu Ellen didalam hati nya.
Perlahan namun pasti, Ellen sudah lebih dekat ke meja tiga laki-laki itu.
"Ha-hai...." Sapa Ellen begitu berdiri didekat mereka.
"Eh ada Ellen. Ada apa nih, tumben banget nyamperin kita." Naren yang paling semangat menyambut Ellen.
"Duduk Len, mau gabung sama kita kan?." Naren menggeser duduk nya, memberikan space kosong untuk Ellen.
"Sorry kak. Sebenernya, gue mau minta tolong sama kalian, boleh nggak?." Tanya Ellen ragu.
"Tentu boleh dong Ellen sayang. Untuk kamu apa sih yang enggak." Naren terus nyerocos tak jelas.
"Diam dulu bangke, dengerin Ellen ngomong." Tegur Arga.
Arvan memilih pura-pura tak tau kalau Ellen ada disana. Matanya fokus dengan buku yang dia baca, tapi kuping nya tetap berfungsi dengan baik mendengarkan Ellen bicara.
"Gue mau ngajak kalian, tapi kalian tolak ya. Ini mereka yang maksa." Ellen menoleh kearah Zelin dan Laura.
"Ngajak kemana?." Tanya Arga.
"Sebenernya kita mau weekend di kampung nenek gue, tapi pasti nggak dibolehin karena kita cewek-cewek semua. Tapi please, kalian tolak ya kak." Ucap Ellen. Optimis kalau mereka pasti menolak ajakan nya.
"Lah, aneh lo. Ngajak kita, tapi nyuruh kita nolak ajakan lo." Heran Naren.
"Mereka yang minta kalian ikutan. Pasti kalian juga nggak mau kan. Makanya, tolak aja."
"Siapa bilang kita nolak." Yang diam sejak tadi buka suara.
"Apa maksud lo?." Tanya Ellen.
"Lo mau ngajak kita kan. Oke, kita ikut." Ucap Arvan.
"Arvan ikut, gue juga ikut." Ucap Naren.
"Dari pada gue tinggal sendiri, mending gue juga ikut." Ucap Arga.
"Kak, nggak gini caranya. Masa kalian setuju sih." Ucap Ellen. Padahal tadi yakin banget mereka nolak, apalagi Arvan. Lah ini, malah dia yang setuju.
"Weekend kan? Kita kumpul di rumah lo." Ucap Arvan, beranjak dari duduk nya lalu pergi begitu saja.
"Nanti kabarin kita info pasti nya ya." Arga juga ikut berdiri.
"Thanks ya cantik, ajakan liburan nya." Naren mencolek dagu Ellen yang masih bengong itu.
"Girls, info selengkapnya kabarin aja ya." Ucap Naren kepada Zelin dan Laura yang sudah ber-tos ria karena ajakan mereka disetujui oleh pria-pria itu.
Ellen mah masih berdiri sambil bengong. Nggak nyangka aja ajakan nya malah diterima Arvan dan konco-konco nya itu.