Update setiap hari!
Leon Vargas, jenderal perang berusia 25 tahun, berdiri di medan tempur dengan tangan berlumur darah dan tatapan tanpa ampun. Lima belas tahun ia bertarung demi negara, hingga ingatan kelam tentang keluarganya yang dihancurkan kembali terkuak. Kini, ia pulang bukan untuk bernostalgia—melainkan untuk menuntut, merebut, dan menghancurkan siapa pun yang pernah merampas kejayaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9 Reuni sekolah Evelyn
Di sebuah restoran bintang lima, tempat paling mewah dan berkelas di seluruh Lunebridge City.
Lampu kristal di langit-langit restoran VIP itu berkilauan, memantulkan cahaya hangat yang membuat suasana semakin megah. Meja-meja panjang dipenuhi hidangan mewah: sup krim, steak asap, dan wine yang berkilau di gelas kristal.
Musik dari piano di sudut ruangan mengalun lembut, menyelip di antara tawa riang dan obrolan bernostalgia.
Di tengah ruangan, Virelia Vanesa—atau VV seperti panggilan akrab mereka sejak SMA—tersenyum cerah sambil menyapa teman-teman lamanya:
Seorang pria jangkung dengan potongan rambut cepak yang dulu terkenal sebagai pengacau kelas, kini berdiri tegap sebagai anggota polisi.
“Siapa sangka kau jadi penegak hukum sekarang, Freddie!” goda Virelia sambil tertawa.
“Aku juga tidak menyangka, VV,” balas pria itu, suaranya bercampur malu dan bangga.
Lalu seorang wanita yang dulu culun, tak pernah berdandan, kini muncul dengan gaun branded. Lipstik merahnya memantul, langkahnya anggun.
“Kau benar-benar berubah, Clara,” Virelia berdecak kagum.
“Aku pemilik brand kecantikan sekarang, sayang. Dunia benar-benar berputar, kan?” jawabnya dengan penuh percaya diri.
Tawa pecah, suasana hangat memenuhi ruangan.
Hingga pintu VIP terbuka perlahan.
Seorang wanita masuk dengan langkahnya yang anggun. Seketika, semua mata tertuju padanya.
Evelyn D’Arvenne.
Primadona sekolah. Cantik, elegan, dan anggun, bagaikan bunga yang baru mekar. Rambut biru panjangnya berkilau, matanya tajam namun lembut, gaun hitamnya membungkus tubuhnya dengan sempurna.
Beberapa pria bahkan sampai terdiam, menelan ludah.
“Evelyn!” seru Virelia heboh sembari melambaikan tangan. Ia segera berlari kecil dan memeluk sahabat lamanya itu.
“VV…” Evelyn tersenyum, memeluk balik dengan hangat. “Aku baru sampai, maaf terlambat. Ngomong-ngomobg kapan kau tiba di Lunebridge?” tanya Evelyn setelah melepaskan pelukan.
“Kemarin,” jawab Virelia sambil menahan senyum jahilnya.
Ia lalu mencondongkan tubuh, berbisik seolah membocorkan gosip rahasia.
“Kau tidak akan percaya… aku bertemu pria yang luar biasa tampan di pesawat kemarin.”
Evelyn mendesah, meletakkan tangan di pinggangnya. “VV… obsesi lamamu terhadap pria tampan itu… tidak pernah berubah. Kau lupa pacarmu dulu? Yang kabur membawa semua uangmu? Jangan ulangi hal itu lagi.”
“Bukan, kali ini berbeda.” Mata Virelia berkilat penuh keyakinan.
“Apanya yang beda?” Evelyn menyeringai setengah mengejek. “Apa sikapnya baik? Lembut? Romantis?”
Virelia terdiam sejenak. Ia menunduk, menggigit bibir bawahnya, lalu dengan gugup menjawab lirih,
“Tidak… dia dingin. Sangat dingin. Dan… mulutnya luar biasa tajam. Dia membaca Novel-ku dan menghinanya dengan sangat buruk tanpa tahu jika penulis novel itu adalah diriku. Hah... Kapan kita akan bisa bertemu kembali, pangeranku~”
Evelyn menatap sahabatnya itu dengan ekspresi yang sulit dijelaskan, antara kagum dengan kebodohannya dan ingin menjitak keningnya.
“VV… kadang aku curiga kau ini punya kelainan. Apa kau sadar, kau lebih suka pria yang kasar padamu daripada yang lembut?”
“Apa-apaan! Bukan begitu!” Virelia langsung menyenggol lengan Evelyn, wajahnya memerah. “Dia hanya… berbeda. Kau harus lihat tatapannya! Dingin, menusuk, tapi… ah! Seperti naga yang tidur di balik kabut.”
Evelyn mengerjap, lalu terkekeh geli. “Naga yang tidur? Kau yakin itu bukan gejala halusinasimu sendiri?”
Virelia sontak menegakkan badannya. Dengan satu tangan terangkat, ia kemudian berkata dengan tegas. “Dengar, Evelyn D’Arvenne! Seperti kata penulis legendaris Liang Huansheng dari negeri Tianxia, ‘Bunga di jurang paling curam, justru yang paling indah.’ Dan aku… aku siap mendaki jurang itu demi pangeran dinginku!”
"Sejak kapan kau bisa bahasa Tianxia?" balas Evelyn sambil mendengus.
Meja di sekitar mereka pecah tawa mendengar komentar Evelyn, beberapa teman lama ikut bersorak, “VV memang tidak pernah berubah!”
Virelia mendengus, menyilangkan tangan di dada, pura-pura cemberut. “Kalian tidak mengerti… pria misterius itu—dia adalah takdirku! Tunggu saja, suatu hari aku akan menaklukkan hatinya.”
Evelyn menggeleng sambil mengangkat gelas wine. “Kau ini… selalu terobsesi pada hal yang mustahil. Kalau aku jadi kau, lebih baik aku cari pria normal saja. Yang baik, yang sopan, yang tidak menghina hasil kerja keras orang lain.”
Virelia menatap Evelyn dengan mata menyipit penuh kecurigaan. “Hei… hei… jangan bilang kau iri karena aku punya kisah cinta dramatis, sementara kau…” ia berhenti, lalu mendekat dan berbisik nakal, “…belum pernah sekalipun berkencan.”
“VV!” Evelyn langsung menepuk lengan sahabatnya, wajahnya merona merah padam. “Jangan bicara sembarangan di depan orang banyak!”
“Jadi benar? Hahahaha!” Virelia terguling ke belakang sambil tertawa puas. “Primadona sekolah, Evelyn D’Arvenne, ternyata… masih gadis suci yang tidak berpengalaman!”
Teman-teman lama mereka semakin heboh, beberapa bahkan bersiul-siul nakal. Evelyn memijat pelipisnya, menyesal sudah membuka pintu obrolan itu.
Namun tiba-tiba ia menatap lurus ke arah Virelia, senyum tipisnya muncul. “Untuk catatan, VV… aku memang belum pernah berkencan. Tapi bukan berarti aku tidak punya seseorang yang kucintai.”
Tawa Virelia langsung terhenti, begitu juga dengan teman-temannya yang lain langsung merapat mengelilingi Evelyn.
"K-kau serius, Evelyn!?" teriak VV, terkejut.
"Kuharap dia adalah pria yang hebat agar orang-orang yang pernah kau tolak tidak kecewa!"
"Itu benar!"
Virelia menatap wajah Evelyn dalam-dalam sebari menahan kedua bahunya. "Katakan padaku, Evelyn. Siapa pria beruntung itu!"
Semua orang menahan napas. Gelas wine yang tadi diangkat sudah kembali ke meja, obrolan berhenti, bahkan suara piano di sudut ruangan terasa tenggelam oleh keheningan mendadak itu.
Virelia semakin mengguncang bahu sahabatnya, wajahnya penuh rasa penasaran.
“Cepat katakan, Evelyn! Kau tidak boleh menyimpan rahasia negara sebesar ini sendirian!”
Evelyn hanya menatap sekeliling. Senyum samar terbentuk di bibirnya, lembut namun penuh teka-teki. Dengan gerakan anggun, ia merapikan rambut panjangnya, lalu mengangkat gelasnya sedikit.
“Siapa pria itu?” tanya salah satu teman pria, nyaris tak sabar.
“Ya, Evelyn! Jangan buat kami semakin penasaran!” seru yang lain.
Evelyn menarik napas pelan, tatapannya memantul dari wajah satu ke wajah lain, seolah menimbang-nimbang. Kemudian ia berkata dengan suara rendah namun jelas—cukup untuk terdengar semua orang.
“Dia adalah... rahasia.”
Seketika, ruangan meledak dengan keluhan dan sorakan kecewa.
“Eh, Evelyn!!”
“Dasar pembohong!”
“Primadona dari dulu tetaplah primadona!”
Beberapa bahkan menepuk meja, protes keras, sementara yang lain tertawa getir sambil geleng-geleng kepala.
Virelia sendiri mendengus dramatis, menjatuhkan tubuhnya kembali ke kursi dengan ekspresi patah hati. “Dasar kejam! Kau tahu aku ini seorang novelis, Evelyn! Bagaimana aku bisa menulis kisah cinta legendarismu kalau kau menutup-nutupinya!?”
Evelyn terkekeh kecil, menutupi mulutnya dengan jemari. “Justru bukankah itu yang membuatnya lebih menarik? Misteri selalu lebih indah daripada jawaban yang gamblang.”
“Indah dengkulmu!” sahut Virelia sambil melempar serbet ke arah Evelyn, membuat semua orang kembali tertawa.
Namun—di balik senyum misterius Evelyn, terselip sesuatu yang berbeda. Saat semua orang larut dalam tawa dan protes, matanya menerawang jauh, seolah menyimpan sebuah nama yang tak berani ia ucapkan.
ayooo muncullah!!!
gmn malu'a klu tau angeline anak si komandan🤭😄
ternyata sang komandan telah mengenal leon
ah, leon akhir'a dpt sekutu