Zoe Aldenia, seorang siswi berprestasi dan populer dengan sikap dingin dan acuh tak acuh, tiba-tiba terjebak ke dalam sebuah novel romantis yang sedang populer. Dalam novel ini, Zoe menemukan dirinya menjadi peran antagonis dengan nama yang sama, yaitu Zoe Aldenia, seorang putri palsu yang tidak tahu diri dan sering mencelakai protagonis wanita yang lemah lembut, sang putri asli.
Dalam cerita asli, Zoe adalah seorang gadis yang dibesarkan dalam kemewahan oleh keluarga kaya, tetapi ternyata bukan anak kandung mereka. Zoe asli sering melakukan tindakan jahat dan kejam terhadap putri asli, membuat hidupnya menjadi menderita.
Karena tak ingin berakhir tragis, Zoe memilih mengubah alur ceritanya dan mencari orang tua kandungnya.
Yuk simak kisahnya!
Yang gak suka silahkan skip! Dosa ditanggung masing-masing, yang kasih rate buruk 👊👊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyelidikan
Suasana di ruangan itu terasa sedikit lebih tenang setelah Ryder melepaskan pelukannya. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di pikiran Zoe. Tatapan gadis itu berpindah dari jendela ke wajah Ryder yang kini duduk di kursi di samping tempat tidurnya.
Zoe menggigit bibir bawahnya, lalu akhirnya bertanya pelan, “Ryder ....”
Pria itu menoleh. Sorot matanya masih lembut, namun sedikit kaku.
“Gue mau tahu soal insiden itu. Sebenarnya, apa yang terjadi?”
Zoe kembali menggunakan kata "Gue, Lo" karena merasa belum nyaman dengan kata "aku kamu"
Ryder tak langsung menjawab. Rahangnya mengencang, seolah sedang mempertimbangkan apakah ia harus mengatakan sesuatu atau menyimpannya sendiri.
Zoe memperhatikan ekspresi itu dan mendesak, “Katakan aja. Gue berhak tahu. Ini nyawa gue yang hampir hilang.”
Ryder menarik napas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Ia menatap Zoe lurus-lurus, seakan sedang memilih kata yang tepat.
“Kamu tahu, tetangga kamu yang tinggal di kontrakan sebelah?”
Zoe mengernyit. “Yang suami istri itu?”
Ryder mengangguk. “Mereka pelakunya.”
Mata Zoe membelalak kecil. Namun kemudian ekspresinya kembali datar.
Ryder mencondongkan tubuhnya sedikit kembali berkata, “Pasangan itu cuma suruhan. Mereka sering keluar masuk kontrakan kamu. Mereka punya duplikat kunci dan mereka naruh bubuk tidur di dalammu malam itu.”
Tangan Zoe mengepal kuat. “Pantas aja, tiap gue pulang sekolah, gue selalu ngerasa ada yang aneh. Seperti ada yang ngacak-ngacak tempat, atau aura nggak enak.” gumamnya pelan, lebih seperti bicara ke diri sendiri. “Ternyata itu penyebabnya.”
Zoe lalu terdiam. Pikirannya berputar cepat. Perlahan kepalanya mengangguk, mencoba menerima kenyataan baru ini.
“Siapa yang nyuruh mereka?” tanya Zoe kemudian, suaranya terdengar dingin.
Ryder menggeleng. “Mereka ngaku nggak tahu. Orang itu pakai suara penyamar. Pria dewasa. Identitasnya masih kami telusuri.”
Zoe mendesah berat dan menyandarkan tubuhnya ke bantal. Matanya memandang langit-langit ruangan.
“Jadi mereka gak tahu sama sekali?”
“Enggak,” jawab Ryder tegas.
Sunyi kembali menyelimuti ruangan beberapa detik, sebelum Ryder melanjutkan dengan suara lembut, namun tegas.
“Tapi kamu gak perlu mikirin itu sekarang. Fokus aja buat sembuh dulu. Soal siapa dalangnya itu urusan gue.”
Zoe menoleh perlahan, menatap wajah Ryder.
“Ryder,” gumamnya. “Lo nggak perlu ngelindungin gue kayak gitu.”
Ryder tersenyum tipis. “Sayangnya gue nggak bisa diem aja waktu seseorang nyoba nyakitin lo. Jadi, ya, biar gue yang urus.”
Zoe tak menjawab. Ia hanya mengangguk pelan. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan, ingin ia gali. Tapi tubuhnya masih lelah, pikirannya masih kusut. Untuk sekarang, mungkin dia bisa percaya pada Ryder tapi belum sepenuhnya.
Siapa yang mau percaya dengan seseorang yang akan menjadi malaikat mautnya nanti? Mengingat hal itu, Zoe bergidik ngeri. Tiba-tiba ketukan pintu terdengar.
Tok!
Tok!
Sebelum Zoe sempat menjawab, pintu perlahan terbuka. Muncullah Tante Nayla, Om Zero, dan Keenan.
Ryder yang duduk di tepi ranjang langsung menoleh. Matanya langsung menyipit ketika melihat Keenan masuk bersama mereka. Wajahnya berubah masam dalam sekejap.
Keenan yang baru masuk hanya melirik Ryder sekilas, ekspresinya tetap santai, bahkan seperti tidak peduli. Ia bersandar santai di dinding dekat jendela, menyilangkan tangan, seolah mengamati situasi.
“Zoe, sayang, Tante bawain bubur ayam favorit kamu,” ucap Tante Nayla hangat sambil mendekati ranjang.
Nayla memang meminta izin pada Zoe agar keluar untuk membeli sarapan. Dan tentunya Zoe tidak sendiri karena banyak pengawal di sekitar ruang rawat itu.
Zoe tersenyum kecil. “Tante repot-repot banget, padahal Zoe masih bisa makan sendiri.”
“Hush! Kamu itu masih lemah. Ini bukan soal bisa atau enggak, tapi biar kamu ngerasa disayang,” balas Tante Nayla, lalu mulai membuka plastik bungkusan dan menyiapkan bubur.
Zoe terkekeh pelan, tapi saat Tante Nayla mulai menyuapi, Zoe spontan menolak dengan lembut.
“Tante, Zoe malu, masa disuapin,” ujar Zoe pelan.
“Malu sama siapa? Ryder? Keenan? Om Zero? Mereka bukan orang lain,” kata Tante Nayla sambil tetap menyodorkan sesendok bubur ke bibir Zoe.
"Ayo! Makan aaa ...."
Zoe memutar mata kecil dan akhirnya menyerah, membuka mulut dengan canggung.
Sementara dua generasi perempuan itu sibuk di sudut ranjang, Om Zero yang sedari tadi berdiri mengamati keadaan, melangkah mendekat ke arah Ryder.
“Ryder, ikut Om sebentar.” ucapnya tenang.
Ryder menatap Zoe sejenak, memastikan gadis itu baik-baik saja, lalu berdiri dan mengikuti Om Zero keluar ruangan. Keenan juga mengikuti dua orang itu.
*
Kini di pojok taman, terlihat Ryder, Om Zero, dan Keenan berdiri berjajar. Wajah mereka serius.
Om Zero menyilangkan tangan di dada, matanya tajam menatap Ryder.
“Kau sudah tahu siapa pelakunya?” tanya Om Zero tanpa basa-basi.
Ryder menatap lurus ke depan, belum menjawab pertanyaan om Zero.
Om Zero kembali berkqta, “Waktu Om dan anak buah datang ke kontrakan, mereka sudah kabur.”
Ryder masih diam mendengarkan.
Om Zero lalu menyipitkan mata. “Dan, Om tahu siapa yang lebih dulu tangkap mereka.”
Lalu Om Zero mencondongkan tubuhnya sedikit, suaranya turun satu oktaf. “Kamu, bukan?”
Ryder tak berkata-kata sejenak, lalu mengangguk pelan. “Iya. Aku yang tangkap mereka dulu.”
Om Zero mendengus pelan, lalu tertawa kecil dan menepuk pundak Ryder dengan keras.
“Hah! Keturunan Nathanael memang gak pernah bisa aku remehkan.”
Ryder tidak membalas senyuman Om Zero. Wajahnya tetap tenang, dingin.
Om Zero menarik napas dalam. “Jadi, apa yang kamu dapat dari pasangan suami istri itu?”
Ryder menjawab pelan, “Mereka cuma pion. Disuruh seseorang.”
“Suruhan?” suara Keenan akhirnya terdengar untuk pertama kalinya. Ia bersandar di tiang taman, menatap Ryder dengan dahi berkerut.
Ryder menoleh ke arahnya, mengangguk.
“Iya. Mereka dapet instruksi lewat suara pria dewasa. Gak pernah lihat wajahnya, suaranya juga disamarkan.”
Om Zero menautkan alis. “Suara pria?”
Ryder mengangguk lagi. “Mereka dikasih kunci duplikat kontrakan Zoe, dan bubuk tidur. Mereka berdua menyebarkan bubur tidur itu di sekitar ruangan supaya Zoe gak sadar saat api mulai nyala.”
Keenan mengepalkan tangannya. Wajahnya menegang. “Berarti mereka niat bunuh Zoe.”
Ryder menatap Keenan, suaranya datar namun tajam. “Iya. Tapi mereka gagal.”
Om Zero mengangguk pelan, seolah sedang menyusun benang merah.
“Berarti ada yang benar-benar mau menghabisi Zoe dan itu bukan sekadar ancaman iseng.”
Ryder menatap tanah sejenak, lalu berkata lirih. “Ini lebih dalam dari yang kita kira.”
Keenan menggertakkan gigi. “Gue nggak peduli siapa yang nyuruh mereka karena mereka akan gue cari hingga ke lubang semut, yang penting sekarang kita jaga Zoe. Dan gue pastikan Zoe dalam lindungan kami.”
Ryder menoleh menatap Keenan. “Gue gak butuh lo, Keenan.”
Keenan menatap tajam. “Gue gak butuh persetujuan lo.”
Mata Ryder berkilat dingin. "Lo—"
Om Zero mengangkat tangan, menghentikan ketegangan yang mulai naik.
“Cukup. Ini bukan waktunya perang harga diri.” Ia menatap mereka satu per satu. “Kita punya musuh yang belum kelihatan wujudnya. Dan yang jadi target adalah Zoe.”
ayo Thor lebih semangat lagi up-nya 💪 pokoknya aq padamu Thor 🤭