Mati-matian berusaha dan berakhir gagal membuat Deeva enggan membuka hati, tapi sang ibu malah menjodohkannya tepat dimana perasaannya sedang hancur. Diantara kemalangannya Deeva merasa sedikit beruntung karena ternyata calon suaminya menawarkan kerjasama yang saling menguntungkan.
"Anggap gue kakak dan lo bebas ngelakuin apa pun, sekalipun punya pacar, asal nggak ketahuan keluarga aja. Sebaliknya hal itu juga berlaku buat gue. Gimana adil kan?" Arshaka Rahardian.
"Adil, Kak. Aku setuju, setuju, setuju banget." Deeva Thalita Nabilah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sayang
“Buku, pulpen, tab…” Deeva membuka tas yang hendak ia bawa. Meski semalam ia sudah mempersiapkannya tapi memeriksa sebelum pergi sudah jadi kebiasaan semenjak ia pernah lupa tak memasukan buku tugas gara-gara ketiduran setelah mengerjakan PR yang berakibat dirinya mendapat hukuman dari guru.
“Udah sip semua.” Deeva menutup tas gendongnya dan menentengnya turun. Ia sempat menatap penampilannya di cermin panjang sebelum keluar kamar. Berbeda dengan anak lain yang cenderung mengikuti trend mengenakan pakaian super ketat dan rok kelewat pendek, Deeva berpenampilan super rapi dan amat sangat sesuai dengan aturan yang berlaku, ujung bajunya saja ia masukan ke dalam rok. Definisi pelajar panutan lah, maklum di sekolah lama ia adalah anggota pengurus OSIS.
Deeva pergi ke ruang makan, semua anggota keluarga duduk melingkar di meja besar itu. Hanya satu orang yang Deeva pahami bukan anggota keluarga tapi duduk disana, mana udah makan duluan pula. Begitu ia datang lelaki yang duduk di sebelah Shaka itu buru-buru beranjak dan menarik kursi untuknya. “Duduk sini adek gue. Duh imutnya, sini tas nya biar Kakak taruh dulu.” Tanpa permisi Raffa mengambil tas di gendongan Deeva dan meletakannya di kursi kosong.
“Mau sarapan apa? Biar kakak ambilin.” Tawarnya lagi. Deeva hanya melihatnya tanpa berkata apa pun, ia malah mengambil kembali piringnya yang telah diambil Raffa. Entahlah kesan pertama bertemu Raffa sudah menyebalkan, hingga sampai detik ini meskipun Raffa berbuat baik dirinya belum bisa menerima. Bagi Deeva dia tak tuus karena memandang fisik.
“Kamu pasti belum kenal yah? Namanya Raffa, sekretarisnya Shaka.” Kakek Bayu yang melihat Deeva yang tak nyaman memperkenalkan Raffa. “Dia memang sekretaris tapi sudah seperti keluarga sendiri.” Lanjutnya.
“Udah kenal kok, Kek. Yang jemput aku di stasiun kan Om Raffa.” Jawab Deeva.
“Om? Om? Lo panggil gue Om?” Raffa langsung membelalakan matanya. “Lo manggil Shaka kakak lah gue di panggil Om? Yang bener aja lah!” protesnya kemudian.
“Udah sih Om Raffa makan aja jangan banyak omong. Ntar lo telat ke kantor.” Ucap Shaka.
“Shak! Wah nggak beres sih ini!” Raffa menggelengkan kepalanya. Ekspresi wajahnya langsung manyun di sebut Om oleh sahabat dan gadis putih abu yang ia perhatikan sejak tadi hanya meneguk air putih saja.
“Deeva hanya bencanda jangan dianggap serius. Tapi kalo dilihat-lihat kamu emang kayak Om Om.” Timpal Kakek.
Raffa yang awalnya seolah mendapat angin segar karena akan di bela oleh kakek sahabatnya kembali manyun, nyatanya si kakek sama saja. Raffa buru-buru menghabiskan sarapannya dan meneguk habis kopi yang dibuatkan bi Sumi. “Aku udahan makannya, dipanggil Om jadi langsung kenyang, nggak naf su makan.” Ucap Raffa.
“Gimana nggak kenyang orang sarapannya udah habis.” Sindir Deeva.
Raffa hanya melirik kesal kemudian berpamitan pada kakek untuk pergi lebih dulu.
“Kalo bisa telatnya jangan kelamaan, biar pas nyampe rapat belum bubar.” Bisiknya begitu melewati Shaka.
“Lo handle lah. Gue harus ke sekolah dulu.” Jawab Shaka seraya melihat ke arah Deeva sekilas.
Melihat Raffa menghilang dibalik pintu, Deeva juga siap-siap untuk pergi. “Aku juga berangkat sekarang Kek, takut terlambat.”
“Sarapan dulu. Kakek lihat kamu belum makan apa pun dari tadi, Cuma minum.”
“Aku emang nggak sarapan kalo pagi, Kek. Nanti makannya jam Sembilan atau sepuluh. Aku berangkat dulu yah, ini kan hari pertama, aku belum tau sekolahnya terus juga takut kena macet. Aku juga udah pesen ojek online, lima menit lagi sampe nih.” Deeva menunjukan layar ponselnya.
“Duduk, sarapan dulu. Nanti ke sekolahnya di anterin sama calon suami kamu.”
“Tapi Kek,”
Shaka yang duduk di hadapan Deeva menyenggol kaki gadis itu di bawah meja hingga si pemilik yang sedang protes tak mau sarapan itu menatap padanya, “apa Kak?”
Tanpa menjawab Shaka berdiri dan mengambil piring Deeva, mengisinya dengan sedikit nasi goreng. “Dimakan!”
“Kak…” Deeva menggeleng, pokoknya dia anti makan berat di pagi hari.
Menghela nafas panjang, Shaka berpindah duduk di samping Deeva. “Gue suapin!”
“Hah?” Deeva melongo mendengarnya. Tepat saat mulutnya terbuka satu sendok nasi goreng masuk kesana, mau tak mau ia jadi mengunyah dan menelannya dengan berat hati.
Kakek Bayu tersenyum melihatnya, “tenyata maunya disuapin calon suami.” Ledeknnya.
“Kakek nggak nyangka kalo kemajuan hubungan kalian secepat ini.” Imbuhnya.
“Ya ampun kakek ini-“ belum selesai berucap satu sendok penuh kembali membungkam mulut Deeva.
“Sebaiknya kita pindah sarapan ke taman aja Frans, Mir. Supaya nggak ganggu mereka.” Ajaknya pada Mira dan Frans. Ketiganya kompak tersenyum dan membawa piring mereka pergi dari sana.
Setelah ketiga orang tua itu pergi, Shaka meletakan sendoknya dan bernafas lega. Sementara Deeva kini melotot kesal padanya. Tangan gadis itu bahkan tak segan-segan memukul bahunya.
“Aduh sakit! Belum berumah tangga udah main KDRT!” keluh Shaka. “Bukannya bilang makasih udah ditolongin.” Lanjutnya.
“Makasih buat?”
“Buat gue yang udah mau susah payah nyuapin lo!”
“Kan aku nggak minta suapin, Kak. Aku juga nggak mau makan, kan aku udah bilang dari kemarin kalo aku tuh makannya siang!” jelas Deeva.
“Nah itu! Justru karena itu lo harus makasih ke gue. kalo gue nggak nyuapin lo, bisa gue jamin bukan cuma dua sendok nasi goreng tapi lo harus ngehabisin satu piring. Kakek bakal maksa lo terus buat sarapan. Kakek pantang dibantah apalagi soal sarapan, pokoknya semua harus sarapan biar sehat dan focus menjalani hari.” Jelas Shaka. “Satu lagi, Kakek sakit jadi gue nggak mau dia banyak pikiran, meskipun soal sarapan doang. Namanya orang tua kan suka overthink, apalagi ada calon mantunnya, pasti dia pengen yang terbaik buat lo. Inget kesepatakan kita oke?” imbuhnya.
“Iya inget kok.”
“Pinter.” Shaka mengusak gemas rambut Deeva. “Satu sendok lagi nih sayang.” Shaka menyodorkan suapan terakhir.
Bukannya membuka mulut Deeva malah jadi bengong, “sayang?”
“Iya sayang.”
Deeva celingak celinguk melihat lingkungan sekitar, kosong hanya ada mereka berdua. “Kak, disini nggak ada kakek, kenapa kakak manggil aku pake sebutan sayang?”
Shaka menaikan satu alisnya, bingung. “nggak.”
“Lah barusan kakak bilang, satu sendok lagi sayang. Iya sayang.” Deeva menirukan ucapan Shaka tadi.
Shaka tertawa, “maksud gue tuh yang sayang nasinya.” Jawab Shaka. “Sayang nasinya satu sendok lagi kalo nggak dimakan kan jadi mubah.” Lanjutnya.
.
.
.
.
.
Like komennya sayang jangan lupa!!
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍