NovelToon NovelToon
Duda Perjaka Dan Cegilnya

Duda Perjaka Dan Cegilnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Cinta setelah menikah
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Lisdaa Rustandy

Damian, duda muda yang masih perjaka, dikenal dingin dan sulit didekati. Hidupnya tenang… sampai seorang cewek cantik, centil, dan jahil hadir kembali mengusik kesehariannya. Dengan senyum manis dan tingkah 'cegil'-nya, ia terus menguji batas kesabaran Damian.
Tapi, sampai kapan pria itu bisa bertahan tanpa jatuh ke dalam pesonanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lisdaa Rustandy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Malam mendebarkan

HARI BERIKUTNYA

Aletha duduk di sofa ruang tamu rumah orang tua Damian dengan tangan saling meremas di atas pangkuannya. Rasa gugup begitu mendominasi dirinya saat ini. Tatapannya tertuju pada Pak Pramono dan Bu Santi yang duduk di seberangnya, sementara Damian duduk di sampingnya, memberi sedikit rasa tenang.

"Jangan terlalu tegang, santai aja," bisik Damian.

"Gimana aku gak tegang? Aku menghadap orang tua kamu yang jelas-jelas pengen dengar jawaban dari aku," balas Aletha.

"Kamu bahkan kenal mereka sejak kecil, sering main juga dengan mereka. Setelah dewasa kamu jadi asisten di kantorku, kamu sering ketemu Papa dan kalian akrab. Apanya yang perlu dibuat gugup?"

Aletha menoleh dan menatap tajam pada Damian, tapi Damian pura-pura tak tahu padahal ia melihatnya dengan sudut mata. Aletha mendengus, memang sifat menyebalkan Damian tidak hilang sekalipun di saat tegang.

"Kamu kelihatan tegang sekali, Aletha," ucap Bu Santi dengan nada lembut, mencoba mencairkan suasana.

Aletha menelan ludah, lalu tersenyum canggung. "Iya, Tante. Aku agak gugup."

Pak Pramono menyandarkan tubuhnya ke sofa, menatap Aletha dengan penuh perhatian. "Kamu tahu kenapa kami ingin bertemu langsung denganmu, kan?"

Aletha mengangguk. "Iya, Om. Damian bilang Om dan Tante ingin mendengar langsung dari aku soal rencana pernikahan kami."

"Benar," Pak Pramono menghela napas panjang. "Kami tidak menentang rencana ini, tapi kami ingin memastikan bahwa keputusan ini benar-benar datang dari hati kamu sendiri, bukan karena paksaan, bukan karena ketakutanmu terhadap ayahmu."

Aletha terdiam sejenak, lalu menatap Pak Pramono dengan mata yang berkaca-kaca. "Om, aku benar-benar ingin menikah dengan Damian. Bukan karena aku terpaksa atau takut dengan Papa, tapi karena aku percaya Damian. Aku tahu dia akan melindungi aku dan nggak akan membiarkan aku jatuh ke tangan orang yang salah."

Pak Pramono masih menatapnya dengan penuh pertimbangan. "Kamu yakin ini bukan keputusan yang terburu-buru? Apa kamu serius mau menjadi istrinya Damian dengan statusnya yang seorang duda?"

Aletha mengangguk dengan lebih mantap. "Aku gak masalah dengan statusnya sebagai duda, Om. Itu hanya masa lalunya, dan aku siap menerima dia bersama masa lalunya. Aku sudah lama mengenal Damian, Om. Aku sudah lama menyukainya. Dan kalau harus memilih siapa yang ingin dijadikan suamiku, aku akan tetap memilih dia."

Damian menyimak pengakuan Aletha pada orang tuanya, ia ingin mendengar jawaban Aletha tanpa ada jeda darinya.

Bu Santi menatap putranya. "Damian, kamu benar-benar yakin bisa menjalani pernikahan ini dengan baik? Kamu tahu konsekuensinya, kan?"

Damian menatap ibunya dengan penuh keyakinan. "Aku tahu, Ma. Dan aku sudah siap dengan semua konsekuensinya. Aku nggak akan mengulangi kesalahan di pernikahanku yang sebelumnya. Aku akan menjaga Aletha sebaik mungkin. Aku bisa pastikan ini jadi pernikahan terakhirku."

Pak Pramono akhirnya menghela napas berat. "Baiklah. Kalau kalian sudah benar-benar yakin, aku akan bicara dengan Hartman."

Aletha langsung menatap Pak Pramono dengan penuh harap. "Jadi... Om setuju?"

"Aku akan mencoba membicarakannya dulu dengan ayahmu," jawab Pak Pramono. "Tapi satu hal yang harus kalian ingat, pernikahan itu bukan hanya soal menyelamatkan seseorang. Ini adalah keputusan seumur hidup. Kalau kalian benar-benar mau menikah, maka kalian harus berjanji tidak akan menyerah di tengah jalan."

Damian dan Aletha saling berpandangan, lalu keduanya mengangguk bersamaan.

"Kami janji, Pa," ujar Damian dengan mantap.

Pak Pramono menatap mereka sekali lagi, lalu akhirnya mengangguk. "Baiklah. Aku akan bicara dengan Hartman nanti malam. Tapi bersiaplah untuk kemungkinan terburuk, karena aku tahu bagaimana keras kepalanya dia. Kalian harus ikut denganku, sebab aku ingin kalian menyaksikan sendiri bagaimana Hartman memutuskan."

Aletha menggigit bibir bawahnya, hatinya kembali dipenuhi kegelisahan. Tapi setidaknya, langkah pertama sudah berhasil mereka lewati. Kini, yang tersisa hanyalah menghadapi ayahnya sendiri.

*****

Malamnya...

Damian, Aletha dan kedua orang tua Damian tiba di rumah Pak Hartman. Ini adalah malam penentuan, dan Aletha merasa semakin takut.

Ia tahu bagaimana sifat ayahnya, yang tidak akan mudah menerima keputusan dari orang lain. Tapi, dengan adanya Pak Pramono bersamanya, entah mengapa Aletha merasa sedikit tenang.

Bu Santi menekan bel rumah Aletha, mereka berdiri tegap menunggu pintu terbuka. Pak Pramono terlihat tegas tapi tenang dengan Bu Santi di sampingnya, sementara Aletha menggenggam tangan Damian dengan perasaan yang tak karuan.

"Dam, aku takut," ucap Aletha.

"Takut apa?"

"Takut Papa. Kamu lihat sendiri waktu itu sikap Papaku seperti apa, kan?"

"Gak usah takut, ada aku dan Papaku. Aku yakin, semuanya akan baik-baik aja," Damian menenangkan Aletha sambil menggenggam erat tangannya.

Aletha tak berkata lagi, untuk saat ini ia tak bisa mencerna kata-kata yang Damian ucapkan, hatinya terlalu gelisah.

Tak berselang lama, pintu akhirnya terbuka, ART di rumah itu mempersilahkan mereka masuk.

Pak Pramono dan yang lainnya masuk, ternyata Pak Hartman sudah menunggu di ruang tamu bersama Bu Agnes. Ketika mereka masuk, Pak Hartman menyambut kedatangan kakaknya dengan sikap dingin.

Saat melihat ke arah Aletha, Pak Hartman langsung memalingkan muka seolah sangat benci pada darah dagingnya sendiri. Aletha menunduk sedih, tak pernah ia bayangkan ayahnya akan sebenci itu padanya setelah menentang sebuah perjodohan.

"Hartman, aku ingin membicarakan hal yang sudah kita bahas sebelumnya di telepon. Aku datang kemari untuk memperjelas semuanya hingga final dan mencapai kesepakatan mengenai anak-anak kita," ujar Pak Pramono memulai pembicaraan.

Pak Hartman menyahut dengan nada cuek, "Katakan saja, aku tidak punya banyak waktu untuk membahas sesuatu yang tidak begitu penting. Masih banyak hal yang dapat aku lakukan dan lebih bermanfaat."

"Kamu bilang apa yang akan kita bahas tidak penting? Apakah pantas seorang ayah berbicara seperti itu disaat sesuatu yang akan dibahas mengenai putrinya?"

"Kak, aku sudah mencoba untuk bersabar, tapi anakku bahkan menentang kehendakku. Apa Kakak kira aku akan terus bersabar? Aku tidak mau tunduk pada keinginan anakku, sebaliknya dia yang harus patuh dan tunduk padaku!" jawab Pak Hartman dengan kedua tangan terlipat di dada.

Pak Pramono geleng-geleng kepala, heran mengapa adiknya begitu arogan dan keras kepala sementara dirinya memiliki sifat kebalikannya?

"Baiklah, kita mulai saja. Aku juga tidak mau berada di sini terlalu lama, malah membuatku ingin menghajarmu!" sahut Pak Pramono tegas.

Pak Hartman mendengus, ia tahu kakaknya tidak akan segan memukuli siapapun jika orang itu membuatnya naik pitam.

"Aletha dan Damian sudah sepakat untuk menikah. Aku sudah tanyakan sendiri pada Aletha tentang kesanggupannya menikah dengan Damian dan menerima status dudanya. Aku awalnya menolak keinginan mereka karena Damian mengatakan dia akan menikahi Aletha untuk menyelamatkannya dari perjodohan yang kamu lakukan," Pak Pramono menghela napas sebelum melanjutkan, "tapi, pada akhirnya aku setuju untuk menikahkan mereka setelah mendengar bahwa keduanya akan belajar untuk saling mencintai dan membangun keluarga kecil yang bahagia. Jadi, bagaimana pendapatmu tentang itu dan kapan kita sepakat untuk menikahkan mereka?"

"Jika Kakak tanya padaku soal kesepakatan, jelas aku menolak! Aku tak ingin anakku menikah dengan sepupunya sendiri yang bahkan berstatus duda. Jika Damian gagal dalam pernikahan pertama, maka dia akan gagal kembali dalam pernikahan selanjutnya!" jawab Pak Hartman, memojokkan Damian akan status dudanya.

Jawaban Pak Hartman itu membuat Damian tersinggung, pria itu spontan berdiri dan menatap tajam pada Pak Hartman.

"Sudah aku katakan bahwa aku mungkin gagal di pernikahan pertama, tapi bukan berarti aku akan gagal lagi di pernikahan kedua! Kenapa Om seakan menganggap statusku sangat buruk? Kenapa Om seolah berpikir bahwa aku adalah lelaki yang buruk?" Damian berkata dengan berani. Ia tak suka pamannya terus membahas tentang status dudanya. "Apa Om pikir, lelaki yang Om jodohkan dengan Aletha dan berstatus bujangan itu benar-benar tidak pernah main perempuan? Apakah Om pikir dia lelaki yang benar-benar baik? Apakah Om pikir dia tidak korupsi? Jangan hanya menilai buku dari sampul, bisa jadi di dalamnya justru buku itu kotor!"

Pak Hartman menyahut, "Dan, kamu pikir kamu jauh lebih baik darinya, hah?"

"Ya, aku jauh lebih baik darinya, bahkan hingga detik ini aku masih perjaka walaupun statusku duda!" Damian terpaksa mengakui rahasia besarnya.

Jawaban Damian justru membuat semua orang terkejut, spontan mereka menatap Damian dengan tatapan tak percaya, termasuk Aletha yang terbelalak mendengar pengakuan Damian.

"Apa kamu bilang? Kamu masih perjaka padahal sudah menduda?" tanya Pak Hartman. Lalu, pria itu tertawa seolah mengejek. "Kamu pikir aku percaya? Pria seperti kamu bahkan pasti sering bergonta-ganti pasangan dan melakukan seks bebas! Mana mungkin kamu masih perjaka? Sungguh sebuah lelucon yang lucu. Hahaha!"

Damian mengepalkan tangannya erat. Dadanya naik turun menahan gejolak emosi yang mendidih di dalam dirinya. Ia tahu pamannya adalah pria yang keras kepala dan selalu merasa paling benar, tapi tidak pernah Damian menyangka bahwa kehormatannya akan dihina seperti ini—seolah-olah dirinya adalah pria yang tak bermoral, seolah-olah dirinya hanyalah sampah yang tak lebih baik dari pria lain.

"Apa Om pikir aku pria rendahan yang dengan mudahnya tidur dengan wanita mana pun?" suara Damian rendah, nyaris bergetar menahan amarah. Ia menatap tajam ke arah Pak Hartman, kedua matanya menyala penuh ketegasan. "Jangan samakan aku dengan pria yang Om pilih untuk Aletha! Aku tidak seperti mereka. Aku tidak perlu membuktikan apa pun pada Om, tapi satu hal yang pasti, aku bukan pria yang akan mempermainkan wanita, apalagi wanita yang akan menjadi istriku!"

Pak Hartman tertawa sinis, masih tak percaya dengan pernyataan keponakannya itu. "Lucu sekali. Kamu berharap aku percaya dengan omong kosong itu? Kamu pria dewasa, tampan, kaya raya, dan pernah menikah. Mana mungkin kamu tidak pernah menyentuh wanita? Omong kosong!"

Aletha yang sejak tadi diam akhirnya ikut bicara. "Papa, cukup!" suaranya sedikit bergetar, tapi ia mencoba menatap ayahnya dengan penuh keberanian. "Kenapa Papa selalu meremehkan Damian? Apa karena dia nggak sesuai dengan standar Papa? Apa karena dia bukan pria pilihan Papa? Kenapa Papa harus menutup mata dengan kenyataan? Aku sudah bilang aku ingin menikah dengan Damian, dan keputusan itu nggak akan berubah hanya karena Papa menghina dia!"

Pak Hartman menatap putrinya dengan tajam. "Kamu pikir aku akan diam saja melihat kamu menikah dengan pria yang bahkan gagal mempertahankan rumah tangga sebelumnya?"

Damian benar-benar geram sekarang. Ia sudah cukup bersabar dengan segala penghinaan yang diterimanya malam ini. Rahangnya mengeras, matanya berkilat penuh emosi. "Om bisa hina aku sepuasnya. Om bisa meragukan aku. Tapi satu hal yang pasti, Om nggak akan bisa mengubah fakta bahwa aku dan Aletha akan menikah. Aku akan membuktikan pada Om bahwa aku bukan pria gagal seperti yang Om pikirkan. Aku akan membuat Aletha bahagia, dan itu nggak butuh persetujuan Om!"

"Kamu pikir bisa menikahi putriku tanpa seorang wali? Aku walinya, dan pernikahan kalian tidak akan sah tanpa aku!" Pak Hartman tersenyum puas.

Aletha dan Damian bungkam, Pak Hartman seakan telah menghantam keduanya dengan fakta yang tak bisa terelakkan.

Pak Pramono yang sejak tadi menyimak akhirnya menepuk bahu Damian, seolah memberinya isyarat untuk menenangkan diri. "Hartman, kamu sudah mendengar sendiri keyakinan Damian dan Aletha. Ini bukan lagi soal perjodohan yang kamu paksakan, ini soal pilihan Aletha sendiri. Jika kamu tetap bersikeras menolak, maka aku tidak akan tinggal diam."

Pak Hartman mendengus kasar. "Apa maksud Kakak?"

"Jika kamu terus memojokkan putraku dan membahas tentang masa lalunya hanya untuk menolak pernikahan mereka. Jangan salahkan aku jika PR GROUP cabang Medan akan aku ambil alih. Silakan kamu jalani hidupmu tanpa perusahaan itu, kamu terlalu sombong, tidak pantas mendapatkan ke-murahatianku. Aku tidak suka dengan sikapmu yang arogan, padahal jelas-jelas kamu bisa hidup seperti ini karena perusahaan yang aku berikan. Tidak tahu malu!" Pak Pramono dengan tegas mengatakannya, ia tidak suka anaknya terus di ejek.

Pak Hartman terdiam seketika. Rahangnya mengatup erat, dan tatapan matanya berubah tajam ke arah kakaknya. Ancaman itu jelas bukan main-main. Pak Pramono adalah pemilik utama PR GROUP, dan Pak Hartman hanya mengelola cabang Medan sebagai bentuk kepercayaan yang diberikan kakaknya kepadanya. Jika cabang itu diambil kembali, maka kekuasaan dan aset yang ia miliki akan berkurang drastis.

"Jadi, sekarang kamu mengancamku, Kak?" suara Pak Hartman terdengar dingin.

"Aku hanya memberimu pilihan," balas Pak Pramono dengan nada datar, tapi penuh tekanan. "Aku sudah cukup bersabar melihat bagaimana kamu memperlakukan anakmu sendiri. Aletha adalah darah dagingmu, tapi kamu bahkan tidak menghargainya sedikit pun. Kamu memaksanya menikah dengan seseorang yang jelas tidak layak hanya karena egomu. Sekarang, aku memberi pilihan. Terima pernikahan ini, atau bersiap kehilangan cabang Medan."

Pak Hartman mengepalkan tangan di atas lututnya, matanya menatap tajam ke arah Damian. Ia lalu mengalihkan pandangan ke arah Aletha yang menunduk dengan tangan masih digenggam erat oleh Damian. Pemandangan itu semakin membuat amarahnya membuncah.

"Kamu benar-benar memilih menikah dengan duda ini, Aletha?" tanyanya, suaranya menekan.

Aletha mengangkat kepalanya, matanya berkaca-kaca tapi penuh keteguhan. "Iya, Papa. Aku memilih Damian, bukan karena statusnya, tapi karena aku percaya padanya. Aku ingin menjalani hidupku dengan keputusanku sendiri, bukan hidup dalam bayang-bayang keinginan Papa."

Pak Hartman mendengus, lalu menatap Damian dengan sinis. "Dan kamu, yakin bisa menjaga Aletha? Yakin tidak akan membuatnya menangis seperti mantan istrimu?"

Damian yang sedari tadi menahan emosi akhirnya mengembuskan napas panjang, mencoba tetap tenang. "Aku nggak akan membela diri dengan kata-kata, Om. Aku akan membuktikannya dengan tindakan. Aku janji, aku nggak akan menyakiti Aletha."

Pak Hartman kembali terdiam, lalu menoleh ke arah Bu Agnes, istrinya, seolah meminta pendapat. Bu Agnes yang sedari tadi hanya menjadi pendengar akhirnya bersuara.

"Pa... mungkin sudah waktunya Papa berhenti memaksakan kehendak Papa pada Aletha. Dia berhak memilih calon suami yang diinginkannya," ucapnya lembut. "Aku juga awalnya menolak pernikahan ini, tapi aku melihat kesungguhan mereka. Apa Papa tidak lelah terus bertentangan dengan anak sendiri? Papa benar-benar ingin kehilangan Aletha hanya karena egomu?"

Pak Hartman mendesis pelan, lalu bersandar ke sofa dengan mata terpejam. Ia jelas sedang berpikir keras, tapi gengsinya membuatnya sulit mengaku kalah.

Pak Pramono kembali angkat bicara. "Aku tidak mau memaksamu setuju, Hartman. Tapi aku sudah memberikan pilihannya. Jika kamu masih keras kepala, maka jangan salahkan aku atas konsekuensinya."

Suasana ruangan terasa begitu tegang. Aletha menggigit bibirnya, sementara Damian tetap menggenggam tangannya, memberikan dukungan.

Beberapa detik berlalu dalam kesunyian, hingga akhirnya, dengan suara berat dan penuh gengsi, Pak Hartman berkata, "Baik. Aku akan setuju... dengan satu syarat."

Semua orang langsung menoleh ke arahnya. "Apa syaratnya?" tanya Pak Pramono.

Pak Hartman menatap langsung ke arah Damian. "Buktikan bahwa kamu bisa menjadi suami yang bertanggung jawab, Damian. Aku akan menguji kamu selama tiga bulan pertama setelah menikah. Jika dalam tiga bulan itu aku melihat kamu gagal menjaga Aletha, atau aku mendengar satu saja keluhan dari Aletha... aku akan melakukan apa pun untuk memisahkan kalian."

Aletha terkejut. "Papa—"

"Itu syaratku," potong Pak Hartman tegas. "Jika kalian yakin dengan keputusan kalian, maka ini bukan masalah, bukan?"

Damian tersenyum tipis, lalu mengangguk. "Aku terima tantangan itu, Om."

Pak Pramono menghela napas lega, sementara Aletha masih terkejut dengan keputusan ayahnya. Tapi di sisi lain, ia tahu ini lebih baik daripada penolakan mutlak.

"Baiklah, kalau begitu," kata Pak Pramono akhirnya. "Aku anggap kita sudah mencapai kesepakatan. Persiapan pernikahan akan segera dimulai."

Pak Hartman tidak menjawab, hanya mengangguk kecil sebelum akhirnya bangkit dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan ruang tamu tanpa sepatah kata pun. Bu Agnes tersenyum kecil ke arah Aletha dan Damian sebelum mengikuti suaminya.

Pak Pramono menenangkan pertarungan adu argumen dengan adiknya, sudah ia duga bahwa adiknya akan takluk jika sudah membahas tentang perusahaan. "Sudah aku duga, dia sangat takut miskin."

BERSAMBUNG...

1
amilia amel
duhhhh gedeg banget sama si Bella, masih merasa sok karena dia pikir Damian masih begitu mencintainya
padahal Damian sudah menemukan pelabuhannya
amilia amel
nanti kalo ketemu Bella lagi kamu berubah pikiran lagi....
selesaikan dulu masa lalumu dam
amilia amel
tenangkan dirimu ale.... pergilah untuk mengobati hatimu dulu
amilia amel
sabar ya Aletha, kalo Bella pake cara licik untuk mendapatkan damian kembali
kamu harus menggunakannya cara yang lebih licik tapi elegan untuk menjaga Damian yang sudah jadi milikmu
amilia amel
duh sweet banget Damian, walaupun belum sepenuhnya mengakui perasaannya pada Aletha
amilia amel
pasti sebagai perempuan apalagi istri, sedih sekali dengan kalimat seperti itu apalagi yang mengucapkannya sang suami
amilia amel
awas ketagihan lho Dam....
amilia amel
gak sabar saat Aletha tau kalo Damian laki-laki normal
amilia amel
ceritanya bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!