Tiffany, tiba-tiba dijemput oleh kedua orang tua kandungnya. Berharap ini awal kebahagiaan darinya, dimana gadis miskin yang ternyata anak dari keluarga kaya.
Namun tidak, inilah awal dari neraka baginya. Meira yang selama ini tinggal bersama keluarganya, melakukan segala cara untuk menghancurkan Tiffany.
Membuatnya dibenci oleh keluarga kandungnya, dikhianati kekasihnya. Hingga pada akhirnya, mengalami kematian, penuh kekecewaan.
"Jika dapat mengulangi waktu, aku tidak akan mengharapkan cinta kalian lagi."
***
Waktu benar-benar terulang kembali pada masa dimana dirinya baru dijemput keluarga kandungnya.
Kali ini, dirinya tidak akan mengharapkan cinta lagi.
"Kalau kamu menolakku, aku akan bunuh diri." Ucap seorang pemuda, hal yang tidak terjadi sebelum waktu terulang. Ada seseorang yang mencintainya dan mengharapkan cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Budak
Memijit pelipisnya sendiri, pada akhirnya Safira berucap."Ibu ingin bicara denganmu."
"Bicaralah nyonya..." Jawaban dari Tiffany masih mengunyah apelnya.
"Tiffany, kalian tertukar itu bukan kesalahan Meira. Itu murni kesalahan pihak rumah sakit. Karena itu jangan benci adikmu. Dia sudah cukup menderita mengetahui kenyataan dia bukan anak kandung kami." Ucap Safira pelan.
Tiffany beritanya dengan tenang."Karena kami tertukar apa nyonya menderita?"
"Kenapa kamu masih memanggil nyonya?" Geram Safira.
"Seorang ibu akan menderita kala mengetahui anaknya tertukar. Merasa bersalah tidak dapat membesarkan putri yang dilahirkannya. Tapi nyonya dengan nyaman memeluk Meira. Itulah cinta sejati ibu dan anak, bagaimana nyonya menyayangi Meira. Dapatkah aku memanggil ibu pada orang yang tidak benar-benar menganggapku anaknya?" Tiffany mengangkat salah satu alisnya.
Kemudian melangkah menuju kamarnya."Omong-ngomong, putri nyonya belum pulang dari bimbingan belajar ya? Sungguh siswa teladan." Sarkasnya.
Safira mengerutkan kening, menatap ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 11 malam. Biasanya bimbel berakhir maksimal pukul 10 malam.
Melangkah cepat meraih handphonenya. Hendak menghubungi Meira yang kali ini keluar membawa mobil sendiri. Namun, pesan yang masuk satu jam lalu membuatnya bernapas lega. Ada dua pesan, satu dari Ratna, dan satu dari Meira.
Isinya sama, intinya Meira menginap di rumah Ratna malam ini.
***
Hal yang diawali dengan pertemuan biasa. Kini berakhir di atas tempat tidur. Beno memeluk tubuh Meira penuh napsu. Tidak mengenakkan sehelai pakaian pun.
Tubuh mereka menyatu di balik selimut putih penginapan yang tebal. Lampu ruangan mati sepenuhnya, hanya ada penerangan dari cahaya bulan yang masuk melalui jendela.
Gelisah terbakar napsu. Kala Beno memuja seluruh tubuhnya, derit tempat tidur terdengar.
"Beno...oh Beno..." Panggil Meira, merasa kacau.
"Meira...hah..." Napas Beno tersengal-sengal, seluruh tubuhnya merasa sensasi yang benar-benar membuatnya tidak dapat berkata-kata menjabarkan nya. Berpusat pada satu titik.
Kembali menikmati ceruk leher Meira. Sedikit lebih turun, bibirnya serakah, seonggok daging berlapis kulit memenuhi mulutnya, tidak dapat tertampung. Samar dirasakannya Meira membelai rambutnya.
Semakin cepat dirinya berpacu, semakin terasa gila.
"Beno! Beno!" Panggil Meira.
"Oh..." Beno tidak mengatakan apapun, segalanya diakhiri dengan ciuman panas.
Napas mereka memburu, Beno tersenyum memeluk Meira, setelah melemparkan pengaman yang dipenuhi dengan cairan ke tempat sampah dekat tempat tidur.
"Kita melakukan kesalahan lagi. Mungkin kakak..." Meira tertunduk dalam pelukan Beno.
"Aku sudah putus dengan Tiffany." Jawaban dari Beno menbuat Meira mengerutkan keningnya.
Beno memang benar-benar rupawan. Bukan tipikal pria yang buruk, bahkan memperlakukan wanita dengan baik. Hanya saja berasal dari keluarga jelas menengah, dimana ayahnya merupakan seorang tentara dan ibunya memiliki minimarket.
Meira mendekatinya sama sekali bukan karena cinta. Tapi karena ingin menghancurkan Tiffany bagaimana pun caranya. Tidak ingin membiarkan Tiffany hidup bahagia. Teman, keluarga, kekasih, semuanya harus menjadi miliknya.
Tapi putus dengan Tiffany? Bukankah itu membuat Beno terlihat tidak menarik lagi? Tujuannya untuk mendekati dan memiliki Beno bagaikan menghilang. Lagipula dirinya sudah memiliki kekasih lain di sekolah.
"Mulai sekarang kita dapat menjadi pacar sesungguhnya." Beno meraih punggung tangan Meira, kemudian mengecupnya."Hanya kamu yang akan menjadi satu-satunya di hidupku."
Meira menatap jenuh, menghela napas dirinya harus kembali menjadi wanita tidak berdosa bukan?
"Maaf, aku tidak bisa." Meira bangkit, menitikkan air matanya. Dengan segera mengenakan pakaiannya kembali.
"Kenapa? Tidak ada Tiffany lagi diantara kita." Ucap Beno mengenakan jubah mandi, mencegah Meira yang hendak pergi.
"Kalian putus karena aku bukan? Jika kakak bertambah membenciku hanya karena aku bersama denganmu. Aku tidak tau harus berbuat apa. A...aku hanya anak angkat." Meira tertunduk, membuat Beno menggenggam jemari tangannya.
"Percaya padaku ya? Aku benar-benar mencintaimu." Pinta Beno memeluknya.
Meira menggeleng."Beno, maaf...kak Tiffany lebih berharga bagiku dibandingkan segalanya. Bahkan dibandingkan dengan hidupku." Ucapnya melerai pelukan Beno.
Hal yang membuat pemuda itu tertunduk dalam ruangan kamar penginapan. Air matanya mengalir tidak dapat dihentikan padanya. Terhitung mungkin sudah empat kali mereka melakukannya dalam beberapa bulan ini. Beno yang selalu menjaga Tiffany, memberikan pengalaman pertamanya pada Meira.
Benar-benar tidak dapat menahan godaan. Hingga menganggap Meira adalah cinta sejatinya. Tapi sayangnya Meira terlalu baik, terlalu menyayangi kakaknya.
Beno menghela napas, masih menitikkan air matanya. Berusaha tetap tenang, walaupun rasa sakit menjalar, bagaikan logikanya telah mati.
"Meira..." Panggilnya pada kuntilanak?
***
Sementara Meira membanting pintu mobilnya dengan kencang di tempat parkir. Berusaha menenangkan dirinya.
Segala rencana telah di susun sejak lama olehnya. Tepat setelah mengetahui dirinya bukan anak kandung. Merebut semua yang keluarga Wiratmaja miliki. Tepatnya setelah melenyapkan Tiffany dan membuat hidupnya menderita.
Ini bukan soal dendam, tapi dirinya ingin tetap hidup nyaman. Semua kekayaan pasti akan diwariskan pada anak kandung. Sedangkan berbagi dengan Roy saja dirinya tidak sudi. Ditambah dengan Tiffany, putri asli yang tiba-tiba muncul bak jelangkung.
"Agh! Sial! Dasar miskin!" Gumamnya mengingat Beno. Seharusnya merebut perhatian Beno menjadi pukulan telak untuk Tiffany.
Martin memang rupawan, bahkan lebih rupawan dari Beno. Sayangnya pemuda itu lumpuh, siapa yang sudi merawat orang cacat seumur hidupnya.
"Kalung itu... Martin pasti akan memutuskan hubungan bukan..." Gumamnya menemukan celah. Dirinya hanya harus membuat duplikat kalung tersebut.
Begitu cantik alami dengan rambut panjang indah dan minidress putih. Jangan bayangkan lagi tentang kuntilanak. Bayangkan tentang malaikat, itulah kecantikan Meira.
***
Safira tidak menghukum atau membahas segalanya. Matanya menatap ke Tiffany yang sarapan dengan tenang. Tidak ada keributan seperti biasanya.
"Dimana Meira?" Tanya Roy pada ibunya.
"Sedang menjadi wanita gratisan." Jawab Tiffany dengan mulut dipenuhi nasi goreng. Tidak lupa kalkulator kecil berada di sampingnya, menghitung makanan apa saja yang dikonsumsinya. Selama menumpang di rumah orang tua kandungnya.
"Bisakah kamu menutup mulutmu!?" Roy berusaha tersenyum.
"Kalau aku tutup mulut, aku makan darimana? Dari hidung!?" Pertanyaan adik gilanya membuat Roy tidak dapat berkata-kata.
"Meira menginap di rumah Ratna." Jawab Safira menghela napas.
"Seharusnya kamu seperti pagi ini, diam, kalem, tidak membuat masalah." Yahya memberi nasehat pada putri kandungnya.
"Terlalu kalem jadi tidak menantang." Tiffany menghela napas. Membuat mereka hanya dapat memutar bola mata malas. Tapi tanpa mereka sadari, bukankah sikap anehnya Tiffany membuat suasana rumah lebih ramai?
"Kenapa kamu belum berangkat sekolah?" Tanya sang ayah.
"Aku di skors. Biasa karena mendorong Meira." Sebuah jawaban tengil yang menyebalkan.
"Tiffany, Meira adikmu, kapan kamu bisa lebih dewasa." Keluh sang ayah.
"Aku akan tumbuh dewasa, saat tidak mengharapkan cinta keluarga lagi." Sebuah jawaban yang membuat mereka tertegun.
"Tiffany, aku tidak pernah, tidak menyayangimu. Walaupun kita sering bertengkar, tapi kita memiliki hubungan darah." Ucap sang kakak pelan.
Tapi sinar matahari sesaat tidak akan dapat menghapus jejak hujan deras semalam. Tiffany kembali makan dan berucap."Omong kosong!"
Tiba-tiba seorang pelayan masuk, kemudian berucap."Tuan ada tamu."
Namun, tanpa tahu malu dan meminta ijin. Tamu menyebalkan itu sudah masuk duluan.
"Tiffany! Aku membawakan oleh-oleh permintaan maaf padamu." Martin masuk dengan kursi roda didorong oleh Erwin.
"Martin sayang! Aku kangen!" Teriak Tiffany bangkit, kemudian berlari menuju Martin. Duduk di pangkuan sang pemuda.
"Ayah aku tidak rela adik perempuanku menikah dengan pria cacat." Keluh Roy.
"Kamu fikir ayah rela? Lihat Tiffany! Begitu cantik seperti ayah muda tapi versi wanita." Yahya ikut-ikutan mengeluh.
"Apa aku perkenalkan Tiffany pada anak-anak teman arisanku saja?" Gumam Safira, membuat ayah dan anak itu menoleh pada sang ibu.
"Martin sayang, semalam aku bermimpi tentangmu." Ucap Tiffany manja.
"Apa yang kamu mimpikan?" Tanya Martin.
"Kamu buka baju."
bener kata Tiara, Tiffany keren calon istri siapa dulu dong 😁
ternyata Meira blm kapok juga
si author memang psikopat, selalu buat cerita yg buat emosi Naik Turun..
aku suka Thor...
lope Lope lah pokok nya