Yujin hanya ingin keluarga utuh dengan suami yang tidak selingkuh dengan iparnya sendiri.
Jisung hanya ingin mempertahankan putrinya dan melepas istri yang tega berkhianat dengan kakak kandungnya sendiri.
Yumin hanya ingin melindungi mama dan adiknya dari luka yang ditorehkan oleh sang papa dan tante.
Yewon hanya ingin menjalani kehidupan kecil tanpa harus dibayangi pengkhianatan mamanya dengan sang paman.
______
Ketika keluarga besar Kim dihancurkan oleh nafsu semata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca Lavender, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehilangan
Di depan ruang operasi terasa sangat menegangkan. Hanya terdengar embusan napas dan isakan kecil. Sumin berdiri sambil bersandar pada dinding dengan wajah takut sambil menggendong Sunghan yang menangis kecil di ceruk lehernya. Sedangkan Jihoon berdiri di sisi dinding seberangnya dengan tangan sesekali mengusap wajah frustrasi.
Tidak lama kemudian, terdengar derap langkah terburu-buru. Hana dan Jisung datang dengan Yewon dan Chungyeon. Wajah perempuan tua itu pucat pasi saat mendengar kabar bahwa menantunya yang sedang hamil mengalami pendarahan parah dan harus dioperasi.
“Bagaimana bisa ini terjadi?” tanya Chungyeon pada Jihoon dengan suara tertahan, “kamu biarkan dia dalam keadaan seperti ini?!”
Jihoon Hanya menunduk.
Sumin berdiri dengan wajah seperti bara api. Ia tidak berkata sepatah kata pun, hanya menatap benci pada sang papa. Sunghan segera turun dari gendongan Sumin dan menghambur ke pelukan Chungyeon dengan tangisan yang masih tersedu-sedu.
Setengah jam kemudian, operasi selesai. Dokter keluar dari ruangan membuat semua orang mendekat. Harapan, ketegangan, dan ketakutan menggantung di udara.
“Nyonya Song mengalami keguguran. Kami sudah berusaha, tapi ... janinnya tidak bisa diselamatkan.”
Suara tangisan Chungyeon langsung terdengar pilu.
Sumin berjalan cepat dan mencengkeram kerah kemeja Jihoon, “Ini semua salahmu! Mama stres karena memikirkanmu! Karena permainan kotormu dan Seo Hana!”
Hana mundur selangkah dengan wajah pucat, “aku … aku—”
“Diam!” bentak Sumin sambil menoleh ke arah Hana, “kamu selingkuh dengan kakak iparmu sendiri! Lalu kamu buat istri kakak iparmu kehilangan anaknya!”
Jisung dan Chungyeon Hanya bisa memandang dengan raut wajah tidak percaya. Ucapan gadis muda itu menambah rasa sakit di dalam hati mereka. Hancurnya keluarga besar Kim yang tidak bisa dihindari.
Sumin kembali menatap tajam Jihoon. Wajahnya datar, tapi sorot matanya seperti pisau.
“Kamu tahu bayi yang ada di perut mama?” kata Sumin pelan dan menusuk, “itu adikku. Kamu sudah membunuh adikku, Tuan Kim Jihoon.”
Jihoon memejamkan mata. Tidak menyangka anaknya akan memanggil namanya tanpa panggilan hormat.
“Aku tidak sudi punya papa sepertimu lagi!” teriak Sumin, “aku lebih baik tidak punya papa, daripada punya papa pengecut yang menusuk keluarga dari belakang!”
Sunghan menatap semua itu dengan mata bingung dan takut.
“Papa … beneran membunuh adikku?” tanyanya pelan, “papa beneran yang membuat mama sakit?”
Jihoon berlutut di hadapan putranya, “Sunghan … papa—”
Sunghan menjerit, “Jangan dekat-dekat! Aku benci papa!”
Jeritan itu menghantam semua yang ada di sana. Bahkan Chungyeon pun hanya bisa menangis sambil mendekap cucu laki-lakinya erat.
“Cukup...” ucap Chungyeon pada akhirnya, “sudah cukup. Kim Jihoon dan Seo Hana, pergi dari sini sekarang juga.”
Hana menangis, “ibu … maafkan aku, Bu... aku—”
Chungyeon menoleh dengan mata penuh amarah, “kamu sudah berkhianat, Hana. Kamu dan Jihoon bukan hanya menghancurkan anak-anak Yujin, kamu juga menghancurkan Jisung, putraku, yang mencintaimu sepenuh hati!”
Hana membeku. Pandangannya tertuju pada Jisung yang menunduk sambil mendekap erat Yewon.
“Hana,” ucap Jisung pelan, “aku akan urus semua proses perceraian. Aku akan memberikan sebagian harta untukmu, tapi aku ingin kita berpisah.”
Yewon yang mendengarnya mulai menangis. Ia memeluk leher papanya erat-erat.
“Aku mau sama papa. Aku tidak mau berpisah sama papa …”
Hana tak mampu bicara lagi. Ia Hanya bisa menangis meratapi konsekuensi dari perbuatannya.
...----------------...
Yujin sadar beberapa jam kemudian. Matanya pelan-pelan terbuka, lalu menatap langit-langit putih rumah sakit. Tubuhnya terasa sakit dan lelah. Di saat ia mengingat apa yang terjadi padanya dan meraba perutnya yang datar, ia langsung menangis.
Sumin yang mendengar tangisan Yujin langsung menggenggam erat tangan sang mama.
“Maaf, mama ... aku terlambat ... maaf.”
Yujin menggeleng lemah, “bukan salahmu, Nak ... bukan salah kamu.”
Sunghan berdiri di ujung ranjang sambil memegang selimut yang membungkus tubuh Yujin.
“Adik ... sudah di surga, ya, Ma?” bisik Sunghan.
...🥀🥀🥀🥀🥀...