Danendra dan Alena sudah hampir lima tahun berumah tangga, akan tetapi sampai detik ini pasangan tersebut belum juga dikaruniai keturunan. Awalnya mereka mengira memang belum diberi kesempatan namun saat memutuskan memeriksa kesuburan masing-masing, hasil test menyatakan bahwa sang istri tidak memiliki rahim, dia mengalami kelainan genetik.
Putus asa, Alena mengambil langkah yang salah, dia menyarankan agar suaminya melakukan program tanam benih (Inseminasi buatan). Siapa sangka inilah awal kehancuran rumah tangga tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunflowerDream, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali dengan penuh derita
Waktu terus beputar hari demi hari detik demi detik, seakan berjalan begitu saja tanpa toleransi atau peringatan. Waktu terus berjalan sesuai takdirnya tidak ada satu pun makhluk hidup yang dapat menaklukkan waktu ini sudah kehendak sang pencipta.
Dalam waktu yang terus berputar tidak terasa sekarang sudah berjalan 8 minggu setelah masa pemulihan anak sulung dari keluarga terpandang Hadikusuma. Semenjak masa itu hari-hari terasa lebih ringan, semua orang kembali lagi dengan rutinitasnya masing-masing setelah tersibukkan dengan kegilaan si sulung.
Danendra sama seperi biasanya setiap hari sibuk di rumah sakit begitu juga dengan Aleon, setelah pulih total pria itu terlihat semakin bersemangat dengan terus menambah rutinitas kegiatannya bahkan tak jarang ia sering menawarkan diri jika ada rekan dokter lainnya memerlukan bantuan. Pria itu melalui hari-harinya dengan kesibukkan yang padat bahkan sampai lupa makan. Danen sempat bingung dengan perubahan kakak iparnya yang sering kerja lupa waktu, padahal dulu ia sering kali melegasikan pekerjaannya dengan orang lain dan dirinya sibuk bermadu kasih.
Seandainya orang-orang itu tahu, Aleon terlalu menyibukkan diri agar bisa melupakan kekasihnya yang bahkan sampai detik ini tidak ada kabar. Jika sibuk pria itu tidak akan diganggu dengan rasa rindunya, ia sering kelelahan dan jika lelah tidurnya menjadi lebih nyenyak. Tidak sedikit pun ia biarkan ada waktu kosong yang akan menggerogoti harinya, jika tidak ada jadwal pekerjaan maka ia akan sibuk dengan golf, gym, atau kegiatan olahraga lainnya. Semua ini demi melupakan wanita itu, walaupun ia ragu apakah bisa lupa. Sosok itu sudah terlalu dalam masuk ke relung hatinya, sehingga ia kebingungan sekarang.
Danen baru saja selesai memarkirkan kendaraannya di parkiran yang betanda khusus dokter, dan biasanya tepat di sampingnya terparkir juga sebuah mobil mewah bewarna silver milik Meisya. Tapi sekarang tempat itu sudah hampir kosong selama tiga bulan dan tidak ada yang berani mengambil tempat itu karena memang pimpinan rumah sakit melarangnya. Sepertinya pimpinan masih berharap agar tempat khusus itu segera terisi seperti biasanya oleh sang pemilik.
Dari kejauhan Danen melihat Aleon berlari tergesa-gesa untuk segera menaiki mobil pribadinya, wajahnya memerah tapi langkahnya penuh semangat dan dalam hitungan detik mobil itu sudah melesat jauh.
“Kenapa dia?”
“Apa terjadi sesuatu yang penting?” Danen bergumam melihat kepergian Aleon sudah yang seperti dikejar setan, cepat sekali.
Baru saja Danen hendak keluar dari singgasananya tiba-tiba telepon genggam miliknya bergetar pelan menandakan ada notif pesan singkat yang masuk. Sorot matanya memicing tajam ketika membaca nama dari pengirim pesan.
08844232******
Danen temui aku jam satu siang. Aku tunggu kamu di apartemenku.
Meisya .
Saking terkejutnya seluler yang berada dalam genggaman pria itu terlepas begitu saja. Pesan singkat yang membuat dadanya begetar hebat. Napasnya tercekat di tenggorokan, berubah menjadi helaan pendek yang tak beraturan. Wajahnya pucat seketika, seperti aliran darah berhenti bergerak. Tangan gemetar, seolah kehilangan kekuatan, sementara jemarinya secara naluriah meraih apa pun yang ada di sekitarnya untuk mencari pegangan.
“Astaga… dia!” Danen sungguh tidak percaya isi dari pesan tadi, benarkah dari wanita itu tapi dia sudah menghilang selama berbulan-bulan, bahkan pria itu sempat berasumsi mungkin saja Meisya sudah bunuh diri, karena memang tidak pernah memberikan tanda apa pun.
Selama ini Danen hidup dengan tenang, tapi dengan satu pesan saja membuat seluruh dunia akan runtuh. Apa mungkin kepergian Aleon tadi ada hubungannya dengan Meisya, jika benar maka tamatlah sudah riwayatnya pasti wanita itu kembali dan menemui Aleon untuk membongkar semua kebusukannya.
*****
Aleon melesatkan mobilnya dengan kecepatan penuh, suasana hatinya senang sekali akhirnya pujaan hatinya yang sudah lama hilang kembali. Ia berkendara tanpa memperhatikan lalu lintas tujuannya saat ini hanya ingin segera sampai kasihan cintanya menunggu sendirian di sana. Walaupun langit mendung tapi tidak dengan binar wajah tampannya.
Sedikit gugup pria itu segera berlari menghampiri seorang wanita yang terlihat duduk sendiri di taman kota. Ini sekitar jam 8 pagi keadaan taman masih sepi karena orang-orang masih sibuk dengan tanggung jawabnya masing-masing.
Wanita itu menggunakan gaun yang cantik bewarna magenta dengan motif hati sebagai ujung gaunnya. Ia duduk sendirian di tengah taman rambut panjangnya yang hitam legam terurai bebas, menari-nari mengikuti irama angin yang berembus lembut. Helaiannya melayang, seakan hidup, sesekali menyapu wajahnya cantiknya.
Wanita itu berdiri saat sosok jangkung dengan napas terengah berdiri tepat di hadapannya, Mei tidak menunjukkan ekspresi apa pun wajahnya datar berbeda sekali dengan orang yang di hadapannya. Pria itu tersenyum mekar memperlihatkan gigi rapinya, air mukanya bahagia sekali dengan netra yang memancarkan harapan.
“Mei… “ Aleon langsung memeluk erat tubuh itu, ia hirup dalam-dalam aroma vanilla yang teramat dirindukan, matanya memanas dan dalam hitungan detik ada air yang bergulir dari netranya, ia menangis bahagia, akhirnya rindu ini tidak lagi menderita. Aleon tatap wajah itu dalam-dalam, ia mencurahkan semua rasa cinta dan rindunya, “Mei… kamu kembali!” ujarnya disela-sela pelukan tak berbalas itu.
Ia terus memeluk erat pujaan hatinya, saat Mei berusaha melepaskan justru pelukkan itu semakin erat, “aku rindu, aku rindu cintaku. Tolong jangan pergi lagi… “ rintihnya.
“Leon bisakah kita duduk?” Aleon tersenyum lalu mencium penuh kasih sayang dahi berkeringat kekasihnya, ia menurut saat diarahkan untuk duduk, walaupun sebenarnya ia enggan.
Mei tersenyum tipis memandangi Aleon yang terus tersenyum di sampingnya, Mei memiringkan sedikit tubuhnya agar bisa berhadapan dan menatap mata Aleon, ada sorot penyesalan di mata wanita itu tetapi Aleon tidak menyadarinya.
“Kamu baik-baik saja sayang?” Mei ingin membuka suara tapi Aleon lebih dulu bersuara, “aku sangat khawatir, setiap malam setiap ingin tidur aku selalu mengkhawatirkanmu.” Imbuhnya lagi, seakan terus ingin megungkapkan seluruh isi hatinya.
“Aleon… “ Mei bersuara parau, ia ragu ingin mengatakan ini, tapi ini sudah keputusannya siap tidak siap wanita itu akan mengakhiri semua.
Mei meraih tangan kekar kekasihnya, ia genggam perlahan, ada rasa bersalah saat dirinya merasakan kehangatan dari genggaman itu. Dengan perlahan wanita itu menarik cincin berlian yang bertengger manis di jarinya.
“Aleon maafkan aku!” Mei menyerahkan cincin itu, ia meletakkannya pelan di tangan Aleon,
“Aleon aku kembalikan ini!” tambahnya lagi dengan suara pelan, walau pelan tapi terdengar jelas oleh indra Aleon.
“Apa?” Tangan lelaki itu bergetar saat menerima sebuah cincin. Ini cincin pertunangan mereka yang sudah berjalan hampir dua tahun lamanya, kenapa kekasihnya melepas itu. Apa mungkin ia memberikan isyarat agar ditukar oleh cincin pernikahan, jika ia maka Aleon senang sekali.
“Maafin aku, ayo kita akhiri semua!”
Lelaki berwajah tegas itu dengan rambut Pompadour andalannya mendadak lesu, saat ia mendengar satu kalimat yang keluar dari bibir indah wanita pujaannya, “kamu bercandakan sayang?” ia masih berharap semua ini hanya sebuah candaan, padahal jelas-jelas air muka Meisya menggambarkan kesungguhan.
“Aku serius, ayo kita akhiri hubungan kita Aleon.”
“Ayo kita hentikan pertunangan ini!” Mei berseru tajam, kalimatnya lancar sekali tidak ada keraguan sedikit pun. Sementara lawan bicaranya tercengang mulutnya terbuka ia kesulitan mencerna situasi ini.
“Kamu bercandakan?” Tanya Aleon lagi, hatinya gundah sekali.
“Tidak sama sekali tidak, aku serius.”
“Gak mungkin, gak mungkin… “ Aleon menggeleng pelan, ini bukan situasi yang diharapkannya, ia memalingkan wajahnya tidak sanggup menatap mata tajam kekasihnya yang memancarkan keseriusan.
“Maafin aku, aku sudah memikirkan ini. Aku tidak ingin melanjutkan lagi hubungan kita.” Mei menelan ludah sejenak, “Ayo putus Aleon!”
“Tapi… ini gak masuk akal. Aku tidak pernah menyakiti kamu, aku juga tidak pernah melirik wanita lain, cuman kamu, aku mencurahkan hidupku cuman untuk kamu.”
“Aku tahu, tapi manusia dan perasaannya selalu berubah. Aku tidak lagi mecintaimu.” Bahkan sejak awal pun aku tidak pernah mencintaimu.
“Tapi kenapa Mei? Aku lakukan semuanya demi kamu, aku berikan semuanya. Tolong jangan begini!” suara Aleon mulai bergetar, ia berusaha keras menahan kesedihannya.
“Jika aku melakukan kesalahan tolong beri tau aku, jangan begini. Beri aku kesempatan jika memang selama ini aku kurang baik sama kamu.”
Kini giliran Mei yang memalingkan wajahnya, ia merasa bersalah menatap mata memerah milik Aleon, bagaimanapun pria itu selama ini memang berlaku baik kepadanya, dan semua hidupnya terjamin karena bersama pria itu, tapi tetap saja hatinya tidak mampu berpaling. Setiap detik Mei selalu memikirkan pria lain, pria yang selalu dicintainya dari dulu meski ada Aleon di sisinya.
“Kamu baik Aleon. Terimakasih sudah menerimaku dengan baik selama ini.” Mei menarik tangan Aleon, ia mengarahkan tangan itu untuk memegang perutnya.
“Kamu bisa merasakannya? Perutku membesar, dan akan terus membesar.” Aleon menyentuh perut Mei, memang yang dirasakannya perut kekasihnya membesar, ia juga baru menyadari tubuh wanita itu lebih berisi.
“Kamu… “
“Iya Aleon aku sedang hamil.” Bagaikan disambar petir pada siang bolong, jantung Aleon berkecamuk dan berdetak lebih cepat, tangannya segera menjauh dari perut berisi itu, ia tatap nanar wajah sang pujaan.
“Usianya baru tiga bulan, tapi ukuran perutnya cukup besar dari seharusnya, kemungkinan janinku kembar.” Mei bercerita dengan lancar, tanpa mempertimbangkan perasaan Aleon.
“Karena ini, ayo kita putus Aleon. Aku akan melahirkan anak dari pria lain.” Mei mengelus perutnya lembut ia mengulum senyum membayangkan calon bayinya.
“Mei… kamu─ serius?”
“Ayo kita menikah, aku sanggup menerima bayi itu. Mari besarkan calon bayimu bersama!” Aleon berujar tanpa berpikir, ia sudah putus asa sekarang, apa pun akan dilakukannya yang terpenting Mei tidak pergi meninggalkannya.
“Aleon jangan gila. Kamu pantas mendapatkan wanita yang lebih baik dariku, sekarang lepaskan aku. Ayo kita sama-sama memulai hidup baru.”
“Tapi kenapa Mei? Jika memang kamu berhubungan dengan pria lain aku akan berusaha memaafkanmu, tapi tolong jangan tinggalin aku… “ Aleon memohon pelan, hatinya hancur sekali. Ia tidak peduli lagi siapa pria yang menghamili kekasihnya, ia bersedia bertanggung jawab.
“Aleon kamu harus sadar, aku tidak pernah mencintaimu… aku selalu menolak saat kamu mengajak berhubungan badan karena memang tidak ada rasa. Tapi dengan pria itu aku mencintainya Aleon bahkan aku dengan suka rela mengandung anak dari pria itu.”
Aleon mendongak tidak percaya, bagaimana mungkin ternyata selama ini hanya dirinya yang jatuh cinta, “Mei aku mencintaimu.”
“Aku tau Aleon, tapi aku tidak!” Mei berdiri dari posisinya ia bersiap melangkah pergi,
“Jangan… “ Aleon menahan pundaknya, “jangan tinggalin aku!”
“Aleon aku tegaskan sekali lagi. Sekarang aku memutuskan pertunangan kita, aku tidak pernah menyukaimu jadi tolong jangan menahanku lagi.”
“Ampuni aku Mei, aku salah tolong mengerti!” Mei berdecih terheran, seorang Aleon sekarang ini bersimpuh di kakinya. Pria itu telah kehilangan harga diri, bagaimana mungkin ia bersujud memohon di hadapan seorang wanita. Aleon benar-benar gila.
Bahunya bergetar ia terus meracau memohon agar sang pujaan hatinya berbalik badan, pandangannya terus memburam oleh air matanya yang tidak berhenti mengalir. Suara petir seakan menambah riuh suasana hatinya, “MEIII… MEISYA!!!” Aleon berteriak kencang memanggil kekasihnya yang sudah melangkah jauh, ia tidak bisa menerima kenyataan ini.
Seakan bersimpati, langit juga sibuk menurunkan air ke muka bumi. Derasnya air hujan menemani Aleon dalam tangisnya yang belum juga mereda ia sudah tidak mampu berlari untuk mengejar Mei yang pergi meninggalkannya, alhasil lelaki itu hanya bisa meredam air matanya bersama air hujan. Sesekali dia memukul dadanya mencoba meringankan rasa sakit di hatinya, tapi semakin dipukul bukan semakin mereda malah rasanya semakin tersayat, bayangan Mei berhubungan dengan pria lain memutar di otaknya, menambah rasa sakit yang memilukan.
“Kekasihku berselingkuh.. dia seperti mama. Hamil anak dari pria lain.”
Bersambung.