Aizha Adreena Hayva harus bertarung dengan hidupnya bahkan sebelum ia cukup dewasa, berhenti sekolah, mencari pekerjaan dan merawat adiknya karena orantuanya meninggal di malam yang sunyi dan tenang, bahkan ia tak menyadari apapun. bertahun-tahun sejak kejadian itu, tak ada hal apapun yang bisa dia jadikan jawaban atas meninggalnya mereka. ditengah hidupnya yang melelahkan dan patah hatinya karena sang pacar selingkuh, ia terlibat dalam one night stand. pertemuan dengan pria asing itu membawanya pada jawaban yang ia cari-cari namun tidak menjadi akhir yang ia inginkan.
selamat menikmati kehidupan berat Aizha!!
(karya comeback setelah sekian lama, please dont copy my story!)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Fhadillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 09
Pagi hari disini sangat jauh berbeda dengan kota tempat mereka tinggal. Hanya ada suara kicauan burung dan udara terasa begitu bersih dan sejuk tanpa tercemari oleh polusi atau sampah limbah apapun. Aizha bangun lebih awal, ia keluar dan membiarkan Nuka tidur lebih lama. Gadis itu berdiri di depan pintu masuk yang terbuka lebar dengan tangan terlipat didada, matanya tak lepas dari kebun yang tak jauh dari rumahnya, kebun kecil yang dulunya terdapat banyak sekali bunga matahari kini hanya diisi oleh rumput-rumput liar dan tak ada lagi jejak bunga cantik itu disana. Semuanya mati, menghilang bersama kepergian kedua orangtuanya.
Aizha menyajikan sarapan seadanya dan kini dia duduk di meja makan luas hanya bersama sang adik. Sebelum Nuka bangun, Aizha telah menyikap beberapa kain putih yang menutupi perabotan rumahnya agar tak tersentuh oleh debu. Kran air di wastafel dapur mereka mati namun untungnya di kamar mandi masih berfungsi dengan baik. Aizha berpikir Nuka akan mengajukan banyak pertanyaan tentang kenapa mereka berada disini, Aizha yakin tak ada sedikitpun bagian dari rumah ini atau bahkan rumah ini sendiri yang tertinggal dalam ingatan gadis kecil itu, itu kenapa sang kakak sudah banyak memikirkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan diajukan. Namun jauh berbeda dari dugaannya, gadis kecil itu terlihat cukup tenang, hanya menikmati sarapannya dalam diam.
Setelah selesai sarapan, Aizha mengajak Nuka untuk berjalan-jalan di daerah tersebut. Ada beberapa hal yang berubah dari kampung halaman mereka, kini sudah ada bangunan-bangunan yang dulu tak ada, banyak juga rumah-rumah yang sudah direnovasi lebih bagus. Tapi selain itu tak ada yang berubah, tempat ini masih sama seperti dulu. Untuk diri Aizha, ada banyak memori yang tercipta di tempat ini, jalan yang setiap hari dilewati untuk pergi ke sekolah, letak rumah-rumah teman masa kecilnya, toko kelontong yang sering ia kunjungi untuk membeli snack dan banyak hal lainnya. Hidupnya di sini sampai usia 18 tahun, dan semua kenangan dan keseharian di tempat yang menyenangkan ini terhenti di usia tersebut dan Aizha secara paksa memasuki dunia yang lebih berat, kenyataan yang buruk dan kehidupan yang sulit dengan semua beban besar ada di pundaknya membuat tubuhnya remuk dan menunggu waktu untuk hancur.
Langkah mereka terhenti di jalan setapak yang dikelilingi oleh persawahan, ada banyak orang yang sedang sibuk menanam padi di sawah mereka masing-masing mengingatkan Aizha pada nenek Ina, apa nenek yang baik hati itu masih tinggal disini? Sudah seperti apa rupanya? Apa ada banyak yang berubah dari dirinya?
“Izha?.. kamu kah itu?” Aizha mendengar suara seorang perempuan dari balik tubuhnya, langsung membalikan tubuh dan mendapati seorang gadis yang lebih tinggi darinya dengan rambut hitam legam sebahu berjalan kearahnya. Wajah gadis itu sangat tidak asing tapi Aizha tidak bisa benar-benar mengingatnya.
“benar lagi, kukira aku salah orang” kini gadis itu sudah berdiri tepat dihadapan Aizha dan Nuka.
“ini Nuka kan!? Wah lihat dirimu, sudah sangat besar sekarang, sudah sekolah?” tanya gadis itu sambil mengangkat tubuh Nuka dalam gendongannya.
“mau masuk SD” jawab Nuka sambil tersenyum tipis, tentu saja dia tidak akan mengingat gadis itu, Aizha saja tengah mencoba mengingatnya dengan keras.
“haha rasanya kamu tumbuh besar terlalu cepat, aku tau Nuka gak akan ingat, tapi kamu juga gak ingat aku Izha?!” kini gadis manis itu beralih menatap Aizha dengan Nuka masih dalam gendongannya.
Aizha sama sekali tidak bisa menyembunyikan kebenaran bahwa dia sama sekali tak mengingat gadis itu, memangnya sudah berapa lama dia meninggalkan desa ini sampai dia benar-benar tak mengingatnya? Gadis itu saja bahkan masih mengingat diri Aizha. Dengan rasa bersalah gadis itu hanya tersenyum canggung.
“aku tersinggung ya” gadis tinggi itu membuat wajah marah.
“maaf” kata Aizha pelan, benar-benar merasa bersalah.
“aku bercanda” gadis yang tak bisa diingat Aizha kini tertawa dengan ramah, dia menurunkan Nuka dari gendongannya dan mengulurkan tangan kearah Aizha.
“aku Eliya, kita pergi ke sekolah tiap hari selama bertahun-tahun” dan penjelasan itu cukup membuat ingatan Aizha pulih kembali. Setelah beberapa belas menit berbicara dengan gadis tinggi itu kini Aizha dapat mengingatnya dengan jelas.
Eliya adalah teman yang sangat dekat dengannya, mereka kenal sejak kelas 8 SMP dan berlangsung sampai SMA. Walaupun mereka hanya bisa bersama selama beberapa tahun namun bagusnya hubungan mereka dapat bertahan lebih lama. Eliya juga merupakan cucu nenek Ina, itu bagaimana Aizha dapat dekat dan kenal dengan nenek yang paling baik hati itu. Eliya mengajak kedua orang tersebut untuk berkunjung ke rumahnya. Di jalan dia juga menjelaskan bahwa neneknya itu telah meninggal dunia tahun lalu, Aizha merasa sedih dan dengan tulus mengucapkan bela sungkawa. Tak butuh berapa lama bagi Eliya untuk dapat dekat dengan Nuka walaupun gadis kecil itu tak memiliki sediktipun ingatan tentang dirinya. Dulu saat kedua orang tua mereka meninggal dan mereka belum pergi dari tempat itu, setiap hari Eliya datang untuk membantu Aizha yang tak paham merawat bayi untuk mengurus Nuka. Mereka berdua yang tak tau apa-apa belajar bersama mengurus Nuka kecil.
Di tempat yang lain, di apartement yang beribu-ribu mil jauhnya dari tempat Aizha berada, seorang pria tengah menelpon. Rambut yang biasa tertata rapi itu kini terlihat sangat berantakan, wajahnya tidak menampilkan ekspresi apapun selain bosan mendengar lawan bicaranya yang terus mengoceh. Pria itu meniup helaian rambut yang jatuh kedepan matanya lalu langsung memutuskan panggilan tersebut bahkan sebelum orang diseberang sana selesai berbicara, dia lalu melempar handphonenya sembarangan ke sofa. Pria itu kini berdiri di depan jendela kaca besar yang menampilkan pemandangan kota malam, lampu-lampu dari gedung-gedung tinggi itu terasa menenangkan dan terlihat begitu aman. Namun ia yakin beberapa tempat di sudut kota itu yang tak tersentuh penerangan apapun tengah terjadi segala macam kejahatan saat ini, pemerasan, perampokan, penganiayaan, pemerkosaan, dan semua kejahatan lainnya.
Pria itu terus berdiri di depan jendela itu dengan kedua tangan di dalam saku celananya, kini kedua lengan bajunya telah ia gulung sampai ke siku. Pria itu terlihat sangat tenang seolah dirinya tengah melayang jauh entah kemana, banyak bercak darah di wajah dan pakaiannya bahkan tak membuat pria itu terusik, aroma darah yang menguar ke udara tercium dengan jelas. Pria itu kembali sadar saat pintu ruangannya terketuk, bahkan sebelum pria itu menjawab pintu itu telah terbuka, pria lainnya yang terlihat lebih tua darinya masuk ke dalam. Pria itu berjalan mendekati pemilik apartement, membungkung sekilas memberi hormat. Sang pemilik menyuruh tamunya yang datang untuk duduk di sofa.
“seseorang mengirim dokumen tentang targetnya secara anonim, katanya semua informasi telah lengkap tuan Guiliano” kata pria yang baru masuk itu. Caiden, sang pemilik apartement yang seluruh badannya berlumuran darah mulai menyalakan rokoknya, meraih dokumen yang baru diletakan asistennya diatas meja.
“secara anonim?” Caiden menaikan alisnya sambil melihat isi dokumen tersebut, berkas-berkas dan foto-foto.
“dia tidak ingin dikenali siapapun, katanya dia akan menghubungimu saat waktunya tiba dan saat itu pekerjaan ini sudah harus selesai, orang ini juga mengatakan akan ada konsekuesi jika pekerjaan ini tidak selesai dan bayarannya sangat tinggi” sang asisten berkata dengan sangat serius.
“konsekuesi? Ini tidak seperti biasanya” kata Caiden sambil menghembuskan asap rokok tersebut.
“yah memang tidak dan ini bisa menjadi pekerjaan terakhirmu”
“apa ini?” Caiden menunjukan flashdisk kecil yang ia temukan dari dalam dokumen tersebut.
“masukan semua bukti kedalam nya dan akan ku sampaikan itu ke si anonim” jelas si asisten.
“ini kesempatan bagus untukmu, saranku lakukan ini dengan baik agar kamu bisa lepas dari semua ini” kata si asisten lalu bangkit berdiri, lalu dia mengundurkan diri dari hadapan Caiden.
Memang benar, rencana Caiden yang sudah dia bayangkan selama beberapa tahun belakangan ini, rencana yang sangat ingin dia sukseskan menjadi kenyataan namun sesuatu masih menghalanginya. Jujur saja, tanpa ada yang tau Caiden bukan hanya seorang pria matang yang sukses dan memiliki pabrik senjata yang juga sangat sukses yang berhasil membuatnya menjadi miliarder. Pria itu juga merupakan pembunuh bayaran yang bergerak seperti bayangan di dunia bawah tanpa ada satupun yang bisa mengenalinya, hal itu memudahkan Caiden menjalani keseharian biasanya. Dia akan menerima pekerjaan, pesanan orang dari asisten yang barusan datang, menyelesaikannya dan menerima bayaran dari rekening tidak resmi nya. Bahkan jika Caiden tak bisa menyelesaikan pekerjaannya itu tak akan menjadi masalah, mereka tak akan menemukannya dimanapun. Walaupun begitu sangat jarang bagi Caiden tak menyelesaikan pekerjaannya, dia akan menyelesaikan pekerjaannya dengan bersih dan sempurna, itu alasan kenapa ada sangat banyak client yang ingin menggunakan jasanya.
Kini sudah lebih dari 20 tahunan dirinya berada di dunia kotor tersebut dan Caiden sendiri berpikir sudah waktunya untuk berhenti total, menjadi bersih, memiliki keluarga utuh seperti kebanyakan orang, menikah dan punya anak. Namun ada banyak hal yang menghalangi langkahnya untuk berhenti. Apapun itu, Ini akan menjadi pekerjaan terakhir untuk Caiden, dia akan berhenti setelah menyelesaikan satu pekerjaan ini lagi.
Ini akan menjadi waktu yang menyenangkan, waktu untuk berburu kue perayaan. Pria itu merasa pekerjaan ini akan menjadi pekerjaan tergampang walaupun bayarannya cukup tinggi. Caiden penasaran apa yang sudah dilakukan gadis itu hingga seseorang berani bayar begitu banyak hanya untuk nyawanya, ya apapun itu siapa yang peduli. Caiden melempar semua foto dari dalam dokumen itu ke atas meja dan bergerak ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya sendiri dan setelahnya tidur.