Zee dan Zia adalah saudara kembar tak identik yang bersekolah di tempat berbeda. Zia, sang adik, bersekolah di asrama milik keluarganya, namun identitasnya sebagai pemilik asrama dirahasiakan. Sementara Zee, si kakak, bersekolah di sekolah internasional yang juga dikelola keluarganya.
Suatu hari, Zee menerima kabar bahwa Zia meninggal dunia setelah jatuh dari rooftop. Kabar itu menghancurkan dunianya. Namun, kematian Zia menyimpan misteri yang perlahan terungkap...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Jmn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Operasi Tengah Malam
Malam hari, sesuai dengan rencana, Zee bersiap untuk mengintai kamar Zia. Jam masih menunjukkan pukul delapan malam—masih ada tiga jam sebelum waktu yang ia tentukan. Saat ini, para murid masih berkeliaran dan aturan asrama mengizinkan aktivitas sampai pukul sebelas malam.
Sembari menunggu, Zee mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk masuk ke kamar itu. Kamar Zia digembok dari luar, dan itu membuatnya harus memutar otak.
Ia meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.
“Halo…” suara di seberang terdengar ragu.
“Aku butuh alat buat buka gembok ukuran standar,” ucap Zee langsung, tanpa basa-basi.
“Buat apa lo—”
“Cari aja. Jangan banyak tanya,” potong Zee dengan nada dingin.
Terdengar helaan napas berat dari seberang. “Oke. Kapan lo butuh?”
“Sebelum jam sepuluh malam ini.”
“Apa? Malam ini?! Gila aja lo, gue aja—”
“Kirim ke asrama Wolfe. Cari sekarang. Jangan banyak omong.” Sekali lagi Zee memotong ucapan lawan bicaranya.
“Zee… ngapain sih lo di sana sebenernya—”
Klik.
Zee menutup panggilan sebelum orang itu sempat menyelesaikan kalimatnya.
Ting!
Sebuah notifikasi muncul di layar ponselnya. Nama 'Rey' terpampang jelas, membuat Zee mendengus kasar.
(Besok pertandingan. Jangan lupa. Lo masih punya hutang.)
Zee tidak membalas. Ia hanya menyentuh layar dan menggeser notifikasi itu ke samping, lalu kembali fokus pada layar tablet di pangkuannya.
Ting!
Satu pesan lagi menyusul cepat.
(Ingat. Cuma buat gue.)
Zee mencibir, lalu meletakkan ponselnya di atas kasur.
“Cowok paling aneh yang pernah gue kenal…” gumamnya kesal, lalu mengalihkan pandangan kembali ke rencana yang telah ia susun.
••
"Lo ngapain senyum-senyum sendiri, Rey? Geli tahu nggak sih ngelihat lo begitu," celetuk Leo sambil melirik Rey yang tengah menatap ponselnya dengan senyum samar.
Ucapan Leo membuat Radit dan Raka otomatis menoleh ke arah Rey.
Dengan cepat, Rey menghapus ekspresinya dan menyelipkan ponselnya ke saku. "Bukan urusan lo," jawabnya ketus.
Mereka bertiga saling pandang, lalu Raka angkat bicara.
"Rey..."
"Hmm?" sahut Rey santai, menaikkan satu alis.
"Lo suka sama Zee, ya?" tanya Raka to the point.
Tatapan Rey menajam. "Belum," jawabnya singkat.
"Belum? Maksudnya... lo belum mencintai dia, tapi suatu saat nanti bakal suka setelah lo jatuh cinta?" goda Leo, membuat suasana jadi sedikit lebih ringan.
Rey tak membalas. Ia berdiri dari duduknya dan berjalan pelan ke arah jendela. Matanya menatap ke kejauhan, ke arah asrama putri yang samar terlihat dari lantai atas.
"Dia beda dari cewek lainnya..." ucap Rey pelan, hampir seperti bicara pada dirinya sendiri.
"Waktu dia datang, auranya langsung beda. Entah kenapa, gue nggak ngerasa marah waktu dia dekat-dekat, padahal biasanya gue gampang terganggu. Tapi dia... enggak."
Radit dan Raka terdiam. Mereka tahu, ucapan Rey barusan bukan main-main.
"Kalau rasa itu udah muncul, kejar. Zee itu tipikal cewek yang susah didekati, tapi bukan nggak bisa," ujar Radit memberi saran.
"Iya. Susah dimiliki, tapi kalau udah lo dapat, berarti lo beruntung banget," timpal Raka.
"Terus kalau Rey sama Zee, gue sama siapa dong? Huwaaa... Mami...!" rengek Leo sambil memeluk bantal, membuat ketiga temannya menatap malas.
Tanpa ampun, Raka langsung menyentil kening Leo. "Lo pikir gue nggak tahu siapa yang sebenarnya lo suka?" ucapnya sinis.
••••
Dring... Dring... Dring...
Suara ponsel Zee berdering tajam. Tanpa banyak pikir, ia langsung mengangkatnya.
"Barangnya udah gue titip ke satpam. Dia nggak izinin gue masuk," kata suara di seberang, terdengar agak kesal.
"Oke," balas Zee singkat.
Nada acuhnya membuat orang di ujung sana menghela napas panjang.
"Bonus buat lo udah gue transfer," lanjut Zee datar, lalu tanpa menunggu jawaban, ia langsung memutus sambungan.
Senyum langsung mengembang di wajah orang itu. Ia buru-buru membuka aplikasi bank di ponselnya.
"Gila, banyak juga. Yah… Zee nggak bilang makasih juga nggak apa-apa. Yang penting duitnya masuk," gumamnya senang.
Namun dari kejauhan, seseorang memperhatikannya diam-diam.
"Zee...? Ngapain dia minta dikirimin barang tengah malam gini?" bisik sosok itu, curiga.