Pendekar Sinting adalah seorang pemuda berwajah tampan, bertubuh tegap dan kekar. Sipat nya baik terhadap sesama dan suka menolong orang yang kesusahan. Tingkah nya yang konyol dan gemar bergaul dengan siapapun itulah yang membuat dia sering berteman dengan bekas musuh atau lawan nya. Perjalanan nya mencari pembunuh keluarga nya itulah yang membuat sang pendekar berpetualang di rimba persilatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikko Suwais, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SERANGAN ANEH
LODAYA Masih menatap Rangga yang berada di atas sebuah pohon beringin tua. Ia berjalan was-was mendekati pohon itu sembari berteriak,
"Turun kau bocah dungu! Jangan kau kira aku takut akan kesaktian mu itu!" Lalu Lodaya menghentakan telapak tangan nya ke arah pohon besar itu.
*Clappp!* Keluarlah sinar tenaga dalam berwarna biru laut sebesar kelereng dengan cepat dan dipertengahan jarak meledak.
*Duarrrrrrr......!!* Angin dari ledakan itu membuat tubuh Lodaya terlempar beberapa langkah. Rangga berpegangan erat pada dahan pohon itu yang bergetar hebat. Benturan energi tenaga dalam sinar Lodaya mengandung hawa panas yang amat menyengat ditambah hadangan sinar warna kuning yang mengakibatkan ledakan keras tadi. Daya panas dari dua sinar itu makin membuat sekeliling hutan itu gersang dan daun-daun pohon mengering layu. Untung Rangga berlindung dibalik dahan besar yang kini sedikit menghitam, Jika tidak tubuh Rangga akan mengalami luka bakar yang amat menyakitkan.
Bocah itu belum mengerti dengan apa yang sedang terjadi kepadanya dan juga Lodaya. Disaat itu juga muncul Tayub dari arah selatan dan melihat Lodaya terpuruk dalam keadaan tubuh nya bersandar pada sebatang pohon jati liar. Tayub kaget bukan kepalang melihat rekan nya itu dalam keadaan menyedihkan, Wajah nya rusak seperti terkena air keras dan baju nya robek sana sini serta tubuh nya penuh dengan luka bakar.
"Hei kau kenapa Lodaya!? Siapa yang menyerangmu!?" Lodaya tak bisa menjawab pertanyaan Tayub sebab bibir nya rusak parah. Tapi jari tangan nya menunjuk ke arah sebuah pohon beringin didepan nya. Tayub mengalihkan pandangan melongok ke atas pohon itu dan nampak Rangga sedang bertengger di balik dahan yang bercabang.
"Sedang apa anak itu disana!? Apa anak itu yang telah menumbangkan mu sebegini parah nya...!?" Lodaya hanya mengangguk pelan saja. Sepertinya nyawa nya sudah tak lama lagi, Mata nya kian redup dan kosong. Tayub nampak iba melihat nya, Tetapi sebelum itu ia sempat memiliki pikiran jahat untuk membunuh Lodaya jika berhasil menangkap bocah itu. Namun tetap saja ia tak berani membunuh Lodaya yang sekarat itu, Hingga pada akhirnya ia berkata.
"Maaf Lodaya, Aku tak bisa menyelamatkan nyawa adik mu dan sepertinya kau juga akan menyusul nya." Ucap nya datar saja, Lalu Lodaya berusaha berucap kata walau pelan.
"Buu..n..uh! A....nn..a..k i..tuh!" Hanya itu ucapan terakhir Lodaya bersama hembusan napas terakhirnya. Tayub pun mengusap mata Lodaya yang terbuka sedikit itu dan berpaling menatap Rangga yang ada di diatas pohon. Yang ditatap hanya mendengus benci, Sebab ia ingat wajah Tayub yang telah menyiksa ayah nya.
"Turun kau bocah ingusan! Atau kau ingin aku yang naik kesana!?" Tak banyak bicara lagi Tayub langsung menyentakan kaki nya terbang ke atas pohon itu. Namun dipertengahan jarak ia merasakan hawa padat ingin menghantam nya, Ia mau menghindari nya namun sedikit terambat. Gumpalan hawa padat tanpa sinar menghantam wajah nya dengan keras.
*Bughhh!!* "Arhhhhh...!!" *Grusakkkk!* "Wadauuuu!!"
Tayub terlempar ke dalam semak belukar penuh duri dan menjerit kesakitan disana. Dada nya terasa mau jebol mendapat serangan tanpa sinar tadi, Ia berusaha bangun dan pandangannya kian buram.
"Kenapa dengan mataku!?" Sambil meraba wajah nya, Ia melihat sesosok bayangan manusia berpakaian serba putih dibawah pohon tempat Rangga berada.
"Hei siapa kau!? Apa kau yang tadi menyerangku hah!?" Tanya Tayub masih mengucek-ngucek mata nya. Tayub kesal karena matanya tak kunjung normal lagi, Pada akhirnya ia menyentakan sinar tenaga dalam nya ke depan. Tak ada suara jeritan atau ledakan dan suasana hening disana, Kejap kemudian terdengar suara ledakan kecil di ujung sana.
Rangga sudah tak berada di atas pohon itu, Ada seorang lelaki tua yang telah membawa nya turun dan berpindah tempat. Orang tua itu tak pedulikan Tayub yang sebentar lagi akan jatuh ke dalam jurang.
"Kakek siapa!?" Tanya Rangga merasa asing kepada orang tua itu.
"Nanti kakek akan menjelaskan nya nak, Yang penting sekarang kamu ikut pergi ke rumah kakek."
"Tidak mau! Aku mau pulang kek!" Ucap Rangga Cemberut.
"Kau mau pulang kemana!? Bukankah seluruh anggota keluarga mu sudah dibantai?" Rangga merenung teringat kembali kejadian yang menimpa keluarga nya. Terlebih lagi ia melihat jelas dengan mata kepala nya sendiri, Pada saat itu ia teringat kepada Paman Gadung.
"Kakek, Aku ingin kesana." Sambil menunjuk ke arah utara.
"Kau mau kemana bocah!?" Tanya kakek tua itu.
"Aku ingin melihat keadaan Paman Gadung, Kek."
"Orang itu sudah tewas dibunuh oleh orang itu!" Sambil menunjuk ke arah Tayub. Rangga tersentak kaget dan menatap orang tua itu.
"Darimana kakek bisa tahu hal itu!?" Tanya Rangga sangsi.
"Sebelum kakek kemari, Kakek melihat nya." Tanpa permisi Rangga berlari ke arah yang ia tuju dan membuat kakek tua itu berteriak memanggilnya.
"Hei bocah tunggu....!" Mau tak mau orang tua itu pun segera menyusul Rangga.
Tayub menelengkan kepala nya sambil berjalan meraba-raba bagai orang buta. Ia terus saja melangkah ke depan tanpa tahu bahwa ia sekarang berada di dekat bibir jurang yang terjal dan dalam. Langkah nya kian dekat dan akhirnya terperosok ke dalam tebing curam itu,
"Aaaaaaaa.......! Tolooooong.....!" Teriak Tayub menggema dan suaranya kian lama kian mengecil.
Sebelumnya Urat Cambuk Iblis dan ke enam anak buah nya yang tersisa baru sampai di tempat mayat Logaya berada. Ia memperhatikan mayat Logaya dengan selidik dan berkata kepada anak buah nya,
"Siapa yang membunuh nya!?"
"Tidak ada luka tusukan atau serangan sinar tenaga dalam ketua. Luka di wajah dan tubuh nya ini bonyok seperti di amuk hewan liar!" Jawab Sudrajat yang mengecek luka nya Logaya.
"Apakah di sini ada hewan buas nya!?" Tanya Orson bertanya-tanya.
"Mungkin saja, Karena sekarang kita berada di hutan gunung." Jawab Dumang sambil matanya waspada.
"Jika begitu, Kenapa kuda itu tidak dimakan hewan buas!?" Tanya Yahwe yang menunjuk ke arah balik semak-semak. Disana ada kuda yang biasa di tunggangi Logaya dan kuda itu sedang makan rumput.
"Benar juga!" Kata Garong dan ia segera memeriksa kuda itu bersama Legowo. Dan benar saja tak ada luka sedikitpun ditubuh hewan itu, Hal itu membuat Urat Cambuk Iblis merenungkan obrolan anak buah nya itu, Kemudian ia berkata.
"Ayo kita susul mereka berdua, Semoga saja mereka berhasil menangkap bocah bengal itu!" Anak buah nya mengangguk setuju dan kini lanjut menyusuri jalan setapak menuju lapangan di atas bukit. Disaat itu juga mereka mendengar suara jeritan Tayub yang jatuh ke dalam jurang dan membuat mereka semua semakin yakin bahwa di hutan itu ada hewan buas yang ganas.