Dari semenjak lahir Syailendra dipaksa untuk "tak terlihat", dirumah, disekolah dan juga di lingkungan sekitarnya. Namun ternyata seorang perempuan bernama Ratu memperhatikan dan dengan jelas dan tertarik padanya. Perempuan cantik dan baik yang memberikan kepercayaan diri untuknya.
Sedangkan Ratu, Ia sosok perempuan sempurna. Ratu terkenal tak mau berkomitmen dan berpacaran, Ia seorang pemain ulung. Hidup Ratu berubah saat Ia dan Syailendra satu team mewakili olimpiade kimia dari sekolahnya. Mereka tak pernah sekelas, dan Ratu bahkan baru mengenalnya. Tapi sosoknya yang misterius merubahnya, Ratu merasakan sesuatu yang berbeda dengan pria itu, membuatnya merasa hangat dan tak mau lepas darinya.
Namun dunia tak mendukung mereka dan mereka harus berpisah, mereka lalu bertemu sepuluh tahun kemudian. Apakah kisah kasih mereka akan tersambung kembali? Atau malah akan semakin asing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 - Jangan Ganggu
"Ratu, kita perlu omongin semuanya. Kamu nggak bisa buang aku kayak gini. Aku nggak terima!"
Ratu merasa pergelangan tangannya ditahan dari arah belakang saat ia melintasi pekarangan sekolah. Galih, cowok itu membuntutinya sejak ia keluar dari kelas. Dan itu membuat Ratu kesal bukan main. Ia hempas tangan Galih, lantas memutar badan menatap cowok itu dengan sorot galak.
"Aku udah bilang kan? Berhenti gangguin aku. Aku nggak suka diganggu sama kamu terus!" hardik Ratu. Kesabaran gadis itu kian menipis karena Galih tak kunjung mengerti ucapannya.
Saat ini bahkan Ratu tidak berminat meladeni cowok itu. Ia galau seharian karena hari ini Syailendra masih tidak masuk sekolah. Ratu jadi tidak semangat belajar bahkan latihan untuk lomba.
"Gak bisa, Ratu. Aku udah sayang sama kamu. Cinta lebih tepatnya. Nggak bisa aku kamu buang gitu aja. Kamu duluan yang kasih aku harapan. Kamu harus tanggung jawab sama perasaanku yang kamu bikin hancur," suara Galih terdengar bergetar. Jelas lelaki itu terluka dari sorot matanya.
"Aku nggak pernah kasih kamu harapan. Kamu aja yang berharap lebih. Padahal aku respon kamu sebagai teman."
"Ratu jangan gini. Aku benaran suka sama kamu. Kamu harus jadian sama aku karena cuma aku yang sepadan sama kamu!"
Ratu melanjutkan perjalanannya tanpa mau memedulikan Galih.. Hal itu membuat Galih makin emosi. Lelaki itu berteriak—
"Demi cowok miskin aneh itu kamu nolak aku? Keenakan kamu diantar sama dia pake kendaraan umum sampai nemenin main tenis segala. Iya?!"
Langkah Ratu terhenti. Ratu tahu pasti siapa yang Galih maksud. Memutar badannya, Ratu tatap Galih dengan sorot tajam.
"Dari mana kamu tahu aku ditemenin sama Syailendra main tenis?!"
Galih tertawa picik. "Aku selalu tau apa pun tentang kamu. Aku nggak suka ada cowok yang dekatin kamu dan bikin kamu nolak aku. Jadi ya udah, aku hajar aja Syailendra waktu dia pulang dari rumah kamu. Syukurin dia babak belur. Kalau perlu nggak usah masuk sekolah ini lagi!"
Bagai disambar petir di siang bolong rasanya Ratu mendengar hal itu. Dadanya pengap, ulu hatinya terasa sakit. Ia hampiri Galih dengan badan gemetar hebat.
"Apa kamu bilang? Kamu ... hajar Syailendra sampai babak belur?" pelan, namun suara Ratu penuh tekanan emosi.
"Ya. Aku hajar dia supaya dia tahu batasan. Aku benci sama dia. Cowok nggak tau diri itu cuma hama yang nggak pantas dapatin kamu!"
Rahang Ratu mengetat. Sakit sekali hatinya saat Syailendra dilukai oleh orang lain. Alhasil, karena tak mampu mengendalikan emosi, Ratu mendaratkan tamparan di pipi lelaki itu.
Plak!
Pipi Galih terasa panas dan berdenyut. Tamparan itu berbunyi cukup keras hingga membuat banyak pasang mata memerhatikan mereka.
"Kenapa kamu nampar aku?!" Galih shock.
"Beraninya kamu ngehajar Syailendra kayak gitu! Emang kamu pikir kamu siapa? Kamu nggak berhak larang aku bergaul sama siapa pun karena kamu bukan pacar aku!"
"Kamu belain di—akh!"
Seolah tak diberi kesempatan menyanggah, Ratu meraih kerah baju Galih dan mencengkeramnya erat. Kancing baju bagian atas galih sampai copot saking kerasnya cekalan itu.
"Jangan berani-berani kamu ganggu Syailendra lagi. Dengan kamu kayak gini aku semakin nggak mau sama kamu. Aku nggak respect karena kamu ternyata jahat dan tempramental. Aku nggak suka cowok kasar!" hardik Ratu. Suaranya terdengar keras, menggema ke seluruh lapangan depan sekolah.
"Aku bisa benci sama kamu, Galih. Aku bisa laporin kamu ke polisi kalau sampai Syailendra kenapa-kenapa!"
Lantas Ratu dorong tubuh Galih hingga terpental ke belakang—nyaris jatuh.
Dengan emosi yang tak terkendali, Ratu memutar badannya untuk pergi dari sekolah itu. Mata Ratu memburam, bibirnya bergetar menahan tangis. Pikiran Ratu diisi full oleh Syailendra. Ia benar-benar khawatir dengan keadaan cowok itu.
Pantas saja Syailendra tidak masuk sekolah 2 hari ini. Ternyata itu semua karena ulah Galih. Andai Ratu tahu sejak awal, sudah ia buat perhitungan dengan cowok tempramental itu. Ratu jadi menyesal merima tawaran Galih untuk kenal lebih dekat jika ujungnya lelaki itu terobsesi padanya.
Menyeka sudut matanya, Ratu coba hubungi Syailendra kembali. Sayangnya ponsel itu tidak aktif. Ratu makin panik. Sangat panik karena tak tahu di mana lelaki itu dan bagaimana kabarnya saat ini.
"Syai... kamu di mana?" isak Ratu.
Gadis itu bagai orang bingung yang kehilangan arah. Berlari ke halte, berharap Syailendra ada di dalam bis itu, atau barangkali datang menunggu bis seperti biasanya. Padahal kegiatannya itu hanyalah hal yang sia-sia.
Tak menyerah sampai di sana, Ratu coba mengirim pesan di grup whatsApp angkatan. Barangkali ada yang tau informasi tentang Syailendra. Sayangnya tidak ada yang tahu kabar terbaru cowok itu. Bahkan Ratu diledek oleh mereka karena menanyakan Syailendra—si murid misterius yang jauh level popularnya dibanding Ratu.
Aku nggak pernah sepanik ini hanya karena menunggu kabar dari seseorang.
Syailendra ... kamu di mana? Kamu baik-baik aja kan?
Tiap detik rasanya begitu lama karena kamu nggak ada di sini. Aku ... pengen lihat kamu lagi. Tolong kembali....
Ratu membatin sedih. Perasaannya hancur bagai mendapat musibah besar. Padahal siapalah Syailendra. Hanya teman olimpiade yang ia kenal beberapa waktu belakangan.
Ratu bahkan tak ragu menaiki bis yang biasa Syailendra naiki sepulang sekolah. Ratu sudah mulai mengerti cara berdiri yang baik di bis agar tidak jatuh. Juga sudah tahu cara menyetop bis saat ingin turun di pemberhentian.
Maka tujuan Ratu saat ini adalah tempat yang biasa ia dan Syailendra kunjungi. Ia pun minta berhenti di halte dekat warung bakso yang mereka kunjungi di hari pertama berkenalan. Ratu berjalan tanpa arah. Seakan-akan dengan ia berkelana seperti itu bisa bertemu Syailendra.
Bodoh memang. Ratu sendiri tahu ia melalukan hal yang tidak penting-penting sekali. Mencari orang yang tak tahu alamatnya di mana kecil kemungkinannya untuk bertemu. Kalau pun ketemu, itu hanya kebetulan. Atau mungkin rencana semesta untuk mempertemukan.
Syailendra bahkan tidak bilang sama sekali rumahnya di mana. Kawasan rumah lelaki itu pun Ratu tak diberi tahu. Syailendra, lelaki itu datang dan pergi sesuka hati. Curang. Ini curang namanya. Syailendra tahu semua tentangnya, sementara ia tidak ....
Jam berganti jam, langit yang tadinya cerah kini terlihat mendung. Ratu mendongak ke atas dan menemukan gumpalan awan hitam menutupi langit biru. Celakanya, hujan mulai turun membasahi bumi. Para manusia berlarian mencari tempat berteduh. Sementara Ratu masih berdiri di persimpangan jalan. Ah, ia berjalan sudah lebih dari 1.5km dari warung bakso itu. Kaki Ratu amat lelah. Alhasil ia berjongkok di trotoar karena tak kuat lagi melangkah.
Rintik yang membasahi kulitnya tak sedikit pun membuat Ratu beranjak dari sana. Lelah fisiknya tak sebanding dengan lelah hati dan pikiran. Apalagi teringat ponselnya yang beberapa menit lalu mati total karena kehabisan baterai. Sekarang bagaimana caranya ia menelepon supir minta dijemput?
"Aku bodoh," umpat Ratu sambil mencengkeram rambutnya frustrasi. "Aku ngerasa kayak orang bodoh yang nyasar gak tahu alamat. Tega kamu bikin aku begini, Syai...."
"Syailendra ... kamu di mana sih sebenarnya? Kata orang dunia selebar daun kelor. Mana? Aku udah muter nyariin kamu, tapi kamu tetap enggak ketemu."
"Syai ... aku kangen."
Bertepatan dengan itu Ratu merasakan hujan di kepalanya berhenti. Gadis itu mendongak ke atas, dan menemukan sesosok lelaki tinggi semampai memayungi kepalanya dengan payung bening.
"Kenapa kamu jongkok di trotoar? Nggak lihat hari hujan? Mau cari penyakit, ya?!"
Jantung Ratu seolah berhenti berdetak selama sedetik. Lelaki itu Syailendra, orang yang membuatnya tersasar ke daerah ini.
Air mata Ratu tumpah makin deras. Gadis itu berdiri, kemudian menghamburkan diri ke pelukan Syailendra sampai payung yang dipegangi oleh cowok itu lepas dari tangan. Tubuh mereka berdua langsung disambut guyuran hujan.
"Kamu ... jangan pernah hilang lagi, Syailendra."