Rangga, seorang pria biasa yang berjuang dengan kemiskinan dan pekerjaan serabutan, menemukan secercah harapan di dunia virtual Zero Point Survival. Di balik kemampuannya sebagai sniper yang tak terduga, ia bercita-cita meraih hadiah fantastis dari turnamen online, sebuah kesempatan untuk mengubah nasibnya. Namun, yang paling tak terduga adalah kedekatannya dengan Teteh Bandung. Aisha, seorang selebgram dan live streamer cantik dari Bandung, yang perlahan mulai melihat lebih dari sekadar skill bermain game.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudhi Angga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 : Kemitraan yang Lebih Dalam
Setelah event di Jakarta, hidup Rangga memasuki fase baru yang jauh lebih stabil dan mapan. Pengakuannya di panggung telah memadamkan sebagian besar keraguan yang dulu menghantuinya. Ia masih Rangga, pria sederhana dari Bandung, tapi kini ia juga Ren, pro player dan influencer dengan jutaan pengikut, yang keberadaannya diterima sepenuhnya oleh publik, terutama setelah kejujurannya. Ia tak lagi merasa harus bersembunyi.
Karir Ren sebagai streamer profesional melesat bak roket. Jadwal streaming-nya padat, dengan ribuan, bahkan terkadang puluhan ribu, penonton setia yang membanjiri chat dengan donation dan komentar. Kemitraan dengan brand-brand besar pun berdatangan tanpa henti. Ia kini memiliki manajer pribadi yang membantunya mengelola jadwal, kontrak, dan kolaborasi. Ruang kosannya yang dulu terasa sempit, kini lebih sering ramai dengan tim kecilnya—seorang asisten yang membantunya mengelola social media, dan kadang-kadang, manajernya.
Perkembangan pribadinya pun tak kalah signifikan. Rangga perlahan-lahan mulai merasa lebih nyaman dengan identitas gandanya. Ia belajar bahwa menjadi Ren di depan kamera tak berarti harus melupakan Rangga yang asli. Ia bahkan mulai bisa menyatukan keduanya, membiarkan sisi humor dan kesederhanaan Rangga muncul di stream, yang justru membuat pengikutnya semakin mencintainya. Komentar-komentar seperti "Ren itu orangnya humble banget ya, padahal jago!" atau "Ren ini kayaknya memang true gamer, bukan cuma cari sensasi" sering ia temukan, dan itu memberikan kelegaan tersendiri.
Ia tak lagi menghindar dari ajakan Aisha untuk bertemu di dunia nyata. Mereka sering mengadakan pertemuan langsung untuk membahas strategi streaming, kolaborasi konten, atau bahkan sekadar makan di luar. Momen-momen itu perlahan menghilangkan kecanggungan yang dulu ada. Rangga kini bisa berbicara lebih santai dengan Aisha, bahkan sesekali melontarkan lelucon. Aisha pun melihat perubahan besar dalam diri Rangga. Ia melihat Rangga yang semakin percaya diri, yang mulai berani mengambil inisiatif.
Hubungan antara Rangga dan Aisha pun semakin mendalam, melampaui sekadar rekan gaming atau mentor-murid. Setelah event di Jakarta, ada sentuhan baru dalam interaksi mereka. Aisha tak lagi selalu dominan, ia kini lebih sering mendengarkan, memberikan ruang bagi Rangga untuk berbicara. Ia sering menatap Rangga dengan senyum hangat, tatapan mata yang dulu hanya ia tebak-tebak artinya, kini terasa lebih jelas: ada ketertarikan di sana.
Suatu sore, saat mereka sedang membahas ide konten di kafe favorit mereka, Aisha tiba-tiba menatap Rangga. "Ren," katanya, suaranya sedikit lebih pelan dari biasanya. "Aku senang kamu sudah berubah banyak. Kamu sudah berani jadi dirimu sendiri."
Rangga tersenyum tipis. "Itu semua karena Teteh Aisha. Teteh yang membimbingku."
Aisha tersenyum. "Kita ini tim, Ren. Baik di game maupun di luar game." Ia mengulurkan tangannya di atas meja, menyentuh tangan Rangga. Sentuhan itu ringan, namun mengirimkan getaran hangat ke seluruh tubuh Rangga. Ini adalah momen pertama kali Aisha berani menunjukkan sentuhan fisik yang lebih dari sekadar pertemanan. Jantung Rangga berdebar kencang. Ia membalas genggaman tangan Aisha, merasakan kelembutan dan kehangatan yang mengalir.
"Iya, Teteh Aisha," kata Rangga, suaranya sedikit serak. "Kita tim."
Kemitraan mereka di Zero Point Survival pun semakin kuat. Mereka adalah duo yang tak terkalahkan. Ren sebagai sniper mematikan dan Aisha sebagai support yang strategis, saling melengkapi. Penonton mencintai dinamika mereka, chemistry mereka yang begitu alami, baik saat mabar yang serius maupun saat mereka saling beradu canda di stream.
Namun, kesuksesan tak datang tanpa tantangan. Seiring dengan ketenaran yang memuncak, tekanan pun ikut meningkat. Kompetisi di dunia e-sports semakin ketat. Tim-tim baru bermunculan dengan pro player yang tak kalah hebat. Komentar-komentar negatif dari haters juga semakin banyak, mencoba meremehkan bakat Ren, menuduhnya hanya beruntung, atau bahkan mencoba mengorek-ngorek masa lalunya yang sederhana.
"Ren itu cuma one-hit wonder!"
"Dasar ex-pelayan kafe, sok-sokan jadi pro player!"
Awalnya, komentar-komentar itu sempat mengusik Rangga. Namun, ia tak lagi bersembunyi di balik rasa malu. Ia telah belajar dari Aisha, dari pengalamannya sendiri, untuk tidak memedulikan suara-suara negatif. Ia fokus pada tujuannya, pada latihannya, dan pada komunitas positif yang mendukungnya.
Suatu kali, dalam sebuah sesi tanya jawab di live stream, seorang penonton bertanya, "Ren, bagaimana kamu menghadapi haters dan tekanan?"
Rangga tersenyum di depan kamera. "Dulu mungkin aku akan marah atau sedih. Tapi sekarang, aku sadar, kalau mereka cuma buang-buang waktu dengan hate mereka. Lebih baik fokus sama orang-orang yang mendukung kita, dan terus berusaha jadi lebih baik. Suara mereka tidak bisa mengalahkan suara jutaan orang yang percaya sama kita." Jawaban itu disambut sorakan dan donation dari penonton, menunjukkan kematangan Rangga yang luar biasa.
Aisha, yang juga berada dalam stream itu, menatap Rangga dengan senyum bangga. Ia tahu, Rangga telah menemukan jati dirinya. Ia tidak lagi hanya menjadi boneka kesuksesan Ren, melainkan telah tumbuh menjadi pemimpin, seorang influencer sejati yang mampu menginspirasi.
Malam itu, setelah stream selesai, Aisha mengirim pesan kepada Rangga. Kamu sudah siap untuk tantangan yang lebih besar, Ren. Aku tahu itu.
Rangga membaca pesan itu, lalu menatap trophy juara kedua dari turnamen nasional yang kini terpajang di sudut kamarnya. Ia tersenyum. Ia tahu apa yang Aisha maksud. Turnamen internasional. Sebuah panggung yang lebih besar, dengan tantangan yang lebih berat, namun juga peluang untuk membuktikan dirinya sepenuhnya. Kali ini, ia tidak akan menghindar. Ia akan menghadapinya, sebagai Ren yang telah berdamai dengan Rangga-nya. Dan dengan Aisha di sisinya, ia tahu ia tidak sendiri.