Aluna, 23 tahun, adalah mahasiswi semester akhir desain komunikasi visual yang magang di perusahaan branding ternama di Jakarta. Di sana, ia bertemu Revan Aditya, CEO muda yang dikenal dingin, perfeksionis, dan anti drama. Aluna yang ceria dan penuh ide segar justru menarik perhatian Revan dengan caranya sendiri. Tapi hubungan mereka diuji oleh perbedaan status, masa lalu Revan yang belum selesai, dan fakta bahwa Aluna adalah bagian dari trauma masa lalu Revan membuatnya semakin rumit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Revan dan Bastian baru saja keluar dari restauran tempat ia meeting malam ini sembari menghadiri jamuan makan malam.
"Bos, nona Aluna masih di kantor." ucap Bastian membuat Revan menghentikan langkahnya meskipun begitu ia tidak berniat membalik badannya menatap Bastian.
"Bukan urusan saya, itu tangung jawabnya." ucapnya kemudian masuk ke dalam mobil membuat Bastian menyusul dan duduk di balik kemudi. Melihat cara Revan menanggapi ucapannya, Bastian pun meyakini jika Revan ini langsung pulang saja dan tidak berniat ke kantor.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba hujan turun begitu lebat, terlihat sesekali Revan melirik ke arah luar, pikirannya tengah dipenuhi Aluna yang mungkin akan bermalam di kantor jika hujan tidak kunjung reda,
Tapi itu bukan urusanku ..., dengan cepat Revan mengalihkan pikirannya.
"Kita ke kantor." dan tiba-tiba hall mengejutkan terlontar dari mulutnya membuat Bastian hanya tersenyum tipis tanpa menoleh ke belakangan dan menganggukkan kepalanya.
Ternyata Revan kalah saat berperang dengan ego dan harga dirinya, kantor dengan jalan yang ia lewati saat ini tentu berlawanan, tapi itu tidak membuatnya mengalihkan keputusannya saat ini meskipun jarak ke rumahnya jauh lebih dekat dari pada ke kantor.
Dan benar saja, begitu sampai di depan kantor, ia bisa melihat gadis itu tengah berdiri di depan gedung, sendirian.
akhirnya mobil berhenti tepat di depan Aluna, "Saya akan turun, bos." ucap Bastian tapi dengan cepat Revan memberi isyarat agar ia tetap di tempatnya dan Bastian hanya bisa menurut.
Revan menurunkan setengah kaca mobilnya membuat gadis itu bisa melihat siapa yang ada di dalam mobil itu,
"Pak Revan."
Pria dingin itu bahkan tidak berniat menoleh pada Aluna, "Masuk." perintahnya dengan nada dingin.
"Hahh?" Aluna tidak yakin dengan yang baru saja ia dengar.
Kali ini Revan menoleh dan lagi-lagi tatapan dingin itu yang semakin menusuk tubuh Aluna yang sudah di terpak dinginnya air hujan, "Tidak akan ada taksi lagi, jadi masuk atau biarkan kamu menjadi es batu di situ."
Aluna masih tidak percaya dengan yang ia dengar, ia masih diam dan mencerna apa yang baru saja ia dengar.
"Saya tidak akan mengulang untuk yang ke tiga kalinya," ucapnya dingin dan hendak menaikkan kembali kaca jendelanya, "Bastian, jalan!" perintahnya.
"Aku ikut," dengan cepat Aluna menarik handle pintu agar tidak sampai tertinggal hingga pintu itu terbuka dan ia duduk tepat di samping Revan.
Dan kembali Bastian tersenyum sembari kembali melakukan mobilnya, hal yang begitu langka melihat bosnya peduli dengan seseorang, apalagi ini orang yang terbilang asing.
Suasana di dalam mobil cukup dingin, tidak ada percakapan. semuanya tengah sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Aku rasa ini tidak buruk, jika aku bisa mengambil hati bos dingin ini, bukankah itu hal yang bagus, bahkan lebih bagus dari yang seharusnya ..., batin Aluna yang mulai memikirkan ide gilanya.
Lagi pula bos sepertinya juga masih jomblo, aku juga bisa memamerkannya sama Dirga dan ..., aku akan menang..., batinya semakin nakal. Bukan hanya menjadi pacar bayaran yang pernah ia lakukan tapi ia malah berniat untuk menjadi kan hal itu kenyataan.
"Ini untukmu, baca dan pelajari." tidak ada percakapan sebelumnya dan tiba-tiba pria dingin disampingnya menyodorkan sebuah map seketika membuyarkan lamunan Aluna, Aluna tidak berpikir panjang, ia segera membukanya dan mulai membaca. Baru di bagian judul saja sudah berhasil membuat bola mata Aluna membulat sempurna.
Apakah baru saja ada badai? Tanyanya dalam hati bingung. "Ini....,"
"Kontrak pernikahan.jika kamu mau saya akan membayarmu sepuluh kali lipat dari gaji yang kamu terima saat ini." ucap Revan dan lagi-lagi tanpa melihat ke arah Aluna.
Sepuluh kali lipat???? Memang berapa gaji anak magang di R Project? bagaimana aku tidak kepikiran menanyakan pada HR ya, batin Aluna mulai memutar otaknya.
Ehhhh, tapi menikah? Bukankah ini terlalu jauh?
"Kenapa? Kamu tidak mau?" tanya Revan, kali menoleh menatapnya seolah ingin memakan Aluna hidup-hidup.
Dengan cepat Aluna menggelengkan kepalanya, "Bukan seperti itu."
"Lalu?"
Bisa nggak sedikit lebih panjang pertanyaannya, batin Aluna kesal dengan kata-kata singkat yang selalu di lontarkan oleh sang bos. Aluna menelan salifanya, "Bukankah menikah itu terlalu cepat? Maksud saya, menikah bukan hal yang terburu-buru kan?" ucap Aluna dengan begitu tegang.
Apalagi tiba-tiba mobil berhenti membuat jantung Aluna seperti hendak lepas dari tempatnya, "Kenapa berhenti?" tanya Aluna mulai khawatir.
Srekkkk
Tiba-tiba Revan mencondongkan tubuhnya pada Aluna membuat Aluna dengan cepat memejamkan matanya,
Apa dia akan mencium ku? Aku belum siap...
Klek
"Cepat keluar."
Mata Aluna terbuka, ternyata Revan telah membuka pintu mobil yang ada di belakangnya membuat pipi Aluna seketika memerah, saat ini mereka sudah berada di depan rumah Aluna. Aluna hanya bisa berbalik dan hendak keluar tapi lagi-lagi ia harus terhenti karena ucapan Revan.
"Aku tunggu keputusanmu hingga besok."
Aluna tidak berniat menjawab, ia memilih keluar dari mobil dan dalam sekejap mobil meninggalkan Aluna sendiri.
"Dia pria yang aneh," gumamnya kemudian memilih berlalu memasuki pagar rumahnya, tampak rumah masih gelap itu tandanya belum ada kehidupan di rumah itu. Asisten rumah tangganya hanya datang pagi hari dan akan pulang saat sore jadi saat malam hari di rumah itu hanya ada Aluna dan ibunya, lebih sering hanya ada Aluna karena ibunya terlalu sibuk hingga jarang pulang.
Aluna bergegas ke kamarnya dan menghempaskan tas juga map yang di berikan oleh Revan tadi, ia tidak sabar ingin segera menceburkan tubuhnya ke dalam bak mandi, seharian bekerja membuat tubuhnya begitu lengket.
Setelah mandi, Aluna tidak berniat melakukan apa-apa lagi, meskipun map yang berisi kontrak pernikahan itu ada di atas tempat tidurnya, ia tidak berniat memeriksa, ia memilih segera menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur dan membenarkannya di balik selimut.
"Pokoknya malam ini aku pengen tidur nyenyak."
Hanya butuh waktu beberapa menit saja kesadarannya sudah hilang dan berpindah ke alam mimpi.
Mungkin karena terlalu kelelahan bekerja, membuat Aluna terbangun tengah malam karena mimpi buruk.
Hah hah hah ....
Nafasnya tersengal-sengal, ia terduduk di atas tempat tidur, tampak keningnya juga berkeringat. "Kenapa harus mimpi buruk sih," keluhnya kesal sembari masih memegangi letak jantungnya, tenggorokannya juga terasa begitu kering.
Ia melirik pada jam yang tergantung di dinding, "jam dua malam." gumamnya lirih kemudian menoleh pada meja nakas, menatap pada botol yang berada di atasnya,
"Kosong, kayaknya aku lupa isi tadi."
Karena tenggorokannya yang kering, terpaksa ia turun dari tempat tidur dan mengambil botol kosong itu, ia harus ke bawah untuk mengambil air. Baru beberapa langkah menuruni tanggal, langkahnya terhenti,
"Ibu,"
Bersambung
Happy reading