"Aku tak peduli dengan masa lalu. Yang aku tahu adalah masa kini dan masa depan. Masa lalu hanya hadir untuk memberi luka, dan aku tak ingin mengingatnya!!" (Rayyan)
"Aku sadar bukan gadis baik baik bahkan kehadiranku pun hanya sebagai alat. Hidupku tak pernah benar benar berarti sebelum aku bertemu denganmu." (Jennie)
"Aku mencintaimu dengan hati, meski ku akui tak pernah mampu untuk melawan takdir."( Rani)
Kisah perjuangan anak manusia yang hadir dari sebuah kesalahan masa lalu kedua orang tua mereka. Menanggung beban yang tak semestinya mereka pikul.
Mampukah mereka menaklukkan dunia dan mendirikan istana masa depan yang indah dengan kedua tangan dan kakinya sendiri?
Atau kejadian masa kelam orang tua mereka akan kembali terulang dalam kehidupan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serra R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9.09. Ulah Laelah
"Masih nggak ngaku jika mengenalnya? kalian kenal dimana dan sejak kapan?" Vino terus saja bertanya padahal keduanya kini sedang berkeliling supermarket.
Entah untuk apa sebenarnya Vino mengajaknya kesini. Ditanya sejak awal lelaki itu hanya tersenyum tanpa berniat menjawab.
"Dia pernah jadi lawan bisnis Tuan Raka." Jelasnya kemudian sedikit malas.
"Wah keren, pantas saja penampilannya sangat berkelas dan juga cantik." Vino berdecak kagum.
Dalam pandangan matanya sejak pertama kali melihat kehadiran Jennie sudah sangat berbeda dengan gadis gadis lainnya yang pernah ditemuinya di kota ini. Jennie yang terlihat cuek tersebut menambah kharisma nya. Kesan cewek tangguh langsung melekat dalam pikiran Vino.
Berbeda dengan Rayyan yang sudah kenyang melihat penampakan gadis gadis seperti itu di ibu kota.
"Iya keren, saking kerennya sampai melakukan berbagai cara untuk menjatuhkan lawan demi sebuah tander."
"Bagus dong, itu artinya dia punya kemampuan."
"Kemampuan untuk melempar diri diatas ranjang pria beristri, begitu maksudmu?"
Ha
Vino mengernyap pelan mendengar penuturan Rayyan sementara yang bersangkutan sudah melangkah jauh didepan sana. Kepala Vino menggeleng pelan sebelum akhirnya berjalan cepat agar tak tertinggal.
.
.
Jennie masuk ke dalam mobilnya setelah makan siang bersama Rayyan. Ha, bukan bersama tapi lebih tepatnya dia yang ikut bergabung dalam satu meja dengan pria muka tembok tersebut.
"Ckck, dia selalu menampilkan muka begitu. Apa nggak capek? atau memang dia mengalami kelainan hingga tak bisa tersenyum bahkan sedikit saja? aish menyebalkan!! tapi sudahlah yang penting aku ada teman saat makan." gumamnya sambil mulai menghidupkan kembali mobilnya.
Sementara tak jauh dari sana tepatnya di sebuah cafe nampak Rani masih menatap kearah parkir dimana mobil Jennie bergerak pelan keluar dari halaman parkir.
"Sedang apa dia disini?"
"Mbak, ada apa?" Laelah menyenggol lengan Rani pelan.
"Ada apa, la?"
"Mbak yang ada apa, dari tadi mandangin apa sih?" Laelah celingukan mencari sesuatu yang mungkin menjadi objek Rani.
"Cie cie..." Soraknya sambil mengerlingkan mata ke arah Rani yang menatapnya penuh tanya.
"Bilang dong kalau mbak pagi liatin mas Ardi daritadi. Kan nggak akan ganggu aku tuh." Selorohnya sambil memainkan kedua matanya.
"Apaan sih?" Rani mengikuti arah pandang Laelah. Disana nampak jelas dua orang yang sedang berbincang dan salah satunya adalah Ardi.
Vino nampak sedang berbincang dengan Ardi. Dirinya hanya menjadi pemancing andai benar dugaan mereka selama ini jika Ardi terlibat dengan sabotase yang terjadi dalam proyek yang sedang dikerjakan Aditama grup.
"Baiklah, atur saja pertemuannya kapan biar nanti kita bicara. Maaf untuk hari ini karena sepertinya saya tidak bisa." Ardi tersenyum sopan. Tak ada yang berubah dari pemuda itu.
"Baiklah. Kalau begitu nanti saya sampaikan pada tuan Rayyan untuk membuat janji temu dengan mu. Sampai ketemu nanti dan maaf telah mengganggu waktumu."
Keduanya memisahkan diri setelah saling bersalaman. Vino beralasan jika dirinya dan Rayyan hari ini datang untuk bertemu dengan klien yang kebetulan mereka membuat janji di salah satu kedai di sekitaran supermarket.
Tak lama nampak Rayyan berjalan keluar dengan membawa paper bag ditangannya. Kacamata hitamnya masih bertengger di atas hidung mancung nya namun tatapan matanya tetap tajam memperhatikan sekeliling.
"Dia semakin tampan, hanya saja sikapnya yang acuh begitu membuat wanita segan untuk mendekat. Apa dia itu nggak normal?" Vino menggeleng dengan cepat mengenyahkan pikiran buruk tentang sahabatnya tersebut.
Memasang senyum lebar membuat Rayyan yang melihatnya memicingkan kedua matanya. Namun lelaki itu tak ambil peduli dan melanjutkan langkahnya menuju mobilnya yang terparkir.
.
.
"Maaf lama menunggu ya. Tak sengaja bertemu teman tadi diluar, tak enak kalau langsung di tinggal." Ardi mendudukkan dirinya tepat di hadapan Rani dan Laelah.
"Nggak apa mas, kita juga baru sampai kok." Laelah tersenyum sambil menyenggol lengan Rani yang berada diatas meja membuat gadis itu ikut tersenyum kaku.
"Sudah pesan belum?" Ardi membuka suara setelah matanya hanya melihat gelas minuman yang berada diatas meja.
"Belum mas, baru minum aja." Lagi dan lagi Laelah yang memberi jawaban.
Ardi sepertinya tak ambil pusing dengan semua itu. Dia mengangkat tangannya memberi kode pada pelayan untuk mendekat. Ketiganya memesan makanan masing-masing.
"Oh ya, La. Katanya sebentar lagi sekolahmu usai? lalu apa rencanamu kedepannya?"
"Mau cari kerja mas. Aku pengen bantu bapak biayai adik adik sekolah."
"Apa nggak sayang pendidikanmu? kenapa nggak kuliah sambil kerja."
"Kuliah biayanya mahal mas, aku takut sebelum bisa menambah beban keluarga nantinya. Makanya aku ingin kerja dulu siapa tahu aku bisa menabung untuk biaya kuliahku sendiri."
"Wah begitu juga bagus, kamu punya semangat untuk terus maju dan mandiri. Mas dukung itu, jangan sungkan ya. Kamu bisa cari mas jika butuh bantuan."
"Iya mas." Laelah tersenyum senang. Paling tidak dirinya punya harapan untuk bisa bekerja di pabrik tekstil milik keluarga Ardi setelah lulus sekolah nanti.
"Kamu sendiri bagaimana Dan, ada keinginan untuk kerja lagi?"
"Pengennya sih, tapi ayah nggak ijinin untuk kembali ke ibu kota." Lirih nya sambil menunduk. Jemarinya sibuk mengaduk aduk es jeruk yang di pesannya menggunakan sedotan.
"Gimana kalau kamu kerja di tempatku saja? nanti biar aku bantu kamu bicara sama ayah kamu."
Rani terdiam, Ayahnya pasti akan langsung setuju jika Ardi yang mengatakannya langsung. Akan tetapi semua itu akan semakin menambah beban pikirannya. Tak menutup kemungkinan jika apa yang dia lakukan akan semakin membuat sang ayah bersemangat dan menganggapnya bersedia menerima perjodohan itu.
Laelah yang sejak tadi menjadi pendengar merasa ada sesuatu yang harus kedua orang itu bicarakan. Gadis itu memilih berlalu ke kamar mandi.
Laelah melangkahkan kakinya menuju meja kasir, berbisik sebentar sebelum akhirnya memilih duduk yang sedikit tersembunyi agar tak terlihat oleh Rani maupun Ardi disana.
"Makasih ya mbak, untuk yang lainnya tetap antarkan saja ke meja nomer 8 sana." Ucapnya riang yang dibalas dengan anggukan kepala pelayan. Laelah memilih untuk keluar dari kedai dan menaiki angkot untuk bergegas pulang ke rumahnya dengan membawa pesanannya yang telah di bungkus.
"Terimakasih."
Ucap Rani ketika seorang pelayan selesai menghidangkan makanan mereka. Dahinya mengernyit ketika menyadari jika pesanan milik Laelah belum tiba begitu juga dengan gadis itu yang tak kunjung kembali.
"Ayo makanlah dulu, keburu makanannya dingin. Nanti kita lanjutkan lagi obrolan kita."
"Tapi Laelah belum kembali, pesanannya juga belum dihidangkan."
"Dia pulang duluan, baru saja mengirim pesan padaku." Ardi menunjukkan layar ponselnya dimana terdapat pesan dari Laelah yang mengatakan jika gadis tersebut pulang terlebih dahulu karena ditelfon oleh ibunya. Dia juga mengatakan jika makanan untuk nya sudah dibungkus dan di bawa pulang.
Rani menghela nafas berat, dia tahu jika semua itu adalah akal akalan sepupunya tersebut untuk meninggalkan dirinya berdua dengan Ardi. Merasa tak memiliki alasan lagi pada akhirnya Rani memilih menikmati makanan yang di pesannya dalam diam.
karena mereka berdua sama-sama menempati posisi istimewa di hati Rayyan
yang penting Daddymu selalu bersikap baik padamu toooh
koneksinya gak main-main seeeh
aaahh aku telat bacanya ya, harusnya pas maljum kemaren 😅😅😅
pasti rayyan bahagia dpet.jackpot yg masih tersegel.
wkwkw bisa langsung hamil itu kan thor, kasian para orang tua pingin punya cucu, bakal jadi rebutan pasti.
ok lah makasih ry udah buat rayyan dan jenie bahagia disini