NovelToon NovelToon
Theresia & Bhaskar

Theresia & Bhaskar

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Teen Angst / Diam-Diam Cinta / Keluarga / Romansa
Popularitas:588
Nilai: 5
Nama Author: Elok Dwi Anjani

Menyukai Theresia yang sering tidak dianggap dalam keluarga gadis itu, sementara Bhaskar sendiri belum melupakan masa lalunya. Pikiran Bhaskar selalu terbayang-bayang gadis di masa lalunya. Kemudian kini ia mendekati Theresia. Alasannya cukup sederhana, karena gadis itu mirip dengan cinta pertamanya di masa lalu.

"Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya. Aku yang bodoh telah menyamakan dia dengan masa laluku yang jelas-jelas bukan masa depanku."
_Bhaskara Jasver_

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elok Dwi Anjani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Anyelir

Bhaskar menatap mata Theresia dalam-dalam. “Gua juga bimbang sama perasaan gua. Bagi gua lo itu spesial dan paling istimewa dari banyaknya cewek-cewek lainnya.”

“Nggak usah gombal lo, atau gua tabok pake sendok,” ancam Theresia sambil mengangkat sendok di tangannya.

Laki-laki itu terkekeh dan meraih sendok di tangan gadis itu. “Udah, makan, lo belum makan, kan? Wajah lo aja masih sedikit pucat.”

Theresia membulatkan matanya dengan tangan yang sibuk mencari ponsel di tas kecilnya. Ia bercermin di layar tersebut sambil menghela napasnya.

“Gua lupa pake bedak sama lip balm,” kata Theresia.

“Ngapain pakai gituan kalau lo tetap cantik,” balas Bhaskar.

Gadis itu menghela napasnya lagi mendengar ucapan laki-laki yang sejak tadi menggombal. Sementara Bhaskar hanya tersenyum melirik Theresia dan menyodorkan kotak makan ke arah gadis itu.

“Makan,” titah Bhaskar.

Ternyata Theresia menurut. Bahkan ia makan dengan sangat lahap yang membuat Bhaskar senang melihatnya. Setelah tertinggal beberapa suapan lagi, laki-laki itu menyodorkan kotak makanan ke depan Theresia lagi.

“Cobain, gua yang buat tadi pagi.” Theresia mengerutkan keningnya dan membuka kotak biru tersebut yang terdapat kue berukuran kecil.

“Ini beneran lo yang buat?” Bhaskar mengangguk karena mulutnya terisi makanan.

Melihat alis Theresia terangkat membuat Bhaskar tersenyum karena tahu apa yang akan diucapkan gadis itu. “Enak, kan?”

“Kok bisa?” Theresia kembali memakan kue tersebut dengan rasa tidak percaya, tetapi ia harus percaya.

“Ya, bisalah. Waktu kecil gua sering bantuin bibi bikin roti dan gua belajar dari sana.”

Gadis itu mengangguk-anggukkan kepalanya dengan mulut yang terisi. Lantas kue itu habis tidak tersisa dengan bibir Theresia yang comot karena krim kue. Bhaskar pun membukakan tisu dan memberikannya ke arah gadis itu.

Namun sebelum tangan Theresia benar-benar meraih tisu tersebut. Bhaskar sudah siap dengan kameranya untuk memotret wajah Theresia yang lucu menurutnya. Ia tersenyum puas sementara gadis itu kesal dengan aksi Bhaskar yang melakukannya tanpa seizinnya.

“Hapus!” titah Theresia.

“Sayang kalau dihapus, ini bisa jadi bagian kenangan paling indah buat gua.”

“Tapi masa gua kayak gitu? Kita ulang, deh.” Theresia memohon dengan tersenyum tipis yang membuat Bhaskar gemas.

“Oke.” Bhaskar tidak menghapus foto tersebut, tangannya hanya bergerak seolah-olah sedang menghapus padahal tidak. "Kita ulang, ya?”

Theresia mengangguk dan berpose untuk hasil foto yang bagus. Senyuman gadis itu membuat dada Bhaskar berdebar dengan kencang, walaupun Theresia tersenyum ke arah kamera, tetapi seakan-akan Bhaskar lah yang menerima senyuman cantik itu.

“Bagus nggak?” tanya Theresia yang mendekati Bhaskar.

Laki-laki itu menunjukkan fotonya dengan tersenyum yang sedikit dipaksakan karena merasakan bahunya bersentuhan dengan bahu Theresia. Jantungnya tidak aman karena debaran jantung yang sangat cepat, apalagi gadis itu kembali tersenyum saat melihat hasil foto yang memuaskan.

“Ini bag-“ Theresia membulatkan matanya saat jaraknya dengan Bhaskar sangat dekat. Ia terdiam beberapa saat sebelum Bhaskar sendiri yang mengalihkan pandangannya.

“Yang mana?”

“O-oh, yang ini. Jangan lupa kirim ke gua.”

Bhaskar menganggukkan kepalanya dan meletakkan kamera. “Gua punya permainan. Kalau salah satu di antara kita menang, dia bisa minta satu permintaan ke yang kalah.”

“Apa permainannya?”

Theresia mengerutkan keningnya saat laki-laki itu mengeluarkan sketchbook dari tas hitam yang Bhaskar bawa. “Lo gambar gua, dan begitu pun sebaliknya. Yang paling bagus adalah dia yang menang.”

“Oke, di waktu nggak?”

“Of course, waktunya tiga puluh menit.”

“Lumayanlah. Ya udah, ayo kita mulai.” Theresia meraih salah satu sketchbook serta pensil di tangan Bhaskar dengan raut wajah senang.

Ya, Theresia senang dengan permainan yang Bhaskar buat. Selain kemampuannya dalam menggambar juga bagus, tetapi tangannya juga cepat. Ia sangat bersemangat saat Bhaskar memasang timer di ponselnya sebelum memulai permainan.

“Dimulai dari.... sekarang!” Bhaskar langsung berfokus pada bukunya dengan melirik Theresia berulang-ulang kali.

Namun, Theresia tidak memulai menggambar sama sekali, justru ia terus-menerus menatap wajah Bhaskar dengan saksama. Bhaskar juga bingung perihal Theresia tidak hendak menggambar, tetapi ia tidak ingin kalah dengan kesempatan ini. Jadi ia berusaha untuk tetap fokus.

Mata laki-laki itu pun semakin lama mulai tampak lelah, bahkan Bhaskar mengucek matanya beberapa kali. Tiba-tiba ia mengeluarkan kacamata yang membuat alis Theresia terangkat.

Tiga puluh menit pun berlalu, dan Bhaskar menyunggingkan senyumannya saat melihat gambarannya benar-benar selesai sementara Theresia masih mencoba berulang-ulang kali untuk bagian ekspresi. Suara timer dari ponsel Bhaskar membuat Theresia pasrah dan meletakkan bukunya di bawah.

“Dahlah.”

“Kenap-“ Bhaskar melirik gambaran Theresia yang sudah selesai, hanya saja tidak terdapat ekspresi dari gambaran tersebut.

Maksudnya adalah, tidak terdapat mata, hidung, mulut, alis, dan hanya ada wajahnya saja. Itu juga karena Bhaskar mengubah-ubah ekspresinya seperti mengejek Theresia agar kesulitan menggambarnya.

Bhaskar langsung menahan tawanya saat meraih buku tersebut sembari melirik gadis yang sedang membuang muka.

“Ya udah, selesaiin, tapi gua tetep jadi pemenangnya,” kata Bhaskar.

Theresia meraih kembali sketchbook itu dan menggambarkan ekspresi dari wajah Bhaskar yang sedang fokus menatapnya. Sedikit risi juga kalau terus-menerus ditatap, tetapi jika tidak seperti ini, itu akan lebih menyulitkannya karena objek terus berubah-ubah.

“Udah, tinggal dirapiin aja,” ujar Theresia.

“Coba lihat.” Laki-laki itu mendekat berniat melihat gambaran Theresia yang langsung gadis itu tutupi.

“Lihat punya lo juga.”

“Oke, kita tukar satu.... dua.... tiga!”

Bhaskar dan Theresia saling bertukar dengan cepat dan saling menerbitkan senyuman di wajah mereka. Milik Bhaskar bagus. Tergambar seorang gadis yang sedang fokus pada bukunya dengan memegangi pensil, sementara milik Theresia tergambar seorang laki-laki yang tersenyum tipis ke arahnya.

“Punya lo bagus.” Theresia dan Bhaskar saling bertatapan sebab mereka mengucapkan hal yang sama.

“Makasih.” Lagi-lagi mengucapkan hal yang sama.

Memandang hal lain agar tidak saling bertatap tatapan yang membuat keduanya menjadi canggung sebab merasakan hal yang sama di dadanya. Theresia tiba-tiba melirik bagian sisi gambaran Bhaskar yang menggambar dirinya. Di sana ada sebuah bunga, tetapi ia tidak tahu bunga apa itu.

“Itu apa? Bunga, kan? Bunga apa?” Theresia menunjuk gambaran bunga tersebut.

“Iya, itu bunga, bunga anyelir.”

“Kenapa gambar bunga anyelir? Emang maknanya apa?”

Keduanya kembali saling bertatapan menunggu jawaban dari Bhaskar yang sangat ingin Theresia ketahui.

“Lo cari tahu aja sendiri, maknanya banyak, tapi yang gua tuju cuman satu. Dan lo bakal tahu bunga anyelir mana yang gua maksud,” ucap Bhaskar dengan tersenyum tipis.

...••••...

“Ke mana sih? Udah malam nggak pulang-pulang, mana tugas belum selesai. Ceroboh banget jadi orang.” Linsi mondar-mandir di teras rumah dengan melipat kedua tangannya di depan dada.

Wajah gadis itu tampak geram, ia berdecak kesal karena Theresia tidak kunjung-kunjung datang untuk memenuhi kebutuhannya. Namun saat akan berbalik untuk kembali ke dalam rumah. Suara dari sebuah mobil yang mendekat membuat Linsi mengurungkan niatnya.

Ternyata benar, itu mobil Bhaskar yang tadi siang datang membawa Theresia pergi begitu saja. Linsi langsung bersembunyi di balik pohon dengan berusaha menguping pembicaraan kedua insan yang sedang berdiri di depan mobil tersebut.

“Makasih, lo terlalu effort buat nyenengin gua, sementara gua terus-terusan nyuruh lo menjauh. Untuk permintaan lo karena menang tadi apa?” Theresia memeluk buku yang Bhaskar berikan padanya dengan mendongak karena Bhaskar terlalu tinggi untuknya.

Laki-laki itu memajukan wajahnya ke telinga Theresia yang membuat gadis itu terkejut dan jantungnya mulai tidak nyaman dengan posisi ini. Theresia juga takut jika Bhaskar bisa mendengar detak jantungnya yang tidak karuan.

“Nggak buat sekarang, lagian ada yang nguping kita juga di balik pohon depan rumah lo.” Bhaskar melirik kepala Linsi yang menyembul karena berusaha menguping.

Theresia langsung memutar badannya melihat pohon yang tenang, namun di balik pohon tersebut ada orang yang tidak senang. Ia menghela napasnya panjang melihat kelakuan Linsi yang selalu tidak terduga.

“Mending lo sekarang pulang, bonyok lo pasti nanti nyariin,” kata Theresia.

Bhaskar pun mengangguk pelan. “Oke, gua balik ya? Jangan sampai telat lagi kayak waktu itu.”

Senyuman tipis yang terbit di wajah Theresia membuat daya tarik sendiri untuk Bhaskar. Mungkin senyuman itu akan menjadi hal berharga untuknya mulai detik ini.

“Hati-hati,” kata Theresia sambil memundurkan tubuhnya untuk memberikan mobil Bhaskar jalan.

Hanya berjalan beberapa jarak ke depan, Bhaskar mengucapkan suatu hal dari dalam mobil yang membuat Theresia merendahkan tubuhnya.

“Mulai sekarang, walaupun kita baru kenal dan baru sedekat ini, tapi lo udah jadi favorit gua. Jadi, kalau lo butuh sesuatu tinggal bilang aja, jangan sungkan apalagi selalu nggak enakkan. Tenang aja, gua bukan people come and go.”

“Orang favorit?” Bhaskar mengangguk dari dalam mobil.

“Iya, gua pulang dulu, ya? Kasihan digigitin nyamuk dia.” Bhaskar melirik Linsi yang memukuli tangannya karena digigit nyamuk. "See you, Theresia.”

 

Mobil itu telah pergi, tapi ucapan orang yang mengendarai mobil tersebut terus terngiang-ngiang di kepala Theresia. Orang favorit? Yang benar saja, Theresia tidak pernah menyangka akan menjadi orang favorit di kehidupan orang lain, ia hanya berusaha ada saat mereka membutuhkannya.

“Widihh! Lagi ada yang abis seneng-seneng nih, ngapain aja lo? Kok lama? Jangan-jangan ngelakuin yang enggak-enggak ” Linsi berjalan pelan menuju Theresia yang termenung di sisi jalan.

Theresia meremas genggaman tangannya mendengar ucapan tajam yang keluar dari bibir berduri Linsi.

“Buku apaan tuh? Coba lihat.” Linsi ingin merebut sketchbook pemberian Bhaskar yang terdapat gambaran laki-laki itu, tetapi Theresia langsung menghindar dan menjauh.

 

“Apaan sih! Ini sketchbook gua, nggak usah kepo,” ujar Theresia yang hendak memasuki rumah.

“Awas aja lo, seneng-senengan sama cowok kayak Bhaskar yang nggak pantes buat anak haram,” lirih Linsi sembari melihat Theresia yang memasuki rumah dengan tersenyum licik.

...••••...

...Bersambung....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!