Aryani Faizah yang sedang hamil tua mengalami kecelakaan tertabrak mobil hingga bayi yang ia kandung tidak bisa diselamatkan.
Sang suami yang bernama Ahsan bukan menghibur justru menceraikan Aryani Faizah karena dianggap tidak bisa menjaga bayinya. Aryani ditinggalkan begitu saja padahal tidak mempunyai uang untuk membayar rumah sakit.
Datang pria kaya yang bernama Barra bersedia menanggung biaya rumah sakit, bahkan memberi gaji setiap bulan, asalkan Aryani bersedia menjadi ibu susu bagi kedua bayinya yang kembar.
Apakah Aryani akan menerima tawaran tuan Bara? Jika mau, bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Faiz menyeret kakinya berjalan menyamping, masih posisi bersandar di mobil. Bola matanya melirik waspada ke arah mantan suaminya yang mengikuti dengan sorot mata tajam. Namun, apalah daya, Faiz yang sedang terluka bagian perut, tidak berani untuk berlari.
"Mau kemana kamu?" Ahsan akhirnya bisa menahannya juga. "Saya akan menuntut balas, karena kamu sudah berani menyekap saya di dalam rumah." Ahsan tertawa. Kedua tangannya menekan mobil mengurung Faiz hingga tak mampu keluar.
"Itu belum seberapa Bang, tapi sepantasnya pria seperti kamu itu di kurung dalam penjara." Faiz menatap wajah Ahsan yang dekat di depanya hanya beberapa cm merasa jijik.
"Berani kamu!" Ahsan menyeret Faiz ke belakang rumah sakit.
"Tolooong... Tolooong..." teriak Faiz ketika Ahsan berhasil membawa ke tempat sepi.
"Walaupun kamu berteriak, tidak akan ada orang yang mendengar, Faiz" Ahsan menyeringai menatap wajah Faiz yang sudah dia tidurkan di rerumputan. Ahsan baru sadar, setelah melahirkan, wajah Faiz semakin cantik dan montok. Membuat gairahnya meningkat dan hendak melakukan pele**han.
Faiz yang sudah ditindih Ahsan hanya bisa menangis, minta pertolongan kepada yang di atas. Sebab, walaupun terus berteriak minta tolong, tidak ada orang yang mendengar.
Buk!
Tendangan keras menghantam tubuh Ahsan yang hendak berbuat mesum. Hingga tubuh krempeng itu terlempar jauh.
Kesempatan itu digunakan Faiz untuk cepat bangun, dan berjalan tertatih-tatih menuju mobil.
Sementara Barra mendekati tubuh Ahsan yang masih tergeletak. "Beraninya sama perempuan kamu, jika kamu memang laki-laki, ayo bangun, lawan saya" tantang Barra.
Ahsan pun akhirnya bangun, menggulung lengan kaos yang memang sudah pendek itu hingga nampak pangkal lengan yang bertato.
Ahsan yang selalu menang bertarung dengan beberapa pria, ternyata tidak ada apa-apanya ketika melawan Barra. Ahsan lagi-lagi tersungkur, padahal hanya dua kali menerima tendangan Barra. "Berani mengganggu Faiz, kamu akan berhadapan dengan saya!" ancam Barra, sembari berlalu.
"Tuan tidak apa-apa" ucap Faiz yang awalnya menunduk sedih, seketika mengangkat kepala. Wajahnya kontras cerah begitu Barra sudah duduk di sebelah supir. Faiz yang sempat tegang memikirkan tuanya akan kembali dengan tubuh babak belur, tapi di luar dugaan. Faiz tahu jika Ahsan selama ini pria yang tidak terkalahkan.
"Kamu kan sudah lihat saya tidak apa-apa, pakai tanya" Bara paling tidak suka basa basi.
"Terima kasih Tuan" Faiz tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika tidak di tolong Barra.
"Saya menolong kamu karena si kembar"
Faiz menarik napas panjang, tuanya itu jika bicara selalu ketus, tapi tidak ia ambil hati. Fais tidak lagi berkata-kata. Sepanjang perjalanan hanya diam mendengarkan obrolan Barra di telepon entah dengan siapa. Faiz tidak akan marah dengan jawaban Barra, karena sudah paham bahwa sebenarnya tuanya itu baik.
Sementara supir dengan Dilla pun hanya diam saja. Dilla sudah tahu apa yang terjadi dengan Faiz, dan mantan suaminya. Karena sebelum Barra tiba, Faiz sudah bercerita sambil menangis.
.
Semenjak saat itu, Faiz bisa bekerja dengan tenang. Tidak pernah lagi menerima chat, telepon, apa lagi bertemu Ahsan.
Di sela-sela menyusui dan membantu Dilla, ia fokus menulis hingga satu bulan kemudian. "Alhamdulillah... gajian" seru Faiz. Begitu mengecek akun, gaji dari menulis sudah turun. Rencananya akan dia belikan lap top digabungkan dengan gaji dari tuan Barra.
"Waah... Kak Faiz hebat." ucap Dilla, ikut senang.
"Karya Kakak judulnya apa?" Dilla ingin membaca jika sedang santai.
"Ibu Susu Bayi Kembar Tuan Bara." Jawab Faiz senyum-senyum.
"Hihihi... itu mah, menceritakan kisah Kakak sendiri" Dilla tertawa geli.
"Nggak apa-apa lah, toh reader nggak ada yang kenal aku" Faiz bercerita jika pembacanya tidak ada yang ia kenal.
"Berarti nama aku ada di cerita Kakak?" Dilla senang jika namanya menjadi tokoh walapun figuran.
"Jelas dong, kamu kan selalu bersamaku." Faiz tersenyum.
Sore hari, si kembar sudah mandi, kemudian minum asi. Seperti biasanya Rohman dan Rohim pun tidur. Faiz memompa asi ditampung di botol, karena dia akan ke atm mengecek saldo, sekaligus transfer uang pembayaran laptop.
"Nanti kalau si kembar bangun, tolong berikan asi ini ya, La" titahnya meletakkan dua botol di sebelah Rohman dan Rohim.
"Siap Kak, hati-hati" pesan Dilla, ketika Faiz hendak berangkat.
Faiz mengangguk lalu pergi, tiba di pinggir jalan depan rumah, ia hendak memesan ojek. Namun, belum sampai klik ojek, sepeda motor berhenti di depanya.
Faiz pun mundur, menatap pria yang tengah membuka helm.
"Kamu mau kemana Faiz?" Tanya Abdullah yang baru pulang kerja di kantor Barra.
"Mau ke minimarket sebentar Kak, kalau Tuan Barra tanya, tolong kasih tahu ya" pesan Faiz walaupun di kamar tadi sudah pesan Dilla. Faiz sebenarnya takut, karena Barra tidak mengizinkan Faiz meninggalkan si kembar.
"Tidak usah naik ojek, aku antar saja" Abdullah bukan mengiyakan pesan Faiz, justru bersedia mengantar.
"Tidak usah, Kak Dul kan capek." tolak Faiz halus.
"Ayolah Faiz, daripada uang kamu berkurang untuk membayar ojek, lebih baik aku antar" paksa Abdullah.
Faiz pun akhirnya mengalah, membonceng motor pria yang belakangnya sempit itu, bokongnya sama sekali tidak nyaman. Tetapi dia tidak mau protes. Dalam perjalanan, Abdullah mengajak Faiz ngobrol. Pria itu memang humoris, tak jarang Faiz tertawa mendengar kata-kata konyol Abdullah.
Jalan mulai macet, motor dan mobil melambat. Di depan sana lampu hijau berganti merah, itu penyebab kemacetan
"Faiz, sebenarnya kamu sudah menikah belum?" Tanya Abdullah, ia sama sekali tidak tahu. Karena jika di rumah tidak ada waktu ngobrol berdua dengan Faiz. Setiap tanya Barra, jawabnya selalu tidak tahu.
"Saya kan bekerja menyusui si kembar Kak, itu artinya sudah menikah dong." Faiz mengerutkan kening. Pria di depanya ini pura-pura tidak tahu, atau memang tidak tahu.
"Kamu bekerja menyusui?" Abdullah kaget, karena yang dia tahu, Faiz adalah pengasuh Rohman dan Rohim. Pernah juga dia mendengar percakapan di meja makan bahwa Faiz ibu susu, tapi Abdullah tidak percaya.
"Iya" Faiz menjawab pendek, lelah juga menjawab pertanyaan Abdullah sepanjang perjalanan.
"Berarti aku terlambat dong" Abdullah tidak tahu jika Faiz adalah janda.
"Terlambat apa"
"Terlambat meminang kamu. Hahaha..." Abdullah tertawa walaupun di hati kecewa.
"Hais, nggak lucu" Faiz benar-benar capek.
Di seberang jalan, seorang pria yang duduk di sebelah supir, menatap Faiz yang sedang tersenyum dari kaca yang sengaja dia buka.
"Itu kan Faiz, terus, siapa laki-laki di depanya itu?" Batinya, ia kesal disuruh jaga anak, Faiz malah keluyuran bersama pria pula.
"Awas kamu, Faiz"
...~Bersambung~...
.aduiuh tuh roti chati knp lg sok peduli gitu sm barra dan knp bisa tau klu barra mau nikah....kira² siapa ya yg jd mata² chane di rmh barra
trus maksudx harus anda gitu?
kan anda juga tidak ada hubungan darah dgn Bara nyonya? trus kentalnya darah itu dmnanya??? 🤔🤔🤔🤔🤔
semoga bukan penghlang untk bersatunya faiz dn barra
lanjut kak...
semangat ..
Bener kayanya ada mata² kira2 siapa ya