NovelToon NovelToon
Lucid Dream

Lucid Dream

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Nikah Kontrak / Beda Usia / Fantasi Wanita / Enemy to Lovers
Popularitas:587
Nilai: 5
Nama Author: Sunny Rush

Sebuah kumpulan cerpen yang lahir dari batas antara mimpi dan kenyataan. Dari kisah romantis, misteri yang menggantung, hingga fantasi yang melayang, setiap cerita adalah langkah di dunia di mana imajinasi menjadi nyata dan kata-kata menari di antara tidur dan sadar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Rush, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dia yang bersamaku

“AAAAA—YUSUF!!!”

Teriakan Zulaikha menggema dari dalam ruang bersalin. Yusuf langsung panik, keringat dingin bercucuran di dahinya.

“Sabar ya, My Zuzu! Tarik napas, hembuskan ,kayak yang diajarin bidannya!”

“AKU TARIK NAPAS, TAPI KAMU JUGA BIKIN NAPAS AKU SESAK!!”

“Loh, salah aku lagi?! Aku cuma pegang tangan kamu, loh!”

“MAKANYA TANGANNYA JANGAN DITARIK KAYA LAGI NGUMPULIN BAJU!!!”

Di luar ruangan, Aira dan Jono menunggu sambil membawa dua kotak donat dan kamera.

Aira menggigit donatnya dengan santai. “Lihat deh, kayaknya bukan bayinya yang keluar duluan tapi urat leher Yusuf.”

Jono ngakak. “Ya iyalah, siapa suruh dia ikutan panik. Kalo aku mah, santai. Paling cuma...”

“Coba aja kamu yang di dalam, Jon, baru tahu rasanya ‘santai’ itu apa!” potong Aira dengan tatapan menyipit.

“Eh, aku bukan suaminya, yang panik bukan urusanku dong,” jawab Jono cepat-cepat.

Tiba-tiba suara Yusuf menggema lagi dari dalam.

“Dokter! Saya pingsan bentar boleh gak?!”

“Boleh! Asal jangan di tengah jalan bayi keluar, Mas!” sahut bidan sambil tertawa.

Beberapa menit kemudian, tangisan bayi terdengar nyaring. Semua hening sejenak ,lalu Yusuf keluar dengan wajah haru, tapi rambut acak-acakan seperti habis ditiup tornado.

“Dia… dia lahir, My Zuzu hebat banget...” katanya hampir menangis.

Aira langsung menatapnya tak percaya. “Ya ampun, Yusuf... kamu nangis? Serius nih?!”

Jono tepuk tangan pelan. “Wah, cowok nangis pas anak lahir tuh level tertinggi dari maskulinitas, Bro.”

“Diam kalian,” kata Yusuf dengan nada campur aduk antara bahagia dan lelah. “Aku baru aja melihat mukjizat kecil.”

Tak lama kemudian, perawat keluar sambil membawa bayi mungil yang dibungkus selimut biru.

“Selamat ya, anak pertamanya laki-laki.”

Aira langsung mendekat, “Wih, mirip bapaknya. Tapi semoga sifatnya jangan ikut bapaknya, ya.”

“Eh, jangan salah. Kalau ikut bapaknya berarti pinter, tangguh, dan romantis,” sahut Yusuf bangga.

“Romantis kepala kamu!” Jono menimpali sambil menepuk bahunya. “Tadi aja hampir pingsan waktu istrimu ngeden.”

Zulaikha tersenyum dari ranjang, wajahnya lelah tapi bahagia. “Sudah ya, jangan ribut di sini. Ini bayi, bukan acara debat.”

Aira menghampirinya dan memeluk lembut. “Selamat ya, Zu. Sekarang kamu resmi jadi emak-emak seutuhnya.”

“Ya, tapi kamu tetep harus siap ganti popok kalau aku panggil tengah malam,” sahut Zulaikha sambil nyengir.

“Wah, itu gak masuk kontrak pertemanan kita!” teriak Aira sambil mundur pelan.

Jono mendekat dan menatap bayi kecil itu dengan serius. “Eh, aku mau kasih nama tambahan, Jono Junior!”

Zulaikha langsung melotot. “Kamu pikir ini bayi hasil kerja kelompok?!”

Tawa pecah memenuhi ruangan. Yusuf duduk di samping Zulaikha, menggenggam tangannya dengan lembut sambil menatap bayi mereka.

“Lihat, My Zuzu... keluarga kecil kita lengkap sekarang.”

Zulaikha tersenyum, menatap Yusuf dan si kecil. “Iya, dan dua orang gila di luar sana juga bagian dari keluarga kita.”

Aira dan Jono yang masih berdiri di pintu langsung teriak bersamaan,

“WOOY! SIAPA GILA?!”

Zulaikha hanya tertawa lemah, sementara Yusuf menggeleng dengan senyum lebar.

“Ya Tuhan,” katanya pelan, “rumah kita nanti bakal ramai banget.”

Dan memang benar , rumah mereka bukan cuma tempat tinggal, tapi tempat tawa, cinta, dan sedikit kekacauan yang membuat hidup jadi penuh warna.

Akhir yang bahagia, tapi tetap… dengan bumbu kocak ala Zulaikha, Yusuf, Aira, dan Jono.

.....

Suara tawa anak kecil menggema di ruang tamu rumah Zulaikha. Mainan berserakan di lantai, boneka tergeletak di sofa, dan Jono sedang… jadi kuda.

“Ihahahaaa! Kuda Jono meluncurrrr!”

“Cepat, Om Jono! Kudanya pelan banget!” teriak anak kecil berumur tiga tahun yang duduk di punggungnya.

“Pelan gimana, Nak?! Ini Om udah ngos-ngosan ,kudanya mau pensiun dini!” Jono berusaha berdiri tapi malah merangkak ke arah sofa.

Dari dapur, Aira keluar sambil membawa segelas jus jeruk, perutnya terlihat membuncit besar sudah tujuh bulan usia kehamilannya.

“Jonooo! Jangan bikin anak orang naik rodeo, nanti kamu keseleo lagi kayak kemarin!”

“Biarin, Ra! Ini anaknya My Zuzu, darahnya kuat! Nih, dia aja masih semangat nendang pantat gue!” Jono berseru, masih merangkak.

Anak kecil itu tertawa terbahak-bahak. “Om Jono kudanya capek!” katanya sambil menepuk kepala Jono pakai boneka dinosaurus.

Zulaikha keluar dari kamar dengan daster panjang dan rambut disanggul seadanya. “Ya Allah, rumah gue kayak sirkus mini. Tuh, mainannya udah kayak mau buka toko kelontong.”

“Eh, ini bukan toko, My Zuzu, ini taman bermain!” sahut Jono sambil pura-pura menendang kakinya ke belakang.

Yusuf yang baru pulang kerja cuma berdiri di depan pintu, memandangi pemandangan itu sambil garuk kepala.

“Aku baru dua menit di rumah, tapi kayaknya aku masuk ke dunia lain.”

Aira tertawa kecil. “Biasa, kami cuma ngajarin anakmu olahraga ekstrem sejak dini.”

“Olahraga jantung, maksudnya,” sahut Yusuf sambil mendekat, mencium kepala anaknya yang masih duduk di punggung Jono.

“Nak, kasihan Om Jono tuh. Nanti dia malah lahiran duluan sebelum Tante Aira.”

“Eh! Jangan ngedoain yang aneh-aneh, bro!” Jono langsung berdiri dengan gaya gagah lalu “Aduh!” jatuh tersungkur. Semua tertawa.

“Jonooo!” teriak Aira, setengah kesal setengah khawatir. “Aku bilang juga apa, badan kamu tuh bukan elastis lagi, tapi antik!”

Zulaikha sampai terpingkal-pingkal. “Udah-udah, nanti bayinya Aira ikutan salto!”

“Tenang aja, Zu. Kalau bayinya keluar, aku udah siap sambut dengan gaya Superman,” jawab Jono dengan wajah polos.

Anak kecil Zulaikha, yang kini sudah turun dari punggung Jono, berlari ke arah Aira dan menepuk perutnya pelan.

“Di situ ada adek bayi ya, Tante?”

Aira tersenyum lembut. “Iya, Sayang. Nanti adek bayi bisa main sama kamu juga.”

“Yayyy!” teriaknya sambil melompat-lompat kegirangan.

Yusuf menggeleng sambil duduk di samping Zulaikha. “Rumah kita gak pernah sepi ya, My Zuzu?”

“Kalau sepi, bukan rumah kita namanya,” jawab Zulaikha sambil menyandarkan kepala di bahunya.

“Kadang aku heran,” lanjut Yusuf, “kita dulu cuma berdua, berantem aja bisa bikin heboh. Sekarang udah berlima kalau ditambah dua orang itu.”

“Eh, kami belum resmi numpang tinggal loh,” sahut Aira cepat.

“Tapi sudah resmi bikin ribut tiap minggu,” balas Zulaikha dengan tawa kecil.

Tiba-tiba anak mereka datang membawa cat air, menatap ke arah Jono dan Aira.

“Om Jono mau dicat kayak kuda beneran gak?”

“APA?!” Jono langsung panik.

“Tenang aja, Om, aku punya warna cokelat, biar mirip beneran.”

Sebelum Jono sempat kabur, anak itu sudah mencoret wajahnya pakai kuas kecil. Semua yang melihat tertawa sampai perut sakit — termasuk Yusuf, yang langsung mengambil kamera dan memotret momen itu.

Klik....

“Lihat tuh,” kata Yusuf. “Itu foto yang bakal kujadikan pajangan ruang tamu.”

“Gak bisaaa!” Jono protes. “Gue udah jadi zebra, bukan kuda lagi!”

Zulaikha mendekati mereka, memeluk anaknya yang tertawa puas. “Begini ya hidupku sekarang, penuh tawa, ribut, tapi gak pernah sepi.”

Yusuf menatapnya lembut. “Dan aku gak mau ada hari tanpa suara-suara ini.”

Aira duduk pelan di sofa sambil mengelus perutnya. “Kalau anakku nanti lahir, kayaknya dia bakal ketularan rame juga deh.”

“Bagus dong,” jawab Zulaikha. “Rumah ini siap jadi taman kanak-kanak gratis.”

“Dengan kepala sekolah Om Jono,” celetuk Yusuf.

“Dan guru TK-nya Tante Aira,” sambung Zulaikha.

“Dan murid nakalnya?”

“Mereka semua!” jawab mereka serempak sambil tertawa.

Dan sore itu, di rumah kecil yang riuh tapi hangat itu, tawa menggema lagi.

Zulaikha menatap sekelilingnya anaknya, suaminya, dua sahabat gila yang selalu hadir dan menyadari satu hal,

Cinta tak pernah harus sempurna, yang penting… selalu hidup dan ramai.

The end

1
Idatul_munar
Tunggu kelanjutan thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!