NovelToon NovelToon
Two Bad

Two Bad

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Murid Genius / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Bad Boy
Popularitas:733
Nilai: 5
Nama Author: Aalgy Sabila

"Yang kalian lakukan salah."

Baik Meyra maupun Fero tidak mempedulikan apa yang mereka lakukan itu salah atau benar. Yang mereka tau ialah mereka senang dan puas karena melakukan hal yang mereka inginkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aalgy Sabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

His Family

...Satu hari kenal, kenalin. Satu bulan kenal, kawinin. Satu tahun kenal, nikahin. ...

...———...

"Lo serius Fer? Gak papa nih?" tanya Mayra cemas.

Fero tersenyum tipis.

"Aduh Fer, masa iya sih? Gue takut diapa-apain sama lo!"

Fero berdecak kesal, "Negatif mulu."

Giliran Mayra yang berdecak. "Lo kan bad boy ala-ala gitu. Pertama ketemu gue aja udah maen cipok. Apalagi kalau dibawa ke rumahnya, abis digarap gue."

Fero menatap Mayra datar sambil menaiki undakan tangga. "Bahasa lo itu, ck!"

"Daripada sok-sok-an polos, mending kayak gue."

Lihat itu, katanya takut digarap malah ngikutin Fero masuk ke rumahnya. Udah sinting kali ya si Mayra.

Ya, Fero membawa Mayra ke rumahnya—yang tadi dimaksud Fero dengan mengajak Mayra. Tak ada salahnya kan mengajak Mayra ke rumahnya, daripada di club tadi.

Fero mendengarkan dengan seksama celotehan-celotehan Mayra yang protes inilah, itulah, anulah, dan sebagainya.

Mayra menghentikan ocehannya saat ia melihat meja makan sederhana berjumlah enam kursi. Di atas meja sudah terdapat beberapa makanan berat yang dapat menggugah selera siapapun, termasuk Mayra. Apa sih yang gak Mayra makan, ckck.

Tapi ... yang membuat Mayra shock, ialah kehadiran dua orang tua yang disinyalir merupakan kedua orang tua Fero.

Aduh mampus!

"Bawa temen Fer?" suara perempuan yang pastinya Mommy Fero mengalun lembut di telinga Mayra.

Sejak kapan Mayra tidak mendengar suara selembut sutra dengan keibuannya. Mayra merindukannya, walaupun ia tak pernah mendengar bagaimana cara Bundanya berucap. Yang pasti suara Bunda Mayra pasti selembut wanita ini.

"Kenalin temennya dong Fer," pinta Mommynya.

Fero menoel lengan Mayra yang masih saja bengong.

Mayra tersentak kaget. Ia bersiap untuk berlari dari hadapan mereka bertiga. Mayra tak mau terjebak dalam situasi ini. Ini tidak benar, ia harus pergi.

"Mau kemana lo?" tanya Fero seraya menarik tangan Mayra untuk kembali ke tempatnya semula.

Mayra meringis canggung. "Pulang," cicitnya.

"Lo mau pulang di saat Ibu lo lagi ngamuk-ngamuk?" tanyanya datar pelan dan dapat diyakini bahwa hanya mereka berdua yang dapat mendengarnya.

"Kan bisa pu—"

"Jangan dipaksa Fero. Kalau temen kamu mau pulang, gak papa," sahut Mommynya Fero.

Mayra tersenyum kaku. "Aduh jadi gak enak sama Tante."

Mommy hanya membalasnya dengan senyuman.

Mayra merasa tak sopan. Akhirnya ia menghampiri Mommy Fero untuk mencium tangannya juga Daddy Fero yang sedari tadi diam saja.

"Ya udah deh Tan, Mayra ikutan aja ya. Lagi pula kayaknya makanannya enak, sayang kalau gak dimakan. Hehe."

Daddynya Fero tertawa.

Polos sekali Mayra ini.

Sedangkan Mommy dan Fero hanya tersenyum saja.

"Ya udah. Fero ajak temennya duduk," titah sang Mommy.

Fero dan Mayra duduk berdampingan. Daddy duduk di ujung dan mommy duduk di hadapan Fero.

"Kenal sama Fero dimana?" tanya Daddy.

"Di club om." ujar Mayra enteng.

Fero tersedak jus naga kesukaannya. Matanya melotot pada Mayra.

Mayra memberikan tampang polosnya. "Kenapa?"

Fero menggeleng. Tak ada yang salah kan dengan ucapan Mayra?

Pembicaraan pun terputus dan memulai ritual makan malam. Hanya dentingan sendok dan garpu yang terdengar selama lima belas menit.

"Nama kamu siapa, nak?" tanya Daddy Fero.

"Mayra Azzahra Om," jawab Mayra pelan.

"Dari tadi Om perhatikan, wajah kamu sepertinya tidak asing. Mirip seseorang yang kita kenal, iya kan sayang?"

Mommy Fero mengangguk. "Iya, kayak temen Tante."

Mayra mengernyitkan dahinya. "Kalau boleh tau siapa nama temen Tante itu? Siapa tau Mayra kenal."

"Mauren."

Mayra menjatuhkan gelas berisi air putih miliknya ke meja—menimbulkan suara yang nyaring, untung gelasnya tidak pecah.

"Hey, kenapa?" tanya Fero yang sedari tadi hanya diam, menyimak.

Mayra menggeleng dan tersenyum kaku pada Fero.

"Itu ... Bunda saya Om, Tan." ucapnya pelan.

Daddy dan Mommy tersenyum sumringah.

"Kami sudah lama tak mendengar kabarnya. Gimana kabarnya Bunda kamu?"

Lidah Mayra terasa kelu. "Udah tenang Om, Tan."

Fero ingat dengan cerita Mayra tadi. Ternyata mendiang Bundanya Mayra merupakan teman Mommy Daddynya.

"Maksud kamu?"

Mayra tersenyum miris. "Bunda saya udah meninggal."

Mommy Fero terlihat syok, sampai harus menenangkan dirinya beberapa saat untung tidak sampai menangis—karna pasti Mayra juga akan menangis bila melihatnya menangis.

"Kapan itu nak Mayra?" tanya Daddy mengambil alih.

"Waktu melahirkan Mayra."

Hening sesaat.

Fero mengelus tangan Mayra di balik meja. Ia tahu bahwa Mayra pasti sedang menahan tangisnya.

"Umur kamu berapa?"

"17."

Mommy bergumam. "Sudah 17 tahun Mauren meninggal, tapi aku tidak tahu sama sekali."

"Tapi tadi Fero bilang, Ibu kamu ngamuk-ngamuk di rumah?"

Sial! Apakah ucapan Fero sekeras itu? Padahal ia yakin ucapan Fero sangat pelan, tadi. Mau tak mau ia membeberkan kehidupan pribadinya.

"Ibu tiri saya. Ayah saya nikah lagi."

Ando berucap. "Kriss menikah lagi? Om gak percaya."

"Ya. Ayah nikah lagi dua bulan setelah Bunda meninggal."

Semuanya terdiam selama beberapa saat. Hingga tak lama kemudian Mommy terisak pelan—tak dapat menahannya lagi. Ia tak menyangka kalau sahabat baiknya ternyata sudah meninggal, dan ia tak tahu sama sekali. Untuk sesaat ia merasa menyesal karna tak pernah mencari kabar tentang para sahabatnya. Ia dulu pernah berjanji untuk tak saling memutus komunikasi, namun kala itu ia harus ikut Ando—suaminya ke Spanyol ke kampung halaman Ando untuk menjalankan perusahaan ayahnya yang ada di sana. Dari sana ia tak mendapat informasi apapun soal kedua temannya. Satu lagi temannya ...

"Kamu tau dimana Lysa?"

Ternyata Daddynya Fero juga kenal dengan mendiang tante Lysa. Batinnya.

Mayra bingung. "Tante Lysa—Carlysa?"

Daddy mengangguk.

Mayra terlihat ragu menyampaikannya. "Mmmm ... Udah meninggal Om."

Mommy Fero semakin terisak hebat. Kedua sahabatnya sudah meninggalkannya. Kenapa ia bisa tak tahu sama sekali?

...———...

"Sekarang kamu tinggal dimana Mayra?"

"Dimana-mana Om, hehe." ujar Mayra sambil mengambil kue kering yang ada di atas meja. Tidak tahu malu sekali Mayra. Katanya tadi mau pulang, tapi sekarang malah ngemil-ngemil manjah.

Mereka semua kini ada di ruang keluarga. Setelah Ando bisa menghentikan tangis Iren, Ando mengajak mereka semua untuk ke ruang keluarga agar bisa lebih santai. Ia ingin banyak mengorek informasi tentang teman-temannya dari Mayra.

"Dimana-mana?" tanya Iren heran, napasnya masih tersenggal sehabis menangis tadi.

"Kadang di rumah, kadang di apartemen, kadang di rumah temen. Banyak tempat buat Mayra pulang tan," ujarnya.

Ando mengernyitkan alisnya. "Memangnya Kriss tidak melarang anak gadisnya berkeliaran?"

Setahunya Kriss sangat posesif kalau menyangkut orang yang disayanginya. Sepertinya juga Mayra ini anak yang nakal seperti Fero, karna katanya mereka bertemu di club.

Mayra mengedikkan bahu. "Mana pernah ayah ngelarang-larang Mayra. Mayra rencananya mau pindah aja tinggal sama Kakak."

"Kamu punya Kakak?"

"Iya, Kak Vida."

"Kenapa kamu ingin pindah ke rumah Kakak kamu?"

"Mayra di rumah Ayah cuman numpang tidur aja, gak ada yang akrab sama Mayra di rumah itu."

Ando dan Iren terdiam beberapa saat. Tanpa Mayra ucapkan, mereka mengerti dengan apa yang dihadapi Mayra.

"Memangnya Ayah kamu menikah lagi dengan siapa?"

Mayra berpikir beberapa saat. "Siapa ya namanya ... kata Nenek mantan tunangannya gitu. Gak tau siapa namanya," ucapnya polos.

Fero yang daritadi hanya diam kini bereaksi, ia tersenyum kecil. "Lo gak tau nama Ibu lo, anak durhaka."

Mayra berdecak. "Siapa yang ngakuin dia Ibu gue. Ibu gue cuman satu, Bunda Mauren. Emang siapa yang mau ngakuin Nenek Lampir kek dia?" kalimat terakhir Mayra bisikan ke telinga Fero.

Mau tak mau Fero tertawa pelan.

Ando dan Iren tersenyum aneh melihat Fero tertawa.

"Kalau tidak salah nama mantan tunangan ayah kamu, Pelope ... betul?" tanya Ando.

Mayra menggeleng lalu mengangguk. "Kayaknya itu deh."

"Mama kamu dikuburkan dimana Mayra?" tanya Iren pelan.

"Di pemakaman keluarga Tante."

"Nanti ajak Tante ke kuburan Bunda kamu ya, Tante ingin melayat."

Mayra tersenyum. "Siap Tante."

"Kamu tau dimana keluarga Lysa, Mayra?"

Mayra menoel lengan Fero. "Fero kenal sama anaknya Tante Lysa, iya nggak Fer?"

Fero mengernyitkan dahinya, tak mengerti.

Mayra berdecak, "Idza itu anaknya Tante Lysa."

Fero menatapnya sebentar. "Fero kenal Mom, Dad. Kalian juga udah kenal, Varidza."

Iren tersenyum senang. "Oh Varidza yang ngajarin kamu waktu smp?"

Fero menggeram. "Mom ...."

"Tante udah kenal?" tanya Mayra.

Iren mengangguk. Sepertinya Mommy tak bersedih lagi, setidaknya ada yang mengalihkan perhatiannya. "Dulu waktu Smp Fero pernah gak naik kelas dan Varidza yang ngajarin dia atas ketertinggalan Fero."

Fero memalingkan wajahnya malu. Citranya rusak di depan Mayra. Mommynya benar-benar tak sayang pada anaknya. Mana ada seorang Ibu yang menjelek-jelekan anaknya di depan orang lain?

Tapi kenapa ia peduli?

Entahlah, Fero tak mengerti.

"Berarti Fero sekarang kelas sepuluh? Berarti dia adik kelas Mayra dong,"

Fero tak sadar, wajahnya semakin memerah.

"Aduduuu, Si Bule ini ternyata adik kelas. Kayak gue dong, nakal juga tetep pinter." Mayra mengarahkan jari telunjuknya ke dahi.

"Kapan kamu bertemu Fero, Mayra?"

"Seminggu yang lalu kalau gak salah."

"Di club itu?"

"Ya."

"Kamu anak malam?" tanya Ando hati-hati. Ia tak terlalu begitu melarang anaknya untuk bergaul dimana saja, jadi ia tak aneh dengan Mayra yang bertemu Fero di club.

"Anak manusia Om."

"Maksud om, kayak Fero."

"Fero kayaknya lebih nakal daripada Mayra Om. Kalau Mayra ke club, paling juga cuman mampir aja. Seperti kebanyakan orang, Mayra cuman mau melepas penat dengan pergi ke tempat seperti itu. Mayra gak peduli pendapat orang lain soal Mayra, ini hidup Mayra dan Mayra tau gimana cara menjalani hidup menurut Mayra. Percuma Mayra bersikap baik juga, orang gak akan memandang Mayra baik. Bahkan orang paling baik saja, bila melakukan satu kesalahan, beribu kebaikannya akan dilupakan."

1
Curtis
Terharu...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!