NovelToon NovelToon
Di Antara Cahaya Yang Luruh

Di Antara Cahaya Yang Luruh

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Murni / Slice of Life
Popularitas:713
Nilai: 5
Nama Author: Irma syafitri Gultom

Dia adalah gadis yang selalu tenggelam dalam gemuruh pemikirannya sendiri, di penuhi kecemasan, dan terombang-ambing dalam sebuah fantasinya sendiri.

Sehingga suatu teriknya hari itu, dari sebuah kesalahpahaman kecil itu, sesosok itu seakan dengan berani menyatakan jika dirinya adalah sebuah matahari untuk dirinya.

Walaupun itu menggiurkan bagi dirinya yang terus berada dalam bayang, tapi semua terasa begitu cepat, dan sangat cepat.

Sampai dia begitu enggan untuk keluar dari bayangan dirinya sendiri menerima matahari miliknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma syafitri Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sebuah Ketegangan Negosiasi yang Begitu Berbeda.

.

.

Terlihat beberapa orang berpakaian formal berada berkumpul pada salah satu ruangan tertutup, di salah satu restoran pada mall besar ini.

Setelah menikmati sarapan pagi bersama dengan pria itu di ruangan pribadinya, Flauza mengatakan dia memiliki pertemuan dengan pengusaha yang bergerak di bidang pembuat alat berat semacamnya.

Jujur saja gadis itu tidak begitu mengerti dengan hal-hal ini.

Namun masalahnya pria berambut kecokelatan itu ingin dia ikut menemaninya dalam pertemuannya hari ini.

Itu adalah masalahnya, karena dia bersumpah dia tidak mengetahui apa-apa!

Dan sekarang dia terduduk diam di samping Flauza yang duduk dengan elegan, kaki bersilah dan kedua tangan bertautan di atas meja mereka. Tetap dengan senyuman yang memesona miliknya, menatap pria tua sekitar umur empat puluhan? Dengan dua perempuan berpakaian formal yang luar biasa ketat, dan seksi di dekat pria itu.

Err....

Apakah ini salah satu hal lain yang tidak ku tahui tentang dunia pekerjaan?

Apa bagian ini lebih baik tidak usah tahu saja?

Dia bisa merasakan sedikit bergidik ngeri untuk berakhir seperti wanita-wanita di depannya. Tapi dia bersyukur, wajahnya tetap lurus dan tidak berubah.

Namun Flauza, tiba-tiba saja mendekati wajahnya pada telinga dia, sembari berbisik pelan dan lembut.

“Calm down, you just sit back, be quiet and enjoy.” Suara beratnya itu benar-benar seperti menggoda pada dia, tapi itu malah membuat jantungnya berdebar semakin kencang dan rasa dingin pada kulitnya semakin menusuk.

Uhh....

Tuhan...!

“Thank you for taking the time and agreeing to this meeting, Mr. Evangrandene.” Ucap pria tua itu dengan senyum lebar berusaha berama-tama kepada mereka.“I am truly honored to have you here.” Lanjut pria tua itu lagi.

“You're welcome Tuan Ridwan.” Jawab pria di sampingnya itu dengan sangat singkat namun tetap tersenyum.

Uuhhh...

Dia benar-benar merasa tidak nyaman dengan hal ini.

“How are you doing, sir? Does Indonesia and this small town have good tastes for you?” pria tua yang kini dia tahu bernama Ridwan itu masih terus berbasa-basi kepada Flauza. “I'm still a little disappointed, with you deciding not to live in the capital, maybe you'll get more offers with more lucrative contracts.” Flauza tidak menjawab perkataan pria tua di depan mereka itu, bahkan dia dapat melihat dengan jelas walaupun sosok pria berambut cokelat itu masih tersenyum tapi dia sama sekali tidak berniat menjawab.

Uh...

Sampai deheman pelan dari samping belakang mereka, dimana berdiri Tobito dan juga Elena serta dua pria lainnya di samping Elena membuat pria tua itu menghentikan basa-basi yang harus dia akui sedikit tidak berguna itu.

Tapi tahu apa dia dengan semua ini?

Bahkan dirinya saja tidak tahu apa gunanya berada di tengah-tengah keadaan mencekik seperti ini.

“Maafkan atas ketidak sopanan saya Tuan, namun bisakah Anda langsung kepada inti pertemuan kita kali ini? Tuan Evangrandene sedikit sibuk pada hari ini, dan akan menghargai sikap Anda untuk tidak terlalu membuang-buang waktunya yang berharga.” Ucap Tobito dengan begitu formal namun juga terkesan dingin dan tajam kepada pria di hadapan kami itu.

Tentu mendengar hal itu Ridwan sedikit panik.

Tanpa sadar Revander menaikkan alisnya, dan sedikit mengedipkan matanya beberapa kali.

Benar-benar lebih tinggi dari langit huh...

Tidak mengherankan sama sekali.

Tapi aku tidak menyangka, dia bahkan lebih dari seorang -kaya-.

Dengan sedikit kode, Ridwan memerintahkan salah satu wanita yang ada di sampingnya memberikan dokumen tebal.

Dan wanita itupun bergerak mendekat kearah Flauza, berjalan pelan dan sensual dengan sepatu hak tinggi yang bergema di ruangan private tersebut.

Saat wanita itu memberikan dokumen tebal itu, sengaja atau tidak dia seperti mencondongkan tubuhnya lebih dekat kearah Flauza yang masih tersenyum dan tak mengubah posisinya sama sekali.

Well...

Dunia mana lagi yang tidak kamu lihat?

“Here it is Mr. Flauza, the proposal on the project that we wanted to talk to you about a few days ago.” Ucap wanita itu dengan sehalus mungkin.

Tapi tentu saja pria di sampingnya masih belum bergerak dan masih juga tersenyum. Namun kali ini mata hitam gadis itu berhasil menangkap jika mata cokelat pria itu sedikit melirik kearah wanita yang berusaha menggoda dia.

Di tengah keramaian seperti ini.

Apa...

Ini normal?

Uh...

Tidak ada yang bergerak ataupun berbicara lagi.

Tidak dengan wanita itu.

Tidak dengan pria di depan mereka itu.

Bahkan Tidak dengan Tobito dan rekan kerjanya yang lain.

Semuannya seperti menunggu Flazau untuk memerintahkan sesuatu, walaupun itu hanya seperti bernapas.

Errr...

Gadis itu melihat dokumen yang telah di berikan kepada mereka, pada akhirnya mengambilnya secara perlahan dengan tangan yang terjulur di depan tangan Flauza yang masih bertautan antara jemarinya di atas meja.

Em....

Lambang perusahaan yang tidak dia kenal.

Flauza mulai menggerakkan kepalanya untuk dapat melihat ke arah sang gadis di sampingnya.

Dan Revander dengan tenang membuka lembaran pertama dokumen itu.

Berisi beberapa penjelasan perusahaan, nama dan ide proyek, perincian proyek yang akan mereka jalankan, namun dirinya tetap tidak mengerti banyak. Dia membalikkan ke halaman selanjutnya.

Itu adalah visual produk yang akan di hasilkan, lengkap dan perincian bagian-bagian dan fungsinya.

Ini adalah alat berat yang ingin di produksi dalam jumlah besar?

Lalu beberapa halaman berikutnya, itu adalah bahan-bahan baku yang di perlukan untuk membuat produk, dengan sumber bahan yang akan di dapatkan dari beberapa perusahaan lainnya.

Lalu tentang keuangan, perkiraan modal awal yang bisa Revander itu tidaklah sedikit.

Sekitar...

Delapan ratus dua puluh miliar rupiah.

Mata hitam gadis itu terbelalak melihat nominal angka yang besar itu.

Miliaran!

Er....

Lalu dia lanjut membaca, target dan strategi pemasarannya, dan keuntungan jangka panjang dan pendeknya.

Halaman selanjutnya itu adalah nama-nama orang yang akan bertanggung jawab melakukan proyek ini, dengan nama-nama orang yang berhubungan dengan perusahaan penyedia bahan baku produk tersebut.

Err....

Dia benar-benar tidak tahu apa ini semua.

Setelah selesai tenggelam dalam membaca dokumen itu, wajah Revander kini terangkat menatap Flauza, yang tampaknya juga telah memperhatikan dirinya dari tadi dengan senyumannya itu.

“How’s it?” akhirnya dia berbicara dengan suara lembut kepada Revander.

Apa dia memang menginginkan aku yang membaca dokumen itu?

Seketika panik kembali menyerang sang gadis.

Tapi...

Tapi.... dia bahkan tidak mengerti apa yang dia baca beberapa waktu yang lalu!

Sial....

Sial....

Apa yang harus katakan?

Lagi sang gadis melihat ke arah pria yang ada di hadapan mereka, kini tampak juga bingung dan terkejut.

Tapi juga terlihat cemas, dan....

Er....

Merasa tidak senang?

Apa yang terjadi sebenarnya saat ini?

“em... Their proposal is pretty good...” ucap Revander dengan hati-hati. “They are quite detail in making what they want and offering you?”

Flauza menaikkan salah satu alisnya mendengar perkataan Revander. “Did you like it?”

Eh...

Suka?

Suka dengan apa?

“Like what?” tanya Revander.

“their products, do you like their products?” tanya Flauza masih dengan senyuman dan menjelaskan pertanyaan kembali dengan sabar.

Gadis itu kembali menaikkan alisnya membuat kening itu sedikit berkerut bingung. “Does my opinion matter all this??”

“If it’s you, I will take consider.” Jawabnya santai.

Oh....

Apa...

Tunggu dulu!

Revander menyipitkan mata hitamnya itu dengan menatap langsung pada iris cokelat yang masih menatapnya, yang entah kenapa terasa seperti....

Seorang yang ingin bermain-main?

“It's a heavy duty equipment that will be useful for moving stuff in unfriendly terrain, but it's smaller in size.” Entah kenapa gadis itu berkata seakan dia tahu-menahu apa yang sedang mereka bahas. “Maybe it will be useful for the people who are in outback, like people how live in highland?"

Revander menangap sebuah senyuman janggal dari pria di hadapan mereka, senyuman yang terkesan.....

Seperti....

Puas akan sesuatu?

Tapi terasa salah.

Kini gadis itu meluruskan kepalanya, menatap langsung kepada pria bernama Ridwan itu dengan kedua mata hitam yang seperti gelap malam itu.

Lalu dia kembali menghela nafas panjang sebelum melempar kecil proposal itu sedikit menjauh dan kembali menatap kepada Flauza yang masih saja tersenyum ke arahnya.

“I gave up...” bisik Revander dengan tenang.

Dan Flazua tertawa mendengar sang gadis itu.

“Oh you really are... aren’t you?” ucap Flazua dengan memperbaiki posisinya.

Kali ini Flauza mengangkat tangannya dengan menggerakkan jari telunjuknya kepada Tobito yang mulai mendekat ke arahnya.

“Tuan Ridwan, seperti yang di katakan Nona Revander, proposal Anda mungkin terlihat sangat baik, namun sayangnya itu tidaklah memuaskan untuk standar perusahaan kami.” Tobito mulai berkata.

“Ah... Tuan Svadive, jika berkenan kami akan segera memperbaikinya sampai semua sesuai dengan standar perusahaan Anda.” Pria Ridwan itu seperti mulai panik akan perkataan Tobito.

Ya...

Memang apa yang kurang?

“ Delapan ratus dua puluh miliar rupiah dan tujuh puluh persen kembali dalam tiga sampai lima tahun.” Akhirnya Flauza berkata dengan tenang.

Gadis itu mengedipkan matanya beberapa kali mendengar pria itu berkata dengan bahasa Indonesia yang begitu fasih, tidak seperti Tobito, dengan melihat senyuman Flauza bukanlah senyuman normal seperti beberapa waktu yang lalu, namun itu seperti seringai bak predator.

Dan lagi itu berhasil membuat tubuh gadis itu menegang dengan bulu kudu yang berdiri dan jantung yang berdegup kencang.

Uhh...

“T-tapi Tuan, bukankah itu terlalu memberatkan pihak kami...” Pria itu mulai tersenyum canggung berusaha bernegosiasi kepada Flauza.

“Perusahaan dan apa yang kamu tunjukkan ini terlihat begitu baik, seperti sebuah arus tenang namun kuat di sungai yang memiliki dalam yang luar biasa.” Flauza berkata dengan tenang. “tetapi, kamu dan aku tahu, jika di dalam sana begitu banyak hewan-hewan rakus dan serakah pula menunggu mangsa yang lemah menyeberang ke sisi lain sungai itu, Tuan Ridwan.”

Flauza mencondongkan badannya sedikit.

“Atena, EnD, dan Trisaka? Seperti tidak asing bukan Tuan Ridwan? Atau aku harus membuat Anda mengingat-ingat apa yang telah terjadi?”

Eh...

Ya itu seperti tidak asing.

“Ah... itu, T-Tuan Evangrandene. M-merekalah satu-satunya saya sekiranya mampu memproduksi bahan-bahan yang kami perlukan dalam jumlah dan waktu yang sesuai dengan tingkat produksi kami.”

Flauza tertawa kembali sejenak menyandarkan tubuhnya pada kursi itu. “Mereka adalah perusahaan yang berada di tangan negara, produksi mereka begitu besar, namun sayang angin begitu kencang tidak dapat menutupi bisikan jika mereka memiliki permainan tidak baik di mata masyarakat.”

Ah...

ya...

itu....

Berita tentang penilapan yang terjadi dua tahun yang lalu!

Jika tidak salah selain kerugian besar yang terjadi, bahkan dampak kepada lingkungan alam dan masyarakat juga, begitu besar. Bencana alam, hewan-hewan yang mulai masuk pemukiman, dan juga warga-warga yang mulai sulit untuk mendapatkan penghasilan di sana.

Bagaimana Flauza tahu tentang berita seperti ini?

Tampaknya Tuan Ridwan itu sendiri, sudah begitu panik.

“Oh... tenanglah Tuan Ridwan, aku akan tetap memberikanmu itu, namun poin yang aku pinta tidak akan terganggu gugat. Dan jika, Anda merasakan ini terlalu berat itu bukanlah masalahku.” Lanjut Flauza dengan santai. Kali ini Elenalah yang berjalan mendekati pria di hadapan kami, memberikan beberapa dokumen kepada pria itu dan berjalan kembali ke tempatnya semula.

“Dan tampaknya ini sudah begitu jelas, jadi kamu hanya perlu berurusan sisanya dengan Tobito dan Elena jika kamu memilih untuk melanjutkan ini” kali ini Flauza bangkit dari duduknya dengan senyuman yang tak pernah hilang itu.

“If you don't mind, I want to excuse myself first.” Flauza menatap sang gadis itu. tentu Revander menyadari hal itu juga dengan cepat bangkit dari posisinya, bahkan pria itu dengan santainya mengambil tangan sang gadis dan menggenggamnya pelan sebelum menariknya untuk meninggalkan orang-orang itu.

“ah...”

Dalam beberapa waktu saja keduanya telah keluar dari ruangan itu, mendapati mereka pada keramaian pusat perbelanjaan yang berada di lantai tujuh itu.

Flauza kembali menarik lembut tangannya berjalan menjauh entah ke mana, sampai mereka berhenti pada suatu restoran lainnya dengan lantai yang sama.

Errr....

“itu... Mister Flauza?” panggil Revander kini mata hitamnya terfokus pada mereka yang tampak saling menggenggam. “M-my hand...” mendengar ucapan sang gadis, pria itu berhenti.

“hhmmm...? don't you like it when I hold your hand?” pria itu bertanya dengan nada yang terdengar jenaka atau mengejek?

Seketika mata sang gadis menyipit menatap lurus kepada pria itu.

Dengan sengaja pula dia meremas tangan yang jauh lebih besar darinya itu dengan kuat seakan itu dapat menyakiti pria bermata cokelat itu.

Tentu saja tidak!

Siapa yang kamu ajak bercanda huh?

Flauza kembali berjalan ke arah lift dengan beberapa orang tampak berdiri tengah menunggu pintu besi itu terbuka juga.

Pandangan orang-orang dengan cepat terfokus kepada sosok pria yang jauh lebih tinggi di bandingkan pria normal untuk warga lokal di sini, dengan rambut cokelat yang sedikit panjang dan di sisir ke belakang dan tubuh tinggi tegap berbalut baju kemeja putih dan jas biru raven yang tidak terkancing serta celana kain senadanya.

“Did you want something to eat Miss Revander?” ucap pria itu melangkah masuk kedalam lift itu, di susul dengan Revander dan juga beberapa orang lainnya.

Tentu saat pria itu berbicara kembali dengan berbahasa Inggris dan suara beratnya mampu membuat orang-orang di sana sedikit terkejut dan menegang. Walaupun wajah pria itu tersenyum.

Dia kembali menggunakan bahasa Inggris huh?

“Maybe... something spicy and heavy?” dalam beberapa hari ini dia tidak mendapatkan makanan yang teratur, dan terakhir kali dia merasakan makanan yang cukup mengisi perutnya adalah sebuah kentang yang di tumbuk.

Dan itu sama sekali tidak memuaskan dirinya.

Tentu dirinya mendapatkan sarapan tadi pagi, namun itu hanya sepiring mie goreng.

Dan entah kenapa dia melakukan tindakan untuk berbagai makanan kepada pria di sampingnya ini.

Heh... sekarang kamu menyesal dan kelaparan huh...

Oh diamlah!

Flauza hanya mengangguk pelan tidak melanjutkan pembicaraan mereka, namun itu malah membuat suasana lift itu terasa mencekam karena aura dari pria luar negeri ini.

Hah....

Tuhan....!

Ini hari pertamaku bekerja, terjebak dengan negosiasi aneh di antara kedua pengusaha yang tidak dia mengerti dan sekarang berakhir dengan terjebak di dalam lift dengan tangan yang masih terlilit pada pria yang memiliki aura begitu kuat bahkan membuat orang lain yang tidak di kenal menjadi takut.

Apa itu masih kurang?

Jangan lupa kamu mengalami ini semua dengan rasa perut yang luar biasa lapar karena tidak memakan apapun selama hampir dua hari...~

Ya.... dan itu juga...

Mau bertaruh dalam beberapa waktu kemudian semuanya akan lebih buruk lagi~

Oh... dasar kepala sialan!

Ting....

Beberapa orang mulai keluar dari lift menyisakan, dirinya Flauza dan dua orang lain yang ada di depan mereka yang tampak memiliki pemberhentian yang sama dengan mereka.

“What are you thinking Miss Revander?” tanya Flauza lagi, seakan mengetahui perdebatan yang tengah terjadi di dalam kepala gadis berambut hitam itu.

“Nothing...” dia menggelengkan kepalanya pelan dengan menarik nafas dan menghembuskannya dengan kuat."Just hungry..."

Berusaha menenangkan pemikiran dan juga jantung miliknya yang berdebar tidak beraturan ini.

Ting...

Lift itu kembali terbuka, menampilkan sisi lain dari pusat perbelanjaan yang terlihat lebih kumuh, berbanding jauh dari hal-hal yang ada di lantai atas tadi.

Mereka keluar dari lift itu namun tidak melangkah lebih jauh dari sana.

“So...?”

Revander sedikit melirik kepada Flauza yang lagi menatap dirinya dengan terang-terangan.

Gadis itu hanya menghela nafas.

Sedikit lelah dengan tingkah laku pria yang seharusnya menjadi Bossnya di hari pertama dia bekerja, namun faktanya tidak.

Mata hitamnya menangkap suatu tempat yang mungkin bisa menjadi penyelamat perutnya yang sudah keroncongan ini.

KFC.

Dari pada ke restoran yang hanya ada mahalnya tapi tidak kenyang lagi?

Dia menarik tangan kekar dari pria berbadan besar itu dengan cukup kuat dan langkah yang lebar.

Memasukki tempat itu, dan mencari-cari meja yang cukup ideal untuk mereka duduk di sana.

Ah...

Meja yang cukup panjang dengan sofa kulit berwarna cream, tepat di dekat dinding kaca.

Hm...

Sempurna!

Kembali menarik Flauza yang masih diam mengikuti dirinya, dan pada akhirnya dia dan pria itu duduk di meja tujuannya.

“oh...” Flauza tersenyum sedikit sinis.

“Why? Never enjoyed food like this before?" ucap sang gadis tengah membaca menu-menu yang di sediakan tempat ini.

Hm.... cukup mahal, tetapi masih bisa terbeli dengan uang sisa tabungan.

Tapi setidaknya tidak sangat mahal seperti waktu itu.

“No.” jawab Flauza singkat.

Dan Revander hanya berdecak pelan. “What do you want to order Mr. Flauza?” pria itu hanya tersenyum dengan mata cokelat itu masih terfokus kepada dirinya.

“Surprise me....”

Dan lagi Gadis itu menghela nafas panjang melihat tingkah laku atasannya ini.

Membaca menu itu lagi sekilas, dan bangkit berniat untuk memesan makanan mereka.

“Wait here...” ucap gadis itu seakan memerintahkan anak kecil menunggu orang tuannya.

Dan dia meninggalkan pria itu yang masih mengikuti arah geraknya dalam diam dan tersenyum.

Perlu sekitar sepuluh menit lebih dirinya untuk melakukan pemesanan makanan mereka, dengan dirinya kembali membawa dua mapan pada masing-masing tangannya dengan menu yang berbeda pula.

Flauza sedikit mengangkat alisnya melihat Revander meletakkan salah satu mapan di hadapan pria itu, dan satunya lagi pada sisi meja lain tempat dimana dia akan duduk.

“Oh... what is this?” tanya Flauza.

“Original fried chicken, don't worry about it being spicy with fries and tomato sauce." gumamnya santai sembari membuka beberapa bungkus makanan di hadapannya dan segera melahapnya.

Dia benar-benar lapar, dan terlalu lapar untuk peduli apa yang di lihat oleh pria itu.

Mereka menikmati masing-masing makanan itu dalam diam, tanpa ada membuka pembicaraan sama sekali.

.

.

.

Setelah beberapa menit berlalu, mereka selesai menikmati makan siang sederhana itu. Keduanya kembali terduduk berhadapan di sana, masih belum membuka pembicaraan, masih jatuh dalam pemikiran mereka masing-masing.

Revander hanya mengabaikan Flauza yang masih menatap ke arahnya, dengan memandang jauh keramaian di seberang kaca itu, sedangkan Flauza sendiri tidak terlihat ingin membuka pembicaraan pula.

Dan dia terjebak di keheningan yang begitu canggung dengan bossnya itu.

Entahlah... apa yang ingin di bicarakan?

Apa saja yang penting berbicara!

Err...

Kamu sama sekali tidak membantu!

“Mr. Flauza...” pada akhirnya gadis itu memanggil pria itu pelan.

“Hn..?”

"Isn't it..... Isn’t it that you speak Indonesian fluently?" tanya Revander perlahan, mencoba-coba mengecek arus pembicaraan mereka.

“Oh.... I do...”

Uh...

“Then.... why do you keep using a foreign language with me, as if you don't speak Indonesian?" lanjut Revander lagi.

“I never said I couldn't speak Indonesian...” balasnya singkat.

Uh....

“If... If you say you want me to teach you about... Indonesia, wouldn't it be better for the two of us to interact... you know.... using Indonesian...” tawar gadis itu dengan sangat-sangat perlahan kepada pria itu.

“Oh...? you want me to speak to you in Indonesian?"

Gadis itu mengangkat bahunya sebentar sedikit memutar bola mata hitamnya saat pria itu menjelaskan perkataannya secara lebih jelas. “Yeah... Is it something wrong with that?”

“No.” Flauza tersenyum lebar.

Dan dia kembali merasakan tubuhnya menenggang melihat senyuman itu. “But what do I get, when I speak Indonesian with you?”

Dia sedikit menggoyangkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan saat mendengarkan pertanyaan Flauza. Seperti pebisnis yang sedang melakukan negosiasi kepada pebisnis lain.

Tapi dia bukanlah pebisnis, bukan?

“Well.... I don't know about you, but it will make everything easier for me...”

Oh... bagus kamu melakukan sebuah hal yang benar-benar bagus!

Hey aku hanya melakukan apa yang sering kamu katakan! ‘Bagaimana jika mencobanya terlebih dahulu’

Dasar bodoh!

Hey!

Tapi Flauza tertawa.

Pria itu tertawa kuat mendengarkan perkataan sang gadis berambut hitam di hadapannya itu.

“Oh.. my... you really are adorable...” ucap pria itu di sela-sela tawanya yang masih kuat. Dan sang gadis tidak tahu harus berbuat apa untuk menghentikan Flauza yang tampak begitu senang dengan interaksi ambigu mereka.

“So...?” tanya Revander.

“Hm... bagaimana, jika dengan memanggilku dengan nama saja, tanpa panggilan Tuan atau semacamnya”

Oh kali ini pria itu membalas perkataannya dengan menggunakan bahasa Indonesia, yang tidak terlalu baku seperti Tobito berbicara.

Namun tetap terdengar aneh, karena aksen orang luar negerinya.

“Er... apa tidak apa-apa?”

Tawa pria itu meredah, dengan senyaman itu kembali terukirkan. “ya... Nona Revander, itu tidak masalah sama sekali.”

Tapi tetap saja terasa salah.

“errr... bagaimana jika kamu juga memanggil namaku dengan sebutan Revander saja, atau.... Reva... atau Rev... kamu tahu, jika kamu tidak ingin melakukan panggilan Tuan atau semacamnya.” Kali ini sang gadis itu seakan membuat penawaran kepada pria itu.

Dan senyuman itu semakin lebar.

“Ah... tentu saja Revander...”

.

.

.

"Jadi kita memiliki kesepakatan?" tanyaku lagi seperti memastikan itu kepada Flauza.

"Tentu, Revander. Kita memiliki kesepakatan ini."

.

.

.

Dan tak lama Tobito datang menghampiri mereka yang selesai melakukan ‘negosiasi’ kecil itu dan mengatakan jika, kendaraan mereka telah menunggu di luar pusat perbelanjaan ini.

1
saijou
Bahasa yang digunakan enak banget dibaca, sampe lupa waktu.
Er and Re: terima ksih banget telah mampir dan baca cerita punya ku kaka <3
total 1 replies
·Laius Wytte🔮·
Bagus banget!!! Aku suka banget ceritanya 🥰
Er and Re: makasih ya kak telah menyukai cerita buatan aku <3
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!