NovelToon NovelToon
Jodoh Pilihan Ibu.

Jodoh Pilihan Ibu.

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Tukar Pasangan
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Rinnaya

Dijodohkan dengan pria kaya raya? Kedengarannya seperti mimpi semua perempuan. Tapi tidak bagi Cloe.

Pria itu—Elad Gahanim—tampan, sombong, kekanak-kanakan, dan memperlakukannya seperti mainan mahal.

“Terima kasih, Ibu. Pilihanmu sungguh sempurna.”

Cloe tak pernah menginginkan pernikahan ini. Tapi siapa peduli? Dia hanya anak yang disuruh menikah, bukan diminta pendapat. Dan sekarang, hidupnya bukan cuma jadi istri orang asing, tapi tahanan dalam rumah mewah.

Namun yang tak Cloe duga, di balik perjodohan ini ada permainan yang jauh lebih gelap: pengkhianatan, perebutan warisan, bahkan rencana pembunuhan.

Lalu, harus bagaimana?
Membunuh atau dibunuh? Menjadi istri atau ... jadi pion terakhir yang tersisa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinnaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

8. Tidak sendirian.

Cloe berdiri di jendela, mengintip suasana luar mendukung tidur nyenyak. Hujan sebagai lagu pengantar tidur. Lantas dia menoleh ke belakang, pada Elad yang bersandar santai di tempat tidur sembari memangku laptop. Di hidungnya bertengger kacamata anti radiasi, dia kelihatan lebih dewasa jika seperti itu.

‘Bagaimana bisa dia begitu santai?’ Matanya memicing, mengeluarkan aura permusuhan.

Perlahan dia naik ke atas kasur. Cloe, dengan gaun tidurnya yang berwarna putih pucat, memeluk bantal erat-erat. Matanya menatap kosong pada ukiran di langit-langit kamar.

Ia memberanikan diri memecah keheningan yang menyesakkan. "Elad," suaranya pelan, hampir berbisik, "bagaimana kalau ... bagaimana kalau kita tidur di kamar yang berbeda?"

Elad yang duduk di tepi ranjang, terkesiap kecil. Ia menoleh perlahan, menatap Cloe dengan ekspresi yang sulit dibaca di remang cahaya lampu tidur. "Kamar yang berbeda?" ulangnya, alisnya sedikit bertaut.

Dalam benaknya, Elad sudah jauh-jauh hari merencanakan untuk memberikan ruang bagi Cloe. Ia tahu pernikahan ini selit diterima bagi Cloe pun Elad sendiri. Tetapi karena kejadian hari ini ia khawatir, dengan tidur terpisah, Cloe akan semakin leluasa merencanakan pelariannya yang kedua.

"Iya," jawab Cloe, mencoba menyembunyikan kegugupannya di balik nada bicara yang datar. "Aku ... aku merasa sedikit tidak enak badan. Mungkin akan lebih baik kalau aku istirahat sendiri."

“Oh, kau takut aku menidurimu, ya?” Aslinya turun naik, menggoda. Sikap tengilnya terlihat lagi meskipun di halang kacamata di sana.

“Begitulah.” Cloe menjawab malas.

Elad menghela napas panjang. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati jendela, menatap hujan yang semakin deras. "Cloe," katanya mendadak lembut, namun ada nada tegas di dalamnya, "kita sudah menikah. Di depan keluarga kita, di depan Tuhan. Jadi ... memang sewajarnya, kan, melakukan hubungan-”

“Tidak!” Cloe cepat membantah, membentuk tangan menyilang. “Wajar, jikalau kau tidak memiliki wanita lain. Bajingan!”

Mata Elad berkedut. “W-waw, tidak bisakah kau lebih lembut dalam menolak?”

“Kau tidak pantas!”

Elad kembali ke tempat tidur, berbaring, meletakkan kedua tangan di atas kepala. “Tidurlah, kasurnya cukup besar memuat tiga orang lagi.”

Cloe terdiam. Ia menangkap sedikit keraguan dan kekhawatiran dalam tatapan Elad. Ia tahu, tindakannya di hari malam pernikahan mereka telah menorehkan bekas. Ia mengalihkan pandangannya, pasrah. "Baiklah," jawabnya akhirnya, suaranya hampir tak terdengar.

Keheningan kembali menyelimuti kamar. Elad berbaring di sisi ranjang yang lain, memperhatikan punggung Cloe. Beberapa saat kemudian, ia mendengar napas Cloe yang mulai teratur. Dia pasti kelelahan.

Perlahan, Elad membalikkan tubuh Cloe. Di tengah cahaya meremang dan desiran suara hujan, ia menatap wajah Cloe. Tidur ternyata menghapus semua ketegangan di wajah itu. Cloe terlihat begitu damai, begitu rapuh, dan entah mengapa, begitu cantik.

Elad mengamati lekuk wajahnya, hidungnya yang mancung, dan bibirnya yang sedikit terbuka. Tidak salah jika Cloe mengakui dirinya cantik, menunjukkan bahwa dia cukup sadar diri.

Cloe istrinya, siapa yang bisa melarang untuk menyentuhnya. Ia mengulurkan tangan, hampir tanpa sadar, dan menyentuh lembut pipi Cloe. Kulitnya terasa halus dan dingin.

“Kau tidak bisa menghindar dari tugasmu, Cloe. Aku akan berbaik hati memberikanmu waktu.”

Elad tersenyum licik, dia tepe pria bajingan yang tidak ingin melewatkan apa yang ia miliki. Si cantik itu ... orang gila mana yang bisa mengabaikannya kendati dia memiliki hak besar?

Pagi menyapa lebih cepat dari yang Elad duga. Ia terbangun dengan cahaya matahari samar yang mulai menyusup melalui celah gorden. Di sampingnya, Cloe masih tertidur pulas. Wajah damainya semalam masih terpancar, membuat Elad enggan untuk mengganggunya. Namun, ia ingat kebiasaan keluarganya. Sarapan bersama adalah ritual yang tak pernah dilewatkan.

Dengan hati-hati, Elad membangunkan Cloe. "Cloe," panggilnya pelan, sambil menggoyangkan bahu istrinya. "Cloe, bangun." Dia berbisik nakal di telinga Cloe.

Cloe mengerjapkan matanya perlahan, mengerutkan kening karena silau. Ia menatap Elad dengan tatapan bingung, sebelum akhirnya kesadarannya kembali sepenuhnya. "Sudah pagi?" tanyanya dengan suara serak khas bangun tidur.

"Iya," jawab Elad melipat tangan, angkuh. "Ayo bangun. Keluargaku punya kebiasaan sarapan bersama. Mereka pasti sudah menunggu."

Cloe menghela napas pelan. Ia sebenarnya masih ingin berlama-lama di tempat tidur, menikmati ketenangan yang baru ia rasakan setelah berhari-hari penuh tekanan. Namun, ia tahu ia tidak punya pilihan. Ini adalah keluarga Elad, dan ia harus berusaha untuk beradaptasi.

Dengan enggan, Cloe bangkit dari tempat tidur. Ia merapikan rambutnya yang sedikit berantakan dan mengikuti Elad keluar dari kamar. Mereka berjalan berdampingan menuruni tangga, menuju ruang makan yang sudah ramai dengan anggota keluarga Elad.

Senyum ramah menyambut kedatangan mereka. Ibu, ayah, dan adik laki-laki Elad yang sudah SMA. Cloe untuk memaksakan senyumnya, mencoba menyembunyikan kecanggungan yang masih ia rasakan.

“Kak Cloe sangat cantik,” puji Ayano, si putra bungsu. “Meski mirip Kak Zeline, aku merasa Kak Cloe lebih cantik.”

“Oh, benarkah?” Cloe bergembira atas pujian tersebut, mendadak mengibaskan rambut penuh percaya diri. “Kalau begitu kau tengah sial, karena setelah ini kau tidak bisa memandang gadis lain cantik.” Cloe menutup mulut, tertawa kecil.

“Se-sepertinya Kakak dan Abang akan menjadi pasangan serasi.” Ayano tersenyum kikuk, dia mendapatkan anggukan dari kedua orang tuanya.

Satu tengil, satu centil. Luar biasa.

Bahar, sang kepala keluarga, berdehem. “Kau menyukai menu hari ini, Nak?” Menatap Cloe dengan ekspresi datar. “Dhara turun ke dapur hari ini khusus untukmu.” Dhara adalah istrinya, ibunya Elad.

Cloe menoleh ke Dhara, wanita itu secara anggun menyuap potongan daging ke dalam mulut. Dia tidak berkata apapun, fokus pada pisau dan garpu. Tapi Cloe yakin dia menunggu jawaban.

“Ini pertama kalinya aku memakan steak,” jawab Cloe apa adanya. “Ternyata begini rasanya. Terima kasih, Ibu. Aku suka.”

Dhara mengangguk, samar-samar Cloe melihat senyum tipis di wajah Dhara. Cloe menilai, mungkin Dhara bukan tipe wanita benyak bicara. Dhara sangat anggun, sampai Cloe merasa dia tengah melihat seorang bangsawan abad pertengahan.

“Apa Jasmin pernah mencicipi masakanmu, Ibu?”

Elad hampir tersedak mendengar pertanyaan Cloe. Seketika memicing ke arah Cloe, dan Cloe balas mengedipkan matanya.

“Untuk apa aku lakukan itu? Dia bukan apa-apa selain wanita berstatus simpanan sekarang.”

Cloe tersenyum, melirik Elad dengan singgungan tajam. “Benar. Serendah-rendahnya wanita, ialah wanita yang menjadi simpanan suami orang. Gelandang di jalan 100x lipat terlihat lebih baik.”

Tidak hanya Elad, akan tetapi Bahar pun tidak dapat berkata-kata. Sementara Ayano membekap mulut menahan tawa, para wanita tengah menggoreng mereka saat ini.

“Ayano,” Cloe menepuk pundak remaja itu. “kau jangan menjadi pria seperti itu ya. Pilihlah satu wanita yang paling kau inginkan. Oh, tentu saja, berdasarkan restu ibu. Benarkan, Ibu?”

“Benar.”

Haha, Cloe tertawa dalam hati, kabar baik karena sepertinya Dhara bukanlah musuhnya. Kekhawatiran Cloe akan drama permusuhan antara menantu dan mertua lepas begitu saja.

Cloe tidak sendirian.

Di meja makan itu, di antara sapaan dingin dan obrolan menekan, babak baru dalam kehidupan pernikahan mereka dimulai. Babak yang penuh dengan ketidakpastian, namun juga menyimpan potensi untuk sebuah kehangatan yang mungkin belum mereka sadari.

Bersambung....

1
Rittu Rollin
yuk up nya dtunggu ya thor
Rittu Rollin
/Smile/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!