Awalnya kupikir Roni adalah tipikal suami yang baik, romantis, lembut, dan bertanggung jawab, namun di hari pertama pernikahan kami, aku melihat ada yang aneh dari diri Suamiku itu, tapi aku sendiri tidak berani untuk menduga-duga sebenarnya apa yang tersembunyi di balik semua keromantisan suamiku itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penasaran
Sore ini aku memasak di dapur dibantu oleh ibu, sejak Ibu ada di rumah ini, Aku merasa senang sekali, karena ada teman bicara.
Ibu banyak memberikan aku nasehat terutama seputar kehamilan dan rumah tangga, selama ini aku memang selalu mendengarkan apa yang Ibu katakan, meskipun dalam pelaksanaannya kadang aku suka menyimpang, Ya namanya juga pemikiran zaman dulu berbeda dengan zaman sekarang.
Kalau zaman dulu orang hamil banyak sekali pantangannya, tidak boleh ini tidak boleh itu, tidak boleh memegang ini tidak boleh memakan itu, kalau semua pantangan itu aku turuti, kepalaku akan semakin pusing dan stres, karena aku tidak mampu untuk melakukan semuanya, makanya seringkali aku mengikuti hidup masa kini yang tidak terlalu banyak aturan yang penting tetap menjaga pola kesehatan.
Sementara Mas Roni sepanjang hari ini dia hanya duduk di depan TV, kadang-kadang berbaring di kamar, dan selama itu pula dia tidak pernah lepas dari ponselnya.
Kadang-kadang Mas Roni keluar rumah entah menelepon siapa, setelah itu dia masuk lagi, aku sudah tidak terlalu mau tahu lagi soal Mas Roni, karena ada ibu di sini tidak mungkin kan aku terus membuntuti Mas Roni dan aku cuekin ibu.
Melihat sikapnya seperti itu membuat aku semakin penasaran, siapa sih sebenarnya sosok Dokter Eva sampai membuat suamiku jadi seperti itu.
Bahkan dia yang sudah ada niat untuk bertobat bisa berbalik dan mengingkari janjinya sendiri, aku jadi ingin tahu banyak soal Dokter Eva.
Aku ingin tahu latar belakang Dokter Eva, keluarganya, semuanya yang berhubungan tentang dia bahkan anak-anaknya pun aku ingin ketahui dengan detail, dan aku sudah menyusun rencana untuk bisa menggerebek mereka kembali, tapi aku akan melakukannya dengan jalur hukum, makanya aku harus hati-hati dan mengumpulkan banyak bukti untuk proses itu.
"Fan, dari tadi kok ibu perhatikan kamu ini melamun saja, orang hamil jangan terlalu banyak melamun! Nanti ada hal-hal buruk yang akan masuk dalam otakmu itu!“ kata ibu membuyar kan lamunanku.
“Ah Ibu bisa saja, oh ya Bu, Nanti kalau makanannya sudah matang Aku mau langsung Tata di meja ya Bu, biar nanti habis maghrib kita bisa langsung makan malam sama-sama, Kalau Rafi tidak tahu deh dia pulang jam berapa!“ kataku mengalihkan pembicaraan.
“Fan, Ibu berharap rumah tanggamu akan baik-baik saja dan langgeng sampai maut memisahkan, jangan kayak rumah tangganya Bude Sumi, Dia bercerai dengan suaminya dan sekarang mereka punya dua keluarga, Bude Sumi sudah menikah lagi dan suaminya pun sudah menikah lagi, tapi di antara mereka sudah terlanjur ada anak, dan bahkan anaknya bude Sumi sekarang sudah menikah dan memberikan Bu Sumi cucu!" Ungkap ibu.
"Iya Bu!” sahut ku singkat.
“Contohlah pernikahan ibu dan bapakmu, meskipun dulu kami serba kekurangan tapi kami saling setia bahkan sampai Bapak mu meninggal, Ibu tidak menikah lagi kan!” lanjut Ibu.
Aku menghela nafas panjang, sebelumnya aku memang pernah menginginkan pernikahan seperti ibu dan bapakku, yang saling menyayangi satu dengan yang lain, tidak ada dusta dan rahasia di antara mereka, hidup harmonis walaupun sangat sederhana.
Tapi kenyataannya, di awal pernikahanku saja sudah ada kebohongan dan bibit-bibit rahasia, dan aku juga tidak tahu ke depannya bagaimana, meskipun sekuat tenaga aku mempertahankan tapi kalau benih-benih itu masih ada, tetap saja itu adalah seperti penyakit yang menggerogoti, dan suatu hari Nanti akan meledak sewaktu-waktu, tapi sebelum itu terjadi, aku harus mencegah dan melakukan sesuatu meskipun sangat beresiko.
Magrib sudah lewat, kegelapan mulai menyelimuti bumi, saat ini Kami sedang duduk bersama di meja makan, aneka hidangan lezat sudah tersaji nikmat aku dan Ibu yang memasaknya tadi sore.
Biasanya Mas Roni paling antusias untuk makan, dia kelihatan bergairah setiap kali melihat makanan yang tersaji di atas meja, tapi malam ini dia nampak berbeda, wajahnya kelihatan murung entah apa yang sedang dipikirkannya, dia nampak kurang berselera untuk menikmati makan malam, ini pasti soal Dokter Eva.
"Mas ayo dimakan makanannya, Ibu sudah capek-capek masak loh, lihat nih ada ikan pindang, ada perkedel dan juga telur balado, bukannya Mas sangat suka semuanya ini!“ ajakku ketika melihat Mas Roni yang diam saja duduk di depan meja makan.
"Iya lho nak Roni, Kok dari tadi ibu lihat kamu melamun saja, memangnya tidak senang Ibu menginap di sini?" Cetus Ibu tiba-tiba.
"Oh bukan Bu, yah namanya juga orang usaha Bu, Lagi mikirin gimana toko, gimana kerja pegawai, soalnya seharian ini aku tidak melihat toko sama sekali karena Fani melarangku datang ke toko!“ jawab Mas Roni gugup.
Ibu langsung menoleh ke arahku, pintar sekali Mas Roni berkata-kata, aku memang melarang dia ke toko tapi seharusnya dia jangan menyindirku seperti itu, apalagi ada ibu yang baru datang dari Bandung.
"Lho Kamu ini bagaimana sih Fan, masak suami dilarang untuk kerja dan datang ke Toko, sebagai istri kita harus memberikan suami kesempatan untuk berusaha, jangan Justru malah menghalang-halangi!“ ujar ibu.
Tuh kan betul, ibu malah menyalahkan aku, Mas Roni pintar sekali membalikkan keadaan seolah-olah dia adalah korban.
"Setiap hari Mas Roni juga ke toko bu, Hanya hari ini saja aku minta dia libur, kan ada ibu yang datang, seharusnya kita berkumpul, ngobrol, lagi pula kan tidak setiap hari juga!" Tukasku membela diri.
“Ya betul itu, tapi Ibu itu kan bukan tamu yang harus selalu ditemani, lain kali Biarkanlah suamimu melakukan pekerjaannya, Jangan membuat dia jadi bingung dan tertekan karena terlalu menuruti kemauan istrinya!" Lanjut Ibu yang mulai menyendokan nasi ke piringnya, ke piringku, dan juga ke piring Mas Roni.
Ibu tidak mengerti, aku melakukan ini bukan semata-mata karena aku ingin mengatur suamiku, tapi ada hal yang lebih besar dari itu, aku ingin mencegah perselingkuhan kembali terjadi, dan kalau aku sudah tidak mampu lagi untuk mempertahankan, aku pun juga harus bertindak tegas, dan memberikan ganjaran atas apa yang terjadi dalam Rumah tanggaku, terutama karena kesalahan Mas Roni yang kembali tidak jujur padaku, dia sudah menorehkan noda di atas janji pernikahan kami, Dia yang memulai bukan Aku.
Setelah kami selesai menikmati makan malam bersama, meskipun dengan suasana yang tidak terlalu mengenakkan, dan ibu juga agak sedikit menyalahkan aku karena membiarkan Mas Roni terus berada di rumah, seolah aku mengekangnya, padahal maksudku tidak seperti itu.
Mas Roni masuk ke kamarnya, setelah selesai makan, sementara aku masih menemani Ibu mengobrol, sampai akhirnya beberapa kali dia menguap dan aku pun menyuruhnya untuk beristirahat saja di kamar dan menonton TV di kamar.
Hingga akhirnya terdengar suara sepeda motor di luar, ternyata Rafi sudah pulang kerja, terdengar suara pintu terbuka dan dia langsung menghampiri aku yang masih membereskan meja makan.
“Ibu sudah datang Kak? Kok sepi pada ke mana?" Tanya Rafi yang kemudian langsung duduk di ruang makan ini.
“Kamu kalau lapar langsung makan saja Fi, Ibu lagi istirahat di kamar, Kalau mau ngobrol sama Ibu, tunggu ibu keluar atau besok pagi saja lah!" Jawabku.
"Tadi Aku sudah makan di luar kak, ya sudah kalau begitu aku langsung mandi saja deh, capek juga Seharian kerja!" Ujar Rafi yang kemudian kembali berdiri dan melangkah menuju ke kamarnya.
Aku kemudian melangkah ke arah kamarku juga, bermaksud hendak beristirahat, namun sayup-sayup terdengar suara Mas Roni yang sedang menelepon, aku menajamkan pendengaranku, di depan pintu aku menguping dari sela-sela pintu yang tidak tertutup rapat ini.
“Pokoknya aku akan cari waktu untuk menemuimu, kamu jangan terus-menerus menelpon atau mengirimkan chat padaku, lama-lama Fani bisa tahu, kepalaku sudah Pusing ini!“ terdengar suara Mas Roni yang kelihatannya agak frustasi, entah apa yang terjadi.
"Oke oke aku paham, ya sudah kalau begitu, besok aku pasti akan ke toko dan kalau waktunya tepat Aku akan memberitahumu untuk datang, tapi ingat sebelum aku memberi kamu kabar, kamu jangan pernah menelepon ataupun mengirimkan pesan padaku!“ lanjut Mas Roni.
Tidak lagi terdengar suara Mas Roni, Sepertinya dia sudah menyelesaikan teleponnya, aku mencerna setiap kata-kata yang tadi aku dengar, besok mereka akan janjian bertemu?
Aku pastikan mereka tidak akan bertemu lagi.
Bersambung ….