Bagaimana jika di hari pernikahan setelah sah menjadi suami istri, kamu ditinggal oleh suamimu ke luar negeri. Dan suamimu berjanji akan kembali hanya untukmu. Tapi ternyata, setelah pulang dari luar negeri, suamimu malah pulang membawa wanita lain.
Hancur sudah pasti, itulah yang dirasakan oleh Luna saat mendapati ternyata suaminya menikah lagi dengan wanita lain di luar negeri.
Apakah Luna akan bertahan dengan pernikahannya? Atau dia akan melepaskan pernikahan yang tidak sehat ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Luna
Di gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, Rafi dan Saras berdiri tegak di hadapan CEO dan jajaran direksi. Layar proyektor menampilkan grafik-grafik yang menunjukkan peningkatan signifikan dalam pangsa pasar dan pendapatan berkat kolaborasi kerja mereka di luar negeri. Presentasi mereka berjalan mulus, diakhiri dengan tepuk tangan meriah.
"Kinerja kalian sungguh luar biasa," ucap CEO dengan bangga. "Kalian berdua telah membawa angin segar bagi perusahaan. Bonus dan promosi menanti kalian!"
Rafi dan Saras tersenyum puas, saling pandang penuh kemenangan. Mereka adalah tim yang sempurna, baik di mata perusahaan maupun, tampaknya, di mata keluarga Rafi.
Sementara itu, di rumah, suasana jauh dari kata memuaskan. Bu Endah kini menjadi satu-satunya yang repot. Tumpukan cucian menggunung, termasuk pakaian kotor Rafi dan Saras dari perjalanan mereka. Lantai rumah belum tersentuh sapu, dan piring-piring kotor masih menumpuk di wastafel. Setiap gerakan Bu Endah selalu diiringi gerutuan dan umpatan untuk Luna.
"Dasar menantu tidak tahu diri! Pergi entah ke mana, meninggalkan semua pekerjaan! Memangnya siapa yang harus membersihkan semua ini?!" omel Bu Endah sambil mencuci pakaian dengan kasar. "Dulu waktu ada pembantu dipecat, katanya mau hemat. Sekarang lihat! Semua jadi berantakan!"
"Aku tidak mau tau, pokoknya setelah ini aku mau Rafi memperkerjakan kembali seorang pembantu untuk mengurus rumah. Kalau terus-terusan begini bisa-bisa aku mati kecapean. "
Sejak pagi, Luna memang tidak pulang. Setelah bertemu Naura, ia langsung meluncur ke kantornya. Perlu diketahui, Jika Naura adalah pengacara yang mengurusi kasus rumah tangga maka berbeda dengan Luna dia bukanlah sembarang pengacara.
Dia adalah seorang pengacara sekaligus konsultan bisnis di balik layar untuk beberapa perusahaan besar. Pekerjaannya lebih banyak dilakukan secara daring, hanya sesekali datang ke kantor jika ada rapat penting atau klien yang harus ditemui langsung. Inilah mengapa uang terus mengalir ke rekening Luna, bahkan ketika ia "terlihat" tidak bekerja di mata keluarga Rafi.
Selain itu, ada satu rahasia besar lagi yang tidak diketahui Rafi dan keluarganya. Kakek Luna adalah pemilik jaringan hotel bintang lima terkenal di kita mereka. Setelah ayahnya meninggal, warisan itu sudah pasti akan jatuh ke tangan Luna. Yang Rafi dan keluarganya tahu, Luna hanyalah seorang anak yatim piatu yang tinggal bersama kakeknya, tanpa mengetahui betapa besarnya kekayaan yang Luna miliki.
Setibanya di kantor pengacara, kehadiran Luna disambut hangat oleh pimpinannya.
"Akhirnya kamu kembali ke kantor, Luna! Kami merindukanmu," sapa Pak Heru, pimpinan kantor, dengan senyum ramah. "Bagaimana kabarmu? Klien-klienmu rindu konsultasimu secara langsung."
"Saya baik, Pak. Hanya ada sedikit masalah pribadi yang sudah saya serahkan kepada Naura," jawab Luna singkat, tidak ingin memperpanjang. "Saya akan mulai kembali bekerja besok. Hari ini hanya ingin bertemu rekan-rekan satu tim dan mengurus beberapa hal."
"Baiklah, terserah kau saja, sejak dulu ini adalah rumah keduamu. Ruangan itu selalu menajdi milikmu tidak ada yang bisa menggeser posisi itu. " tunjuk Pak heru pada satu ruangan yang terlihat lebih besar dari ruangan lainnya.
"Terima kasih pak, kepercayaan anda sangat berarti bagi saya. "
"Jangan sungkan. "
Luna menghabiskan waktu sejenak bertemu dengan Naura dan beberapa rekan kerjanya, mendiskusikan beberapa kasus dan strategi bisnis yang sedang berjalan. Setelah dirasa cukup, ia memutuskan untuk pulang saat sore hari
Saat Luna melangkah masuk ke dalam rumah, ia disambut dengan tatapan tajam dari semua orang. Rafi dan Saras juga sudah duduk di ruang keluarga dan aura tidak menyenangkan itu terasa begitu kental. Bu Endah berdiri di dekat dapur, menatap Luna dengan mata menyala.
"Darimana saja kamu seharian ini?! Jam segini baru pulang!" sembur Bu Endah, tak menyia-nyiakan kesempatan. "Lihat ini rumah! Berantakan semua! Apa kerjamu hanya keluyuran saja! Kamu sudah tidak peduli lagi dengan rumah ini!"
Luna tidak menjawab. Ia hanya melangkah lurus, berniat masuk ke kamarnya.
"Rafi lihatlah, Aku capek-capek membersihkan rumah seharian ini! Aku juga yang memasak! sedangkan dia, istrimu yang tidak tau diri itu enak-enakan keluyuran diluar sana?!" Bu Endah terus mengomel, seolah ingin memancing emosi Luna. "Dasar menantu tidak berguna! Bisanya hanya menghabiskan uang Rafi saja!"
Rafi, yang sedari tadi diam, kini ikut berdiri. Entah apa yang dilaporkan Bu Endah padanya, hingga akhirnya ia ikut terbakar amarah. Matanya menatap Luna dengan tajam, penuh kekecewaan.
"Apa benar yang Ibu katakan, Luna? Kamu seharian keluyuran, sementara rumah berantakan dan Ibu harus mengurus semuanya sendirian?!" Rafi mendekat, suaranya meninggi.
Luna akhirnya berhenti melangkah, membalikkan badan. "Memangnya kenapa kalau aku keluar? Aku tidak punya kewajiban untuk mengurus rumah ini sendirian, Mas. Ada istri barumu, kan? Dia juga menantu di sini. Kenapa tidak dia saja yang melakukan pekerjaan itu? Kenapa harus aku."
Saras tersentak mendengar namanya disebut. Wajahnya memerah. Dia langsung berdiri di samping Rafi.
"Sudahlah mas, jangan diributin hal kecil seperti ini. Aku jadi nggak enak sama mbak Luna. Aku tau aku salah, aku nggak bisa bersih-bersih rumah dan masak." ucap Saras penuh kepura-puraan.
"Diamlah, Dia istriku, Aku perlu mendisiplinkan istriku yang tidak patuh." bentaknya kepada Saras. "Dan kamu Luna, Jangan banyak alasan! Kamu ini istriku juga! Sudah kewajibanmu mengurus rumah!" teriak Rafi, semakin mendekat. "Kamu pikir saya tidak tahu apa yang kamu lakukan di luar sana?! Pasti mencari laki-laki lain, kan? untuk membalasku. "
"Mas! Jaga bicaramu!" bentak Luna, tidak terima dituduh selingkuh. "Aku tidak pernah melakukan hal kotor seperti yang kamu lakukan!"
"Jangan membantah! Kamu itu memang tidak bisa diatur! Dasar istri tidak tahu diri!"
Plak!
Sebuah tamparan keras kembali mendarat di pipi Luna. Suara tamparan itu begitu nyaring, memecah keheningan yang tegang di ruang tengah. Luna terhuyung, tangannya memegangi pipinya yang kini terasa panas dan nyeri. Air mata yang sudah mengering di pagi hari, kini kembali mengalir deras. Ia menatap Rafi, matanya penuh kemarahan dan kekecewaan yang mendalam.
Rafi juga terdiam, menyadari kesalahannya. Tapi sudah terlambat. Tamparan kedua ini, di hadapan Saras istri keruanya dan kedua mertuanya, adalah pukulan telak bagi Luna. Ia sudah tidak punya apa-apa lagi untuk dipertahankan dalam pernikahan ini. Harga dirinya sudah diinjak-injak berkali-kali.
Luna tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya membalikkan badan, dengan langkah gontai menuju kamarnya. Kali ini, ia tidak menangis tersedu-sedu. Ia hanya merasakan kehampaan yang luar biasa. Ia sudah memutuskan. Besok, semuanya akan berakhir.
"Lihat saja, aku akan membuatmu merasa terhina seperti yang sudah kamu lakukan padaku hari ini. "