Siti tak bisa mencegah sahabatnya berbuat tak senonoh bersama kekasihnya di sebuah pemandian air panas Gunung Keramat.
Kejadian memalukan itu mengundang kemurkaan para penunggu gunung. Masyarakat setempat sejak dulu percaya ada sejenis siluman ular pertapa di tempat itu, yang mana jika menggeliat bangun longsor tercipta, jika membuka mulutnya maka mata air deras membuat banjir bandang melanda desa-desa di bawahnya.
Malam itu Siti yang nekad menyusul temannya ke pemandian air panas mengalami kerasukan. Rohnya ditukar oleh Siluman ular pertapa itu, Roh Siti ada di alam jin, dan tubuh Siti dalam kendali Saraswati Sang Siluman berkelana di alam manusia, berpura-pura menjadi mahasiswi pada umumnya.
Di alam manusia, Saras dikejar-kejar oleh Mekel dan Jordan, wakil presiden BEM dan Presiden BEM itu sendiri. Sedangkan di alam jin, Siti malah membuat seorang Pangeran harimau bernama Bhre Rakha jatuh hati.
Bhre Rakha mau membantu Siti mendapatkan kembali tubuhnya, asal mau menikah dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Lions, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Sendiko Dawuh, Suhu
Kini mahasiswa berbibir tipis dengan alis tebal datar itu sudah duduk di hadapan pria tua rada botak berkacamata, beberapa patung dan cinderamata dari mancanegara dipajang di ruangan dingin ini. "Silahkan diminum dulu, Mekel, supaya rada reda mabokmu," katanya menyodorkan segelas air dingin.
Mekel yang hendak mengulurkan tangannya meraih gelas itu menarik kembali lengannya, "saya gak mabok, Pak."
"Lalu bagaimana bisa kamu nabrak pagi ini ? papan nama sejelas itu di depan mata gak kamu lihat ? kamu nyetir sambil ngelindur atau mabok ? pulang jam berapa kamu semalam ?" omelnya.
"Saya sumpah gak mabok, Pak, tadi itu saya... saya kurang konsentrasi aja," jawabnya beralasan.
"berarti kamu itu kurang istirahat, Mekel, sudahlah... apa yang kurang dari keluargamu itu ? kamu gak perlu jadi DJ di diskotik lagi, kamu ngerusak diri kamu sendiri, apalagi sekarang dengan jabatan kamu sebagai wakil presiden BEM, semakin banyak mahasiswa memperhatikan kamu," kata Pak Rektor mengomel.
Mekel tertunduk menatap patung monyet kecil berwarna tembaga di meja, "saya sudah bilang, Pak, saya gak mau bergantung sama orang tua, saya bisa mencari uang sendiri, membiayai keperluan kuliah saya sendiri, orang tua saya bisa mendonasikan kekayaan dan nyumbang segala macam untuk kampus ini, tapi khusus uang kuliah saya... saya bayar sendiri," katanya menegaskan.
"Kamu angkuh, Mekel," ujar rektor.
"Yang jelas saya tidak merugikan orang lain, Pak," jawabnya.
"Jelas kamu merugikan, kamu sudah nabrak," kata rektor mengetuk pulpennya di atas meja kayu jati berharganya.
"Saya akan telpon towing sama tukang yang mau benerin papan rambu lalu lintas itu, Pak, syaa janji besok sudah kembali seperti semula," jawab Mekel.
"Baik, tapi kalau sampai besok belum bener, Bapak terpaksa telpon orang tua kamu, Mekel," katanya.
Mekel mengangguk kemudian undur diri dari ruangan pimpinan kampus swasta ternama ini. jam perkuliahan pertama telah berlalu, Mekel berjalan pelan di lorong gedung rektoran menggendong tasnya di pundak, hingga akhirnya di depan air mancur depan gedung ia buka lagi tas itu, ia pandangi selenang merah yang ia tangkap tadi meski ia jadi rugi secara finansial.
"Nama ni cewek Siti ? haha, kampungan banget, orang cantik-cantik dikasih nama Siti," gumam pria ini senyum-senyum.
***
Saras sudah tiba di kelas, begitu masuk ia langsung berkomentar sambil pasang wajah tak nyaman, "kelas ini sesak sekali, panas, kita harus buka jendelanya, Yul," katanya.
"Gak perlu Sit," jawab Yuli memencet remot AC, 'tut.... whuuussszzz.'
Saras ndomblong menatap AC yang membuka dan menghembuskan angin dingin di atas jendela, ia langsung menghirup udara segar, "huwaaaah... dingin sekali, ini luar biasa," ucapnya seperti baru pertama kali liat AC saja.
'Gruduk gruduk gruduk,' para mahasiswa jurusan pendidikan Geografi kelas B ini berbondong-bondong masuk, paling belakang ada Pak Budi, dosen mata kuliah geomorfologi.
"Weeee Nyai Roro Kidul," ucap teman-teman Siti berkomentar.
Saras malah tersenyum dan berputar menjewer jariknya, "kenapa ? cantik kan ?" jawabnya.
"Hus ! Nyai Roro Kidul mah ijo, ini merah, ini pasti Dewi Nawang Wulan, haha," ucap yang lain.
"Sit, ayo duduk ! dosennya udah masuk itu," kata Yuli mengingatkan.
Pria tua itu masuk membawa laptopnya, dan ia terkejut melihat pakaian yang Saras kenakan, "Siti ?! kamu pakai jarik ?" tanyanya.
Melihat pria itu, Saras langsung berlutut dan memposisikan tangannya mirip orang sedang sungkem, "benar Suhu," jawabnya.
"Uhuk uhuk," sang dosen terbatuk mendengar dirinya dipanggil suhu, mana pake berlutut segala.
"Sit, ngapain kamu ? dahlah ni anak aya-aya wae," bisik Yuli mengusap-usap wajahnya.
"Kamu apa gak merasa kerepotan kuliah pakai pakaian seperti ini ?" tanya sang dosen.
"Tentu saja tidak, Suhu, saya malah nyaman memakai pakaian seperti ini," jawab Siti tetap dalam posisi berlutut.
"Ya sudah, yang penting kamu nyaman saja, Bapak tidak melarang, selama tidak mengganggu perkuliahan, dan kamu tetap bisa belajar dengan baik gak masalah," kata sang dosen.
"Terima kasih, Suhu," ucap Saras mesam-mesem.
"Silahkan kembali ke tempat duduk, kita kana mulai perkuliahan hari ini," kata dosen itu.
"Sendiko dawuh, Suhu," jawabnya.
Semua orang di kelas pada tertegun melihat betapa anehnya seorang Siti, "Siti kenapa sih ? kok kayak pemeran film laga begitu ?" ucap mereka berbisik-bisik.
Siti tak peduli ornag-orang yang membicarakan dirinya, ia menggelar gulungan serat kertas di atas meja perkuliahannya, kemudian mengeluarkan tinta celup dengan bentuk mirip bulu ayam. Lagi-lagi Yuli heran seheran-herannya, "darimana kamu dapetin semua ini, Sit ?" tanyanya.
"Ssssttt ! waktunya Suhu menerangkan, jangan banyak bicara !" katanya malah menegur.
Pak Budi menampilkan gambaran sebuah lahan dengan kemiringan tertentu, "baik anak-anak, hari ini kita akan belajar tentang longsor, atau bisa juga disebut the rolling stone."
"The rolling stone," ucap Saras menirukan sambil mencatat seindah mungkin.
Pak Budi mendongak sebentar melihat Siti, "ya, di sini... adakah yang bisa menjelaskan apakah itu longsor dan bagaimana terjadinya longsor atau the rolling stone itu ?" tanyanya.
Saras mengangkat tangannya penuh percaya diri. "Saya ! longsor terjadi karena ulah perbuatan tangan manusia dan jin yang gemar berbuat kerusakan di muka bumi, hal itu mengundang murka dari yang gaib, juga kemurkaan ular pertapa raksasa, ular itu akan menggeliat dan mengamuk, tanah bergetar kemudian terjadilah bencana longsor," katanya.
'Deng dong !' Pak Budi melongo. Teman-teman Siti di kelas langsung terbahak mendengarnya, "huwaahahahaha... yaaah aneh ! malah cerita legend," pekik mereka.
Saras cemberut melihat anak-anak di kelas ini, "apa yang salah ? memang kenyataannya begitu," ucapnya.
"Kalau itu sih penjelasan dari segi budaya dan kepercayaan masyarakat, Siti, kalau penjelasannya di sini, lihat, longsor terjadi karena adanya pergerakan batuan dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah karena adanya gaya grafitasi, di sini juga bergantung pada kemiringan suatu lahan, misal di pegunungan, atau di perbukitan, catet !" jawab Pak Budi menerangkan.
Siti bingung jadinya, tapi ia tulis juga, "kalau itu sih, semua juga sudah tahu. Hmmm... alam manusia ini begitu aneh, seorang suhu tidak mengajarkan ilmu bela diri di kelasnya, malah mengajarkan hal-hal yang memang sudah semestinya terjadi di muka bumi ini," batinnya.
Vano yang duduk di belakang Saras melirik catatan aneh yang Saras tuliskan di lembaran serat miliknya, "widih ! tulisanmu bagus amat, Sit ? kamu tuh nyatet pelajaran apa bikin karya sastra sih ?" ujarnya.
Semua anak-anak di kelas langsung mendekat melirik catatan Saras, melihat betapa indah gambar dan tulisan latin itu, bahkan Dosen pun penasaran dan mengintip tulisan itu. Saras hanya bisa menggigit bibir bawahnya dan berharap tak akan ada yang curiga.
***
Jam perkuliahan selesai, Yuli mengajak Saras pergi ke kantin ambil jatah makan siang gratis dari pemerintah. Di lorong gedung jurusan keduanya bertemu dengan gadis yang tinggi dengan make up tebal juga berpakaian menawan, gadis itu terlihat cantik sekali, rambutnya dicat warna keunguan, berkilau lurus diterpa cahaya pagi.
"Ya ampun Siti, sampe pangling gue, cantik amat lu pake baju beginian," ucap wanita cantik itu menyapa sembari menjewer dikit jarik yang Saras kenakan.
"Makasih, kamu juga cantik," jawab Saras setulusnya.
"Gue duluan ya, Gaes," ucap wanita cantik itu berjalan lebih cepat di depan.
Si cantik itu Faradila namanya, dia selebgram yang dibicarakan Mekel dan kawan-kawannya tadi. Dila berjalan bersama dua pengiring setianya, Hilal dan Ardi. Fara berjalan mendahului Siti dan Yuli, sekitar 5 langkah di depan. Sesampainya di tangga gadis tinggi putih modis itu nyengir sinis dan bergunjing bersama kedua pengiringnya itu, "norak banget bajunya, haha."
"Palingan caper biar bisa ngalahin kamu, Far," bisik Hilal menanggapi ucapan Faradila.
"Ya silahkan aja kalau mau nyaingin gue, emang gue pikirin ? gue mah udah jauuh di atas dia," ucap Faradila.
Saras dan Yuli bisa mendengar ghibahan itu dengan jelas, wajah Saras berubah menjadi merah padam, siluman ular ini mengepalkan tangannya emosi sekali, "keparat !" gumamnya.
Yuli mengelus-elus punggung sahabatnya itu, "sabar, Sit, Faradila emang kayak gitu dari dulu, kamu tenang aja, cewek kayak Fara tuh bakal kena mental sendiri, aku tuh denger gosip dari anak-anak kelas A katanya Fara baru putus sama cowoknya dan sekarang lagi ngincer Jordan, presiden BEM, tapi Jordannya cuek-cuek aja sama dia, dia kira semua cowok bakal gampang dia dapetin hanya karena dia cantik," ucapnya.
"Dunia manusia benar-benar kacau, di alam jin selalu saja jin laki-laki yang mengejar-ngejar jin wanita, di sini wanita yang mengejar laki-laki," batin Saraswati mendengarkan cerita gosip dari Yuli.
Di kantin saat mengambil jatah makan pun Yuli masih menggosipkan sang primadona Fakultas IPS itu, "Faradila tuh selalu gonta-ganti cowok, 1 semester aja dia ganti cowok 2x, malah sering banget nginep bareng cowoknya di kosan, semua cowoknya punya mobil, semuanya kaya, itu sih yang aku denger dari anak-anak kelas A."
"Gonta-ganti cowok ? sering nginep ? hah ?!! apa nggak menyala itu apemnya si Faradila ?" ucap Saras syok mendengarnya.
Yuli terbahak mendengar ucapan Saras, "hahahah whahaha."
"Jahahaha hahahah," Saras pun ikut tertawa bersama Yuli, tertawa memegangi perutnya yang terkocok.
Yuli menyeka air matanya yang merembes gara-gara terbahak tadi, kemudian mengaduk-aduk kuah sayur bening di nampan besi jatah makan gratisnya, "pokoknya Sit, kalau kamu mau nyaingin Faradila, kamu harus bisa ngedapetin Jordan, biar tuh anak intropeksi diri dikit, biar sadar kalau di atas langit masih ada langit," katanya.
sama jin mau... sama nonis mau... udah lah .. Siti nggak ngasih kesempatan buat ku ngejelasin. dah ... pulang lah... dari pada sakit hati... orang yang kamu anggap teman juga nikung tuh...
si bunga kampus kan suka sama Jordan, kenapa nggak diungkap kebenarannya ya... aneh...
dgn berkbeka jualan mas dari raka kan lumayan tuh smpe anak siti mgkin 3th apa 5 th gtu
aku ikut bersedih atas Mekel...
biar pun nggak bisa ngelawan ortu tapi tetep Mekel yang terbaik...
Siti Nggak jujur, suatu saat pasti ketahuan juga kalo itu bukan anak Jordan.
emang ortu Jordan ngijinin Jordan log in ya... sanksi gw...
btw kak apa nanti anaknya berwujud atau gaib ya?